Pendahuluan Malignant Hyperthermia
Malignant hyperthermia adalah kelainan genetik langka yang menyebabkan timbulnya respon hipermetabolik terhadap agen anestesi inhalasi (misal: halothane, isoflurane, sevoflurane, desflurane) atau muscle relaxant suksinilkolin. Respon hipermetabolik ini menghasilkan panas sehingga menyebabkan hipoksemia, asidosis metabolik, rhabdomiolisis, dan peningkatan suhu tubuh secara cepat dan sering berdampak fatal.[1]
Malignant hyperthermia disebabkan defek pembentukan reseptor ryanodine (calcium release channel) pada otot skeletal. Dua gen etiologi yang telah diketahui berperan menyebabkan malignant hyperthermia adalah mutasi autosomal dominan pada gen RYR1 (50% kasus) dan CACNA1S (1% kasus). Mayoritas individu dengan central core disease (CCD), kelemahan otot akibat miopati herediter, mudah terkena malignant hyperthermia. Selain itu multi-minicore disease (MmD), central nuclear myopathy, dan King-Denborough syndrome juga menjadi predisposisi terhadap malignant hyperthermia.[2,3] Pada dasarnya, sulit untuk dapat mencurigai adanya potensi malignant hyperthermia pada pasien karena tidak adanya gejala atau perubahan fenotipe pada individu dengan mutasi gen tersebut.
Diagnosis awal malignant hyperthermia umumnya ditandai dengan meningkatnya end-tidal CO2, rigiditas otot, takikardia, asidosis, aritmia. Hasil analisa gas darah dapat menunjukkan kombinasi asidosis metabolik dan respiratorik dengan base excess negative, laktemia, hiperkapnia, dan hipoksemia. Sementara hasil laboratorium elektrolit menunjukkan hiperkalemia.[1,3] Namun, diagnosis definitif atau gold standard untuk malignant hyperthermia hanyalah biopsi otot dan in-vitro contracture test di mana respon kontraktilitas otot yang dipajankan dengan halothane dan kafein dinilai.[3]
Tatalaksana malignant hyperthermia yaitu dengan segera menghentikan pemberian agen anestesi inhalasi pemicu dan memberikan dantrolene intravena 2.5 mg/kg setiap 5-10 menit sampai pasien stabil. Resusitasi cairan dan vasopressor mungkin dibutuhkan untuk menstabilkan hemodinamik. Pendinginan pasien menggunakan carian intravena dingin atau pemberian es secara topikal juga berguna untuk menurunkan suhu.[3]