Manajemen dan Prognosis Kanker Serviks pada Wanita Hamil

Oleh :
dr. William Alexander Setiawan, SpOG

Kanker serviks pada wanita hamil merupakan kondisi yang relatif jarang, tetapi memiliki implikasi yang signifikan terhadap manajemen dan prognosis. Kanker serviks sering kali sudah ada sebelum kehamilan, tetapi didiagnosis pertama kali saat pemeriksaan kehamilan, di mana penanganannya harus tepat sesuai trimester kehamilan.

Secara global, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara berkembang. Di Indonesia, insidensi kanker serviks cukup tinggi dengan ribuan kasus baru setiap tahun. Tingginya angka kejadian di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh rendahnya cakupan skrining dan vaksinasi HPV.[1,2]

Manajemen dan Prognosis Kanker Serviks pada Wanita Hamil

Sekilas Mengenai Perjalanan Penyakit dan Penyebab Kanker Serviks

Patofisiologi kanker serviks melibatkan perubahan preneoplastik pada sel epitel serviks yang dipicu oleh infeksi Human papillomavirus (HPV). Infeksi persisten oleh tipe HPV onkogenik dapat menyebabkan perubahan seluler yang berujung pada neoplasia intraepitelial serviks (CIN) dan akhirnya kanker invasif.[1]

Lebih dari 99% kasus kanker serviks berhubungan dengan HPV, dengan tipe 16 dan 18 bertanggung jawab atas sekitar 70% kasus. Faktor yang berkontribusi dalam kanker serviks meliputi merokok, penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang (>5 tahun), dan status imunokompromais, seperti penderita HIV/AIDS.[1-4]

Perjalanan Penyakit dan Penyebab Kanker Serviks pada Wanita Kehamilan

Kanker serviks pada wanita hamil jarang terjadi, dan umumnya terdiagnosis saat pemeriksaan rutin kehamilan. Kehamilan tentu saja tidak menyebabkan kanker serviks. Namun, dalam beberapa kasus, perubahan hormonal dan imunologis yang terjadi selama kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit ini.[5]

Risiko dan Kondisi yang Meningkatkan Kejadian Kanker Serviks pada Kehamilan

Studi menunjukkan bahwa sekitar 70‒80% kasus kanker serviks pada kehamilan telah ada sebelum kehamilan dimulai, dan hanya sebagian kecil yang dipicu oleh perubahan hormonal dan imunologis selama kehamilan​.

Kehamilan menyebabkan perubahan sistem imun yang bisa menurunkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi Human HPV, yang merupakan penyebab utama kanker serviks. Hal ini bisa meningkatkan risiko perkembangan lesi prakanker menjadi kanker invasif​. Sementara, perubahan hormonal, di mana estrogen dan progesteron yang meningkat selama kehamilan, dapat mempercepat pertumbuhan sel-sel yang sudah terinfeksi HPV, sehingga meningkatkan risiko transformasi menjadi sel kanker​.[5]

Gejala Kanker Serviks pada Wanita Hamil

Kehamilan seringkali menjadi kesempatan untuk deteksi dini karena wanita lebih sering mengakses layanan kesehatan. Pemeriksaan kanker serviks, seperti Pap smear, yang dilakukan selama kunjungan prenatal bisa mengidentifikasi lesi preneoplastik atau kanker pada tahap awal​.[5]

Gejala kanker serviks pada wanita hamil bervariasi, tergantung pada stadium kanker dan usia kehamilan. Pada trimester pertama, gejala bisa serupa dengan gejala kehamilan normal, seperti perdarahan ringan atau bercak (spotting), yang sering kali diabaikan atau dianggap sebagai tanda implantasi. Namun, perdarahan yang tidak biasa, keputihan yang tidak normal, dan nyeri panggul yang menetap perlu diperhatikan sebagai tanda awal kanker serviks​.[5,6]

Pada trimester kedua dan ketiga, gejala bisa lebih jelas dan mencakup perdarahan setelah berhubungan seksual atau perdarahan lebih berat yang tidak sesuai dengan kehamilan normal. Gejala lain yang mungkin muncul adalah nyeri punggung bagian bawah, kesulitan buang air kecil, dan pembengkakan pada kaki jika kanker telah menyebar ke jaringan sekitarnya.[5,6]

Pemeriksaan Kanker Serviks pada Wanita Hamil

Proses diagnosis biasanya melibatkan beberapa tahapan pemeriksaan untuk memastikan keamanan ibu dan janin serta menentukan stadium penyakit. Pemeriksaan fisik adalah langkah awal yang dianjurkan pada kunjungan prenatal rutin untuk mendeteksi adanya kelainan pada serviks.

Pemeriksaan Pap Smear

Jika terdapat gejala mencurigakan, seperti perdarahan tidak normal atau perubahan pada serviks, Pap smear dianjurkan untuk mendeteksi adanya sel-sel abnormal. Pap smear dapat dilakukan pada trimester pertama atau awal trimester kedua ketika risiko keguguran lebih rendah​.[3]

Kolposkopi dan Biopsi

Jika hasil Pap smear menunjukkan adanya kelainan, kolposkopi dianjurkan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kolposkopi adalah prosedur noninvasif yang aman dilakukan selama kehamilan dan biasanya dilakukan pada trimester pertama atau kedua. Biopsi hanya dilakukan jika hasil kolposkopi menunjukkan lesi yang mencurigakan. Biopsi dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari risiko perdarahan dan infeksi, dan biasanya dilakukan pada trimester kedua jika memungkinkan.[3,5,6]

USG dan MRI

Untuk menilai penyebaran penyakit tanpa risiko radiasi, pencitraan USG atau MRI dapat dilakukan. USG sering digunakan sepanjang kehamilan untuk memantau kondisi janin dan struktur panggul ibu, sedangkan MRI dianjurkan pada trimester kedua atau ketiga untuk evaluasi lebih lanjut tanpa memberikan paparan radiasi kepada janin​.[3,5,6]

Manajemen Kanker Serviks pada Wanita Hamil

Manajemen kanker serviks pada wanita hamil harus mempertimbangkan usia kehamilan, stadium kanker, dan kesehatan umum pasien. Keputusan pengobatan memerlukan pendekatan multidisiplin, yang melibatkan Dokter Fetomaternal, Dokter Onkologinekologi, dan Dokter Neonatologi, untuk memastikan keselamatan ibu dan janin.[4-7]

Pendekatan Manajemen Berdasarkan Trimester

Pilihan penanganan kanker serviks pada wanita hamil harus mempertimbangkan usia kehamilan, apakah trimester pertama, kedua, atau ketiga. Pada trimester pertama, pilihan pengobatan lebih terbatas karena risiko abortus dan teratogenik, sedangkan pada trimester kedua dan ketiga, pengamatan dan penundaan tindakan hingga janin cukup matang untuk persalinan prematur yang aman bisa menjadi pilihan.[4-7]

Trimester Pertama:

Pada trimester pertama, pilihan pengobatan kanker serviks lebih terbatas karena memiliki risiko abortus dan teratogenik. Prosedur yang dapat dipertimbangkan adalah konisasi, yang dapat menghilangkan lesi prakanker atau kanker mikroinvasif.[4]

Prosedur konisasi adalah pengangkatan sebagian serviks yang berpotensi terkena kanker, sehingga efektif untuk kondisi kanker awal. Risiko konisasi termasuk perdarahan (insiden 5‒10%) dan infeksi (insiden 2‒4%).[5,7]

Jika wanita hamil trimester pertama terdiagnosis kanker serviks stadium IIB atau lebih tinggi, pasien dapat memilih untuk melanjutkan atau mengakhiri kehamilan, tergantung pada prognosis dan keinginan pasien. Suatu penelitian menunjukkan 10 pasien dari total 38 pasien wanita yang terdiagnosa kanker serviks memilih untuk mempertahankan kehamilannya, dan seluruh pasien tersebut dapat mencapai hasil kehamilan yang sukses, dengan pengawasan ketat dan intervensi medis yang tepat.

Hal tersebut menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan tidak mempengaruhi luaran onkologis ibu ataupun meningkatkan komplikasi obstetri. Selain itu, penggunaan kemoterapi neoadjuvan tidak mengancam kesehatan janin. Namun, jika pasien memutuskan untuk mengakhiri kehamilan pada trimester pertama, dapat dilakukan prosedur dilatasi dan kuretase (D&C) atau dilatasi dan evakuasi (D&E).[5,7]

Trimester Kedua:

Pada trimester kedua, pengamatan dan penundaan tindakan sering menjadi pilihan dalam manajemen kanker serviks pada kehamilan. Tindakan ditunggu hingga janin cukup matang untuk dilakukan persalinan preterm yang aman. Selama menunggu ini, pasien dipantau dengan ketat untuk menilai perkembangan lesi kanker serta memonitor pertumbuhan dan perkembangan janin. Selain itu, dimonitor juga kesehatan plasenta.[4,6]

Pemeriksaan tambahan seperti MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi penyebaran kanker tanpa memberikan paparan radiasi kepada janin. Kemoterapi dapat dipertimbangkan untuk menahan perkembangan sel kanker hingga janin cukup matang. Pilihan regimen kemoterapi harus aman bagi janin, seperti cisplatin, yang telah menunjukkan keamanan relatif.[4,6]

Trimester Ketiga:

Pada trimester ketiga, fokus utama adalah mempersiapkan kelahiran bayi. Pasien mungkin membutuhkan histerektomi radikal saat persalinan, jika terjadi perdarahan yang tidak terkontrol pada lesi kanker. Apabila selama persalinan tidak terjadi komplikasi, histerektomi radikal dapat dijadwalkan secara elektif setelah melewati masa nifas 42 hari.

Sementara, kemoterapi dan/atau radioterapi pasca persalinan dapat dimulai atau dilanjutkan untuk memastikan eradikasi sel kanker yang tersisa.[4,5]

Kemoterapi selama Kehamilan

Kemoterapi pada trimester pertama sebaiknya dihindari karena risiko teratogenik yang tinggi.  Sementara, kemoterapi selama trimester kedua dan ketiga relatif aman dengan regimen cisplatin, paclitaxel, dan vincristine, di mana janin harus dipantau secara ketat untuk memastikan tidak ada efek samping serius dari kemoterapi.

Suplementasi khusus yang dapat diberikan selama kemoterapi adalah asam folat, vitamin B12, zat besi, dan kalsium. Pengawasan nutrisi yang ketat dan konsultasi dengan ahli gizi dapat membantu memastikan ibu hamil mendapatkan asupan nutrisi yang adekuat selama menjalani kemoterapi​.[4,5]

Radioterapi selama Kehamilan

Radioterapi biasanya dihindari selama kehamilan karena risiko terhadap janin. Jika sangat diperlukan, tindakan pencegahan harus diambil untuk meminimalkan paparan radiasi pada janin.[4]

Prosedur Pembedahan Kanker Serviks selama Kehamilan

Waktu pembedahan kanker serviks harus dipertimbangkan dengan hati-hati, untuk meminimalisasi risiko pada janin. Berikut adalah rincian lebih detail mengenai pembedahan pada berbagai trimester kehamilan berdasarkan stadium kanker:

Tabel 1. Jenis Pembedahan Berdasarkan Usia Kehamilan

Trimester Kehamilan Jenis Pembedahan Deskripsi dan Pertimbangan
Trimester Pertama Konisasi

●      Lesi prakanker atau kanker mikroinvasif

●      Awal kehamilan untuk menghindari risiko janin

●      Risiko perdarahan dan infeksi

Trimester Kedua Trakelektomi

●      Menghilangkan bagian serviks yang terkena kanker tetapi mempertahankan uterus

●      Kanker stadium awal yang tidak invasif

●      Kesiapan untuk persalinan prematur jika diperlukan

Konisasi

●      Masih bisa dipertimbangkan untuk kanker mikroinvasif

●      Hati-hati untuk menghindari risiko pada janin

Trimester Ketiga Histerektomi

●      Menghilangkan seluruh uterus untuk mencegah penyebaran kanker

●      Kanker stadium lanjut (IIB atau lebih tinggi)

●      Segera setelah persalinan preterm yang aman

Trakelektomi

●      Masih bisa dipertimbangkan pada stadium awal

●      Kesiapan persalinan preterm jika kondisi janin memungkinkan

Sumber: dr. William Alexander, 2024.[4,5]

Koordinasi Manajemen Multidisiplin

Penatalaksanaan kanker serviks pada wanita hamil memerlukan koordinasi yang erat antara berbagai spesialis, yaitu:

  • Dokter Fetomaternal: bertanggung jawab atas pemantauan kehamilan dan persalinan
  • Dokter Onkoginekologi: Mengarahkan pengobatan kanker dan memilih regimen terapi yang sesuai
  • Dokter Neonatologi: Menyiapkan perawatan intensif bagi bayi prematur, jika diperlukan.

Penatalaksanaan kanker serviks pada wanita hamil memerlukan pendekatan individual yang mempertimbangkan berbagai faktor klinis dan personal. Keputusan pengobatan harus dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan dan kesejahteraan ibu dan janin. Kerjasama multidisiplin sangat penting untuk mencapai hasil klinis yang optimal.[4-7]

Harapan Pasien Kanker Serviks pada Kehamilan

Prognosis kanker serviks pada wanita hamil sangat bervariasi, yang dipengaruhi oleh stadium kanker saat diagnosis, trimester kehamilan, dan pilihan terapi. Secara umum, deteksi dini dan pengobatan yang tepat dapat meningkatkan hasil klinis bagi ibu dan janin.[5,7]

Prognosis pada Maternal

Dengan manajemen yang tepat sesuai usia kehamilan, prognosis kanker serviks stadium awal (IA, IB) cenderung lebih baik. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun pasien sekitar 90‒95% pada trimester pertama, 85‒90% pada trimester kedua, dan >90% pada trimester ketiga.

Sementara, prognosis kanker serviks stadium lanjut (IIB atau lebih tinggi) diketahui lebih buruk. Tingkat kelangsungan hidup lima tahun pasien sekitar 60‒70% pada semua trimester kehamilan, tergantung respons terhadap pengobatan​.[5,7]

Prognosis pada Janin

Prognosis janin juga sangat bergantung pada trimester kehamilan saat diagnosis dan pilihan terapi. Pada trimester pertama, risiko keguguran atau komplikasi akibat pengobatan lebih tinggi. Namun, dengan pengobatan yang hati-hati dan pemantauan ketat, sebagian besar janin dapat berkembang dengan baik.[4]

Pada trimester kedua dan ketiga, risiko persalinan preterm meningkat. Namun, saat ini banyak bayi prematur yang bertahan dan berkembang baik dengan perawatan intensif neonatal. Tingkat kelangsungan hidup bayi prematur di trimester ketiga sangat tinggi, yaitu >90%, dengan intervensi medis yang tepat.[4]

Kesimpulan

Kanker serviks pada wanita hamil merupakan kondisi yang kompleks dan memerlukan pendekatan multidisiplin yang cermat, untuk memastikan keselamatan ibu dan janin. Pada trimester pertama, pilihan pengobatan lebih terbatas dan risiko terhadap janin lebih tinggi, sehingga keputusan untuk melanjutkan atau mengakhiri kehamilan harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Pada trimester kedua dan ketiga, pengamatan dan penundaan tindakan sering menjadi pilihan, dengan persiapan untuk persalinan preterm jika diperlukan.

Kemoterapi dapat menjadi pilihan pada trimester kedua dan ketiga, dengan regimen yang relatif aman (seperti cisplatin, paclitaxel, dan vincristine). Suplementasi nutrisi yang tepat untuk mendukung kesehatan ibu dan janin. Pembedahan, seperti konisasi, trakelektomi, dan histerektomi, harus dipertimbangkan dengan hati-hati berdasarkan usia kehamilan dan stadium kanker.

Secara keseluruhan, penanganan kanker serviks pada wanita hamil memerlukan koordinasi yang erat antara berbagai spesialis termasuk onkologis, dokter fetomaternal, dan neonatologis. Dengan pendekatan yang tepat, banyak wanita hamil dengan kanker serviks dapat mencapai hasil kehamilan yang baik dan meningkatkan peluang kelangsungan hidup jangka panjang.

Referensi