Manajemen Nyeri Vaksinasi

Oleh :
dr. Catherine Ranatan

Nyeri saat vaksinasi merupakan hal yang sering dikhawatirkan pasien dan keluarga sehingga dokter perlu mengerti bagaimana cara manajemen nyeri vaksinasi tersebut. Manajemen nyeri vaksinasi meliputi modifikasi prosedural injeksi, intervensi fisik, intervensi psikologis, dan intervensi farmakologis.

Nyeri akibat vaksin dan ketakutan terhadap jarum suntik merupakan hal yang dikhawatirkan pasien dalam vaksinasi. Padahal, vaksinasi merupakan hal yang wajib dan dianjurkan untuk memperoleh kekebalan diri yang dapat melindungi diri dari penyakit. Sebuah studi dari USA dan Kanada menyatakan bahwa 24-40% pasien khawatir mengenai nyeri vaksinasi yang dialami anak–anaknya, 85% orang percaya bahwa tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab untuk membuat nyeri vaksinasi berkurang, dan 95% orang berharap nyeri akibat vaksin berkurang. [1]

Depositphotos_57117207_s-2019_compressed

Modifikasi Prosedural Injeksi

Manajemen nyeri prosedural, termasuk nyeri vaksinasi, salah satunya dapat dilakukan dengan memodifikasi prosedural injeksi. Modifikasi prosedural injeksi ini diharapkan dapat menurunkan nyeri saat dilakukan injeksi.

Prosedur injeksi yang sudah banyak dipraktikkan sejak lama, seperti aspirasi, atau penyuntikan tanpa urutan, ternyata dapat menambah nyeri pada vaksinasi. Beberapa prosedur injeksi perlu dimodifikasi sehingga dapat menurunkan nyeri pada saat dilakukan injeksi. 

Aspirasi

Aspirasi sebelum melakukan injeksi merupakan hal yang selalu diajarkan untuk dilakukan agar injeksi tidak masuk ke dalam pembuluh darah. Namun ternyata injeksi intramuskuler atau subkutan tidak memerlukan aspirasi, karena pembuluh darah yang sedikit dan kecil pada daerah tersebut. Aspirasi sebelum injeksi hanya menambah nyeri dan luka pada jaringan akibat lamanya jarum menancap dan pergerakan jarum saat aspirasi. [1-3]

Urutan Injeksi

Tidak semua vaksin memiliki dampak nyeri yang sama. Pada pasien yang datang dan direncanakan untuk dilakukan lebih dari 1 vaksin, maka disarankan untuk melakukan vaksinasi yang paling nyeri, yaitu vaksin measles, mumps, and rubella (MMR) dan vaksin pneumokokus, pada urutan terakhir. Pemberian vaksin oral dapat dilakukan paling pertama karena tidak menyebabkan nyeri, lalu diikuti vaksin dengan injeksi selain vaksin MMR dan pneumokokus. [1-3,5]  

Contoh urutan pemberian vaksin lainnya yaitu pemberian vaksin diphtheria, polio, and tetanus toxoids and acellular pertussis and Haemophilus influenzae type b (DPTaP-Hib) dilakukan paling pertama, dan pneumococcal conjugate vaccine (PCV) diberikan setelahnya. Hal ini direkomendasikan oleh suatu penelitian yang menyatakan bahwa urutan vaksinasi tersebut terbukti mengurangi nyeri vaksin pada bayi berusia 2-6 bulan. [4]

Injeksi secara Simultan

Anak–anak sering kali dijadwalkan untuk mendapatkan lebih dari satu vaksin pada satu kunjungan. Pemberian vaksin secara bersamaan masih merupakan perdebatan, karena walaupun dapat mengurangi nyeri karena mengurangi frekuensi injeksi, namun hal tersebut dapat menakutkan untuk anak karena dikelilingi lebih banyak tenaga kesehatan. Studi menunjukkan injeksi secara simultan tidak bermanfaat pada anak usia >1-10 tahun.

Rekomendasi terkait injeksi secara simultan adalah sebagai berikut :

  • <12 bulan: lakukan injeksi secara simultan jika memungkinkan

  • >1-10 tahun: injeksi secara simultan tidak disarankan
  • >10 tahun: sesuai preferensi pasien [3]

Pemilihan Jarum 

Pemilihan jarum yang digunakan untuk vaksinasi juga bergantung terhadap jenis injeksi dari vaksin. Pada injeksi subkutan digunakan jarum berukuran 16 mm, gauge 23 – 25. Sedangkan pada injeksi intramuskuler digunakan jarum gauge 22 – 25 dengan ukuran 16 mm pada neonatus dan bayi prematur, dan 25 mm pada bayi berusia 1-12 bulan.  Pada anak berusia 3-18 tahun dapat diberikan jarum gauge 22-25 dengan ukuran 16-25 mm. Orang dewasa dapat menggunakan jarum gauge 23-25. [5]

Ukuran jarum dapat berpengaruh terhadap derajat nyeri. Sebuah penelitian menyatakan nyeri berkurang pada vaksinasi menggunakan jarum berukuran 23G 25 mm dibandingkan 25G 25 mm pada vaksinasi DPT. Ukuran jarum yang lebih lebar (gauge yang lebih kecil) menurunkan durasi tangisan pada bayi pada vaksinasi. [8]

Lokasi Injeksi

Lokasi injeksi disarankan bergantung terhadap jenis rute injeksi. Pada injeksi subkutan disarankan injeksi dilakukan di bagian paha pada bayi berusia kurang dari 1 tahun dan pada bagian atas luar dari trisep lengan atas pada anak berusia di atas 1 tahun. [5]

Daerah injeksi untuk vaksinasi intramuskuler sering kali dilakukan pada otot deltoid, namun daerah injeksi yang disarankan yaitu pada otot vastus lateralis pada anak yang berusia hingga 2 tahun. Sedangkan pada anak berusia >3 tahun hingga dewasa, injeksi intramuskular disarankan dilakukan pada otot deltoid. [3,5]

Intervensi Fisik

Intervensi fisik secara langsung seperti menyusui atau dengan alat bantu ternyata dapat memberikan kenyamanan, terutama bagi anak–anak sehingga nyeri vaksinasi dapat berkurang. 

Menyusui

Pada anak yang berusia 2 tahun ke bawah, direkomendasikan ibu untuk menyusui anaknya atau memberikan susu melalui botol sebagai alternatif. Proses menyusui direkomendasikan dilakukan sesaat sebelum atau saat proses vaksinasi. Menyusui dapat  memberikan kenyamanan dengan kehadiran orang tua dan kontak langsung kulit dengan kulit, selain itu juga berfungsi sebagai distraksi. Air susu juga meningkatkan konsentrasi ß-endorphins yang menyebabkan efek analgesik dan relaksasi. [1-3]

Proses menyusui melalui payudara yang dilakukan pada populasi bayi yang berusia lebih dari 40 hari terbukti lebih efektif menurunkan durasi tangisan dan nyeri  dibandingkan pemberian larutan gula (25% dekstrosa), krim anestesi topikal (EMLA), vapocoolant, pelukan ibu, dan pijatan. [6]

Posisi 

Pada anak yang berusia di bawah 3 tahun, disarankan untuk dipeluk atau digendong saat dilakukan vaksinasi. Bayi dapat ditaruh di dada sehingga dapat kontak langsung dengan kulit orang tua atau pengasuh anak. Pada saat digendong, anak juga dapat dilakukan tepukan atau diayun untuk membuat anak menjadi lebih tenang. Pada anak–anak yang berusia lebih dari 3 tahun, intervensi yang dapat dilakukan yaitu memposisikan anak untuk duduk tegak dibandingkan tidur terlentang. Anak dapat duduk di pangkuan orang tua atau pengasuh pada saat dilakukan vaksinasi. [1-3]

Non-Nutritive Sucking

Tindakan ini dapat dilakukan dengan menyedot jari atau Pacifier. Alat tersebut dapat diberikan sebelum, saat ataupun setelah vaksinasi. Hal tersebut dapat menjadi salah satu alternatif untuk distraksi pada anak. [2,3]

Vapocoolant

Pada orang dewasa, dapat dilakukan penyemprotan dengan vapocoolant yang disemprotkan segera sebelum diinjeksi. Vapocoolant memberikan sensasi dingin di kulit yang mengurangi nyeri namun dapat menimbulkan nyeri pada beberapa orang dan meningkatkan atensi terhadap nyeri akibat suntikan. [2,3]

Muscle Tension

Tindakan ini dilakukan pada anak berusia > 7 tahun dan orang dewasa yang memiliki riwayat pingsan. Tindakan ini dilakukan dengan menegangkan otot lengan, tungkai bawah, dan/ atau torso hingga terasa panas di wajah selama 10-30 detik, lalu tegangan dilepaskan selama 20-30 detik, 5-10 menit sebelum dilakukan vaksinasi. Hal tersebut dapat diulang hingga tidak ada ancaman pingsan lagi. Hal lain yang dapat mengurangi risiko pingsan yaitu memposisikan pasien senyaman mungkin, menjaga suhu ruangan sejuk, memberikan kain basah dingin ke muka pasien, memberikan privasi dan menghindari pasien menunggu urutan terlalu lama. Bila pasien sudah pucat dan ansietas, pasien dapat diposisikan tiduran dengan kaki diangkat. [2,3]

Intervensi Psikologis

Intervensi psikologis berfungsi memberikan ketenangan kepada pasien dan intervensi yang menyebabkan pasien tidak terfokus kepada nyeri vaksinasi. 

Distraksi

Cara lain untuk mengurangi rasa nyeri yaitu distraksi, yang bertujuan agar perhatian pasien terhadap nyeri teralihkan. Distraksi dapat menggunakan alat bantu seperti musik, video atau mainan untuk anak–anak, direkomendasikan untuk anak berusia <6 tahun. Distraksi verbal, seperti mengajak berbicara pasien, merupakan salah satu distraksi yang paling mudah dilakukan dan efektif pada seluruh kalangan umur. Pada orang dewasa, intervensi distraksi yang dapat dilakukan dengan pasien disarankan batuk atau diajarkan teknik pernapasan sambil dilakukan injeksi. Teknik pernapasan yang dapat dilakukan yaitu menarik nafas panjang lalu menahan nafas saat dilakukan injeksi. [1-3]

Salah satu teknik distraksi yang disarankan yaitu dengan menggambar. Sebuah penelitian menyatakan bahwa distraksi yang dilakukan dengan menggambar dapat menurunkan ansietas dan nyeri pada anak–anak akibat vaksinasi DPT. Sedangkan distraksi yang dilakukan dengan meniup balon dapat menurunkan ansietas pada anak–anak. [7]

Orang Tua

Orang tua atau pengasuh diharapkan kehadirannya pada saat vaksinasi anaknya. Setelah vaksinasi, orang tua dianjurkan dapat memberikan pujian atau menenangkan anaknya. Namun perlu diperhatikan agar orang tua tidak menakuti atau memberikan reasuransi berlebihan yang dapat meningkatkan stres pada anak saat akan dilakukan penyuntikan. [1-3]

Perilaku Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan sebagai pemberi vaksinasi diharapkan tidak menggunakan kata–kata yang meyakinkan bahwa vaksinasi tidak sakit, karena hanya menurunkan kepercayaan pasien terhadap dokter. Dokter justru perlu menjelaskan prosedur secara netral dan tenang, dan mengenai rasa sakit yang memang akan dialami. Beberapa kata yang perlu dihindari yaitu suntikan, nyeri, sakit, dan rasa menyengat (seperti disengat tawon, perih). Kata-kata tersebut dapat meningkatkan ansietas pasien. [1]

Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis dianjurkan untuk mengatasi nyeri pada anak-anak, seperti anestesi topikal dan larutan sukrosa.

Anestesi Topikal 

Pada anak berusia di bawah 12 tahun, direkomendasikan untuk diberikan anestesi topikal berupa krim, gel atau patch. Namun karena waktu reaksi kerjanya yang membutuhkan waktu, maka disarankan dipersiapkan pemberiannya terlebih dahulu. Anestesi topikal dapat diberikan sebelum pergi ke dokter ataupun saat menunggu antrian dokter. Anestesi topikal yang dapat digunakan di antaranya lidocaine, amethocaine, dan tetracaine. Obat tersebut diberikan 20-60 sebelum injeksi. Walau direkomendasikan untuk anak–anak, pada orang dewasa juga dapat dilakukan anestesi topikal. Pada anak berusia di bawah 2 tahun, anestesi topikal dianjurkan dilakukan bersamaan dengan pemberian ASI. [2,3]

Pemberian anestesi topikal terbukti telah mengurangi nyeri pada vaksinasi, saat digabungkan dengan video instruksi intervensi pada orang tua dan pemberian larutan sukrosa.  Pada pemberian video instruksi pada orang tua dan gabungan video dan larutan sukrosa saja tidak memberikan efek signifikan terhadap penurunan nyeri. Hal ini membuktikan pemberian anestesi topikal disarankan untuk diberikan pada anak–anak karena memberikan efek yang signifikan. [9]

Pemberian anestesi topikal di sisi lain memiliki kelemahan berupa biaya yang relatif mahal, serta perpanjangan waktu persiapan. Hal ini perlu menjadi pertimbangan sebelum memberikan anestesi topikal pada pasien.

Larutan Sukrosa

Larutan sukrosa dapat menjadi alternatif untuk anak yang tidak diberikan susu. Dosis yang diberikan yaitu 2 ml dari solusi 24-50% sukrosa. Bila tidak tersedia, maka dapat digantikan glukosa atau pada pasien yang diberikan vaksin rotavirus oral, dapat diberikan terlebih dahulu karena mengandung sukrosa. Efek analgesik dapat bertahan 5 -10 menit setelah administrasi sehingga dianjurkan diberikan tidak lama sebelum dilakukan vaksinasi. Bila tidak terdapat solusi sukrosa, maka orang tua dapat membuat larutan sukrosa sendiri,  sebanyak 2 ml dari 24% sukrosa sama dengan 1 sendok teh dilarutkan dalam 10 ml air/2 sendok teh (hanya 2 ml yang akan diberikan dari larutan yang diberikan). Pemberian solusi sukrosa hanya bermanfaat untuk meredakan nyeri akut saat injeksi, tidak efektif bila digunakan untuk pereda nyeri di rumah setelah vaksinasi. [2,3]

Manajemen Nyeri yang Tidak Direkomendasikan

Terdapat beberapa manajemen yang diduga dapat menurunkan nyeri namun ternyata tidak memberikan efek signifikan seperti :

  • Stimulasi manual pada lokasi injeksi seperti digosok atau dicubit
  • Menghangatkan vaksin dengan menggosok vaksin dengan tangan [1]

Pemberian analgesik oral untuk mengatasi nyeri dan mencegah demam sesudah vaksinasi tidak direkomendasikan karena risiko penurunan efektivitas pasien. Hal ini dibantah dengan bukti terkini yang justru menunjukkan manfaat pemberian analgesik.

Edukasi dan Implementasi

Pada setiap orang yang akan divaksinasi, perlu dilakukan edukasi mengenai prosedur yang akan dilakukan, apa yang akan dirasakan, serta cara mengatasi nyeri dan ketakutan akibat suntikan. Pada anak berusia di bawah 10 tahun, kehadiran orang tua sangat penting dalam proses vaksinasi anak. Edukasi tidak hanya dilakukan kepada anak yang dilakukan vaksinasi, namun kepada orang tua, terutama pada anak yang masih belum dapat diedukasi. [2,3]

Edukasi terhadap orang tua mengenai cara mengatasi dan mengurangi nyeri saat vaksinasi memiliki efek signifikan untuk mengurangi nyeri akibat vaksinasi. Sebuah penelitian menyatakan bahwa orang tua yang diberikan edukasi melalui video mengenai manajemen nyeri ABCD terbukti mengurangi nyeri akibat vaksinasi dan meningkatkan upaya orang tua untuk menenangkan anaknya melalui intervensi fisik pada anak berusia 18 bulan.

Manajemen nyeri ABCD terdiri dari :

  • Assess anxiety: nilai tingkat kecemasan diri sendiri dengan melakukan refleksi diri sebelum vaksinasi dilakukan

  • Belly breathe: bernapas dengan perut dengan menaruh tangan pada diafragma dan mengambil nafas dalam selama 3 hitungan dan mengeluarkan nafas perlahan selama 3 hitungan bila orang tua stres

  • Calm Close Cuddle: orang tua diedukasi untuk menenangkan anak, memosisikan diri untuk dekat dengan anak serta dapat merangkul anak sebelum, saat dan setelah injeksi

  • Distraction: distraksi baik menggunakan alat bantu maupun distraksi verbal [10]

Kesimpulan 

Manajemen untuk mengurangi nyeri meliputi prosedur injeksi, intervensi fisik dan fisiologikal, serta edukasi dan implementasi yang tepat pada pasien dan orang tua pasien. Dari seluruh intervensi yang direkomendasi, rekomendasi yang sangat direkomendasikan yaitu intervensi prosedur meliputi  tidak melakukan aspirasi dan urutan injeksi. Intervensi fisik dapat dilakukan dengan menyusui dan posisi yang tepat.  Intervensi psikologis dapat dilakukan dengan kehadiran orang tua untuk vaksinasi pada anak–anak.  Obat seperti anestesi topikal dan larutan sukrosa juga dapat berfungsi sebagai intervensi farmakologi. Selain itu, edukasi terhadap pasien dan orang tua pasien juga sangat direkomendasikan.

Referensi