Indikasi dan Dosis Vaksin Hepatitis B
Indikasi vaksin hepatitis B adalah untuk pencegahan penyakit hepatitis B dalam bentuk formulasi sesuai dengan usia. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada semua usia, dari bayi baru lahir sampai dewasa.
Dewasa
Pasien dewasa diberikan dosis 20 mcg/mL, baik dalam vaksin tunggal (Engerix-B®) atau kombinasi dengan vaksin hepatitis A (Twinrix®). Vaksin diberikan 3 kali, dengan rekomendasi jarak dosis ke-2 minimal 4 minggu dari dosis pertama, dan dosis ke-3 minimal 16 minggu dari dosis pertama atau 8 minggu dari dosis kedua. [4,10]
Anak-anak
Pemberian vaksin hepatitis B saat lahir tergantung dari status serologi hepatitis B ibu.
- Anak dengan ibu HbsAg-negatif mendapatkan 1 dosis dalam 24 jam setelah lahir
- Anak dengan ibu HbsAg-positif mendapatkan 1 dosis vaksin hepatitis B dan 0,5 mL imunoglobulin hepatitis B dalam 12 jam setelah lahir, di lokasi injeksi yang berbeda, tanpa perlu melihat berat badan. Anak dapat diperiksakan serologi hepatitis B nya saat berusia 9 – 12 bulan atau 1 – 2 bulan setelah dosis terakhir
- Anak dengan riwayat HbsAg ibu yang tidak diketahui mendapatkan vaksin hepatitis B dalam 12 jam setelah lahir, tanpa melihat berat badan saat lahir. Untuk anak dengan berat badan lahir < 2000 gram, diberikan 0,5 mL imunoglobulin hepatitis B dalam kurun waktu 12 jam pasca kelahiran. Jika setelah diperiksa ibu memiliki HbsAg positif, imunoglobulin harus segera diberikan (tidak lebih dari usia 7 hari) [4]
Untuk pemberian vaksin dosis kedua, ketiga, dan keempat, dosis yang diberikan adalah 10 mcg/0,5 mL, baik dalam vaksin tunggal (Engerix-B®) atau kombinasi dengan vaksin lain. [4]
Protokol Pemberian
Vaksin hepatitis B diberikan 3 kali dengan durasi minimal antar pemberian adalah 4 minggu. Pemberian dengan dosis yang lebih banyak tidak direkomendasikan karena tidak meningkatkan efektivitas. [10]
Jadwal pemberian vaksin hepatitis B yang ideal adalah dosis pertama diberikan saat lahir, dosis kedua dan ketiga diberikan bersamaan dengan vaksin DPT pertama dan ketiga. Pemberian pertama diberikan pada 24 jam pertama pada bayi yang sehat. Untuk bayi prematur dengan berat badan <2000 gram, pemberian dosis pertama dilakukan pada usia kronologis 1 bulan. [10]
Akan tetapi, di Indonesia sediaan DPT tunggal sudah tidak tersedia dan vaksin hepatitis B bergabung dengan DPT dalam vaksin pentabio. Dengan demikian, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), merekomendasikan jadwal pemberian vaksin hepatitis B pada saat lahir, usia 2 bulan, usia 3 bulan, dan usia 4 bulan. [4,17]
Untuk anak, remaja, maupun dewasa yang tidak diberikan vaksin sesuai jadwal yang ada, vaksin tetap diberikan dalam 3 dosis dengan jarak yang disarankan antara dosis pertama dengan dosis kedua adalah 4 minggu dan jarak antara dosis pertama dan ketiga adalah 16 minggu. [4,10]
Vaksinasi Dibutuhkan Secara Cepat
Pada kondisi tertentu, dimana proteksi secara cepat dibutuhkan (mis. hendak bepergian ke daerah endemis hepatitis B) injeksi dapat diberikan pada 0, 7, dan 21 hari. Dosis keempat dapat diberikan 12 bulan setelah dosis pertama. Beberapa vaksin hepatitis b dapat diberikan dalam 2 dosis pada remaja dan dewasa. Jarak antara kedua dosis tersebut adalah 4 – 6 bulan. [10]
Vaksin Tidak Sesuai Jadwal
Jika terdapat interupsi diantara pemberian jadwal, pemberian vaksin tidak perlu diulang dari awal. Jika interupsi terjadi setelah dosisi pertama, maka dosis kedua diberikan sesegera mungkin dan dosis ketiga diberikan dengan jarak minimal 4 minggu dari dosis kedua. Jika dosisi ketiga yang tertunda, maka dosis ketiga dapat langsung diberikan sesegera mungkin. [10]
Kelompok dengan Respons Inadekuat
Setelah seri pemberian vaksin pertama, ada beberapa individu yang tidak memberikan respon yang baik, seperti pada individu berusia > 40 tahun, obesitas, merokok, atau memiliki penyakit kronik. Untuk kelompok tersebut, vaksin hepatitis B dapat diberikan 1 rangkaian lagi sehingga total menjadi 6 dosis. Pemeriksaan serologi untuk memastikan respon dilakukan 1 – 2 bulan pasca penyuntikan terakhir. Jika setelah diberikan 6 dosis, kekebalan belum adekuat, pemeriksaan HbsAg perlu dilakukan. Apabila HBsAg positif, pasien ditatalaksana sebagai infeksi kronik; sedangkan apabila HbsAg negatif, pasien dikatakan rentan mengalami infeksi dan memerlukan pemberian imunoglobulin profilaksis. [4,10]
Populasi Risiko Tinggi
Yang termasuk populasi risiko tinggi adalah :
- Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, perawat, paramedis yang berkontak langsung dengan pasien (staf hemodialisa, nefrologi, hepatologi, hematologi dan onkologi), petugas laboratorium, petugas bank darah, petugas kamar jenazah, petugas kebersihan, dan mahasiswa kedokteran
-
Individu yang rutin menerima produk darah (pasien thalasemia, anemia sickle-cell, sirosis, hemofilia, gagal ginjal kronik yang harus rutin hemodialisa)
- Individu yang berkontak dekat dengan kelompok risiko tinggi (mis. personel di dalam penjara)
- Individu yang memiliki perilaku seksual tidak aman (lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki; riwayat infeksi menular seksual pada pasangan seksual)
- Pengguna narkotika jarum suntik
- Individu yang akan berpergian ke daerah endemis hepatitis B
- Kontak dekat dengan individu yang memiliki infeksi hepatitis B akut atau kronik
- Bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif
- Pasien dengan diabetes melitus
- Pasien dengan penyakit hepar kronis atau berisiko mengalami penyakit hepar kronis (karier hepatitis C, individu yang sering mengkonsumsi minuman beralkohol) [4,11]
Penyesuaian dosis
Penyesuaian dosis terhadap gangguan hepar tidak diperlukan. Penyesuaian dosis vaksin hepatitis B diperlukan pada pasien yang melakukan dialisis (hemodialisis intermiten, kontinyu, atau peritoneal dialisis). Dosis yang diberikan menjadi 40 mcg/mL. Untuk pasien dengan gangguan ginjal yang tidak membutuhkan dialisis, penyesuaian dosis tidak dibutuhkan.[4,13]