Efek Samping dan Interaksi Obat Isofluran
Isofluran memiliki efek samping ke berbagai sistem organ. Pada sistem saraf pusat (SSP), seperti halnya dengan gas anestesi lainnya, isofluran memiliki efek depresi SSP karena memiliki potensi inhibisi dan mengurangi eksitasi. Isofluran memiliki efek dua arah. Pada konsentrasi subanestetik akan menyebabkan hipereksitasi, sedangkan pada konsentrasi anestetik akan menyebabkan hiperpolarisasi sehingga mendepresi neuron. [37]
Seperti halnya dengan beberapa anestesi inhalasi lainnya, isofluran berisiko menyebabkan hipertermia maligna, terutama bagi mereka yang memiliki “bakat” genetik untuk mengalami hal tersebut, namun kejadian hipertermia maligna sebenarnya jarang ditemukan.
Efek Samping
Efek samping isofluran meliputi berbagai organ tergantung kedalaman anestesinya. Semakin dalam kedalaman anestesinya, maka efek farmakofisiologisnya makin signifikan. Hal ini termasuk depresi pernapasan, hipotensi, dan aritmia. Selain itu, pasca operasi isofluran dapat menyebabkan efek samping menggigil, mual, dan muntah. [22,38,39]
Efek Terhadap Otak
Isofluran dapat menyebabkan vasodilatasi dan pada pembuluh darah otak dapat meningkatkan aliran darah otak dan menurunkan metabolisme otak. Meningkatnya aliran darah otak akan meningkatkan tekanan intrakranial. Namun, hal ini dapat dihindari dengan menginduksi hiperventilasi (untuk mencapai hipokapnia). [10,40]
Seperti anestesi umum lainnya, penggunaan isofluran dapat menginduksi hipotermia, karena adanya depresi aktivitas dan metabolisme otot. [34]
Isofluran dapat bersifat neurotoksik pada otak yang masih dalam tahap perkembangan dan pasien lansia. [5]
Hepatitis
Isofluran dapat menginduksi terjadinya hepatitis. Hal ini terjadi karena hasil metabolisme isofluran di hepar yang menghasilkan asam trifluoroasetat (trifluoroacetic acid/TFA) yang dapat menginduksi reaksi imun (hipersensitivitas). Hal ini biasanya terjadi karena adanya hipersensitivitas silang dengan halotan atau anestesi inhalasi lainnya. [22,25]
Hiperkalemia Perioperatif
Hiperkalemia yang dapat berpotensi mengancam nyawa adalah kadar kalium yang melebihi >5,5 mmol/L. Gejala hiperkalemia tidak khas, biasanya berupa disfungsi otot dan jantung. Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia fatal seperti fibrilasi ventrikel, asistol, serta paralisis otot. [41]
Pasien dengan penyakit ginjal kronis, gagal ginjal akut, serta hiperaldosteronemia lebih berisiko mengalami efek samping ini. Pasien dengan penyakit ginjal kronis yang membutuhkan hemodialisis disarankan untuk menjalankan hemodialisis terlebih dahulu sebelum menjalankan operasi. [41]
Hipertermia Maligna
Hipertermia maligna merupakan sindrom hipermetabolik yang jarang dan diturunkan secara genetik, serta diinduksi oleh anestesi inhalasi seperti isofluran dan muscle relaxant. Tanda awal hipertermia maligna dapat tidak khas, antara lain asidosis metabolik, aritmia, dan takikardia. Gejala-gejala tersebut berlanjut, ditambah dengan kenaikan suhu yang cepat, hiperkapnia, serta ketidakstabilan hemodinamik. [42,43]
Terapi yang diberikan pada keadaan ini adalah menghentikan penyebabnya (dalam hal ini isofluran), pemberian dantrolene sodium intravena, dan pemberian terapi suportif, seperti penurunan suhu tubuh secepatnya, pemberian bantuan pernapasan dan sirkulasi, serta penatalaksanaan gangguan keseimbangan asam-basa. Gagal ginjal dapat terjadi kemudian, sehingga perlu dilakukan pemantauan urine output. [4,42,44]
Interaksi Obat
Penggunaan epinefrin untuk keperluan infiltrasi dengan isofluran perlu dibatasi pada dosis 5-10 mcg/kg. Epinefrin dapat menyebabkan gangguan hemodinamik, seperti hipertensi, aritmia, sampai cardiac arrest. Anestesi inhalasi dapat memperlambat konduksi miokardium dan otomatisitas nodus sino-atrial (SA), sehingga menyebabkan aritmia, dan efek ini dipotensiasi dengan pemberian epinefrin. [45,46]
Isofluran dan opioid bekerja sinergis, sehingga persentase MAC isofluran dapat dikurangi bila digunakan dengan opioid. Namun, penggunaannya perlu diperhatikan karena opioid dengan isofluran juga bekerja sinergis dalam menurunkan tekanan darah dan laju respirasi. Dalam anestesi, opioid dapat digunakan untuk mengontrol respon terhadap nyeri, membantu mencapai penurunan kesadaran, dan imobilitas. [47]
Seperti halnya dengan opioid, isofluran bekerja sinergis dengan muscle relaxant. Sehingga pada penggunaan muscle relaxant dengan isofluran, dosis muscle relaxant dapat dikurangi. [4]