Bahaya Merokok pada Wanita Usia Produktif, Ibu Hamil, dan Ibu Menyusui

Oleh :
dr. Monik Alamanda

Merokok telah diketahui berpengaruh buruk terhadap kesehatan wanita usia produktif, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Menurut data Riskesdas pada tahun 2018, sekitar 1% dari wanita yang berusia >10 tahun di Indonesia adalah perokok.[1]

Studi Laksono et al pada tahun 2017 terhadap 86.239 wanita usia subur juga telah mempelajari determinan perokok wanita di Indonesia. Studi ini melaporkan bahwa karakteristik perokok wanita di Indonesia adalah wanita yang bekerja, bertingkat pendidikan dan ekonomi rendah, tidak memiliki asuransi kesehatan, dan beriwayat multipara. Anak yang lahir dari populasi ini juga berisiko merokok di kemudian hari.[1]

Closeup,Asian,Woman,Hand,Smoking,Cigarette,,unhealthy,Lifestyle,Concept

Bahaya Merokok pada Wanita Usia Produktif

Selain penyakit paru dan penyakit kardiovaskular yang sudah banyak diketahui, rokok juga bisa meningkatkan risiko kanker payudara dan kanker serviks pada wanita. Di usia produktif, kebiasaan merokok dilaporkan merupakan salah satu faktor risiko gangguan sistem reproduksi, gangguan siklus menstruasi, dan gangguan fertilitas.[1,2]

Wanita usia produktif yang merokok berisiko tinggi melanjutkan kebiasaan merokoknya saat hamil. Hanya sebagian kecil wanita yang memiliki kebiasaan merokok dilaporkan berhasil berhenti merokok saat hamil. Oleh karena itu, intervensi merokok bukan hanya perlu dilakukan pada ibu hamil tetapi pada seluruh wanita usia produktif.[3]

Bahaya Merokok pada Kehamilan

Rokok dapat meningkatkan risiko berbagai komplikasi kehamilan, seperti kehamilan ektopik, plasenta previa, terhambatnya pertumbuhan fetus, bayi berat lahir rendah, persalinan preterm, hingga abortus dan kematian janin.[1,2]

Kebiasaan merokok dapat mengganggu aliran darah umbilikal. Selain itu, nikotin yang bersifat lipofilik dapat secara bebas melewati plasenta dan masuk ke peredaran darah fetus. Penelitian yang mengukur kadar nikotin dalam cairan amnion dan darah fetus menemukan paparan nikotin yang lebih tinggi pada fetus dibandingkan pada ibu yang merokok. Hal ini tentu berbahaya karena nikotin memiliki efek neuroteratogenik.[1-3]

Apabila berhasil melalui persalinan, bayi dengan ibu yang merokok selama kehamilan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kelainan kongenital seperti cleft lip dan cleft palate. Selain itu, rokok juga diketahui bisa menyebabkan penurunan fungsi paru anak, kelainan neurokognitif, sudden infant death syndrome, obesitas, dan peningkatan risiko adiksi terhadap rokok di kemudian hari.[1-4]

Kehamilan memang dilaporkan bisa menjadi motivasi ibu untuk berhenti merokok. Lebih banyak wanita berhenti merokok pada waktu hamil daripada pada waktu lain dalam hidupnya. Namun, jumlah ini tetap lebih rendah daripada jumlah wanita hamil yang tidak berhenti merokok. Untuk wanita yang berhasil berhenti merokok saat hamil, tingkat relapse setelah melahirkan dilaporkan sangat tinggi.[3]

Studi juga menunjukkan bahwa meskipun ibu berhasil berhenti merokok saat hamil, efek samping rokok tidak berhenti di situ saja. Banyak zat toksin dari rokok dapat terakumulasi di jaringan adiposa dan menetap. Toksin di jaringan adiposa mammae diduga dapat mengganggu laktogenesis yang berpengaruh terhadap ASI.[5]

Bahaya Merokok pada Ibu Menyusui

Menurut studi di Australia, sekitar 7–16% ibu menyusui dilaporkan sebagai perokok. Data ini diperkirakan lebih rendah daripada kejadian sesungguhnya karena tidak semua ibu menyusui melaporkan kebiasaan merokok. Beberapa ibu menyusui melaporkan kesulitan untuk menghentikan kebiasaan merokok meskipun mengetahui bahaya yang dapat ditimbulkan rokok pada saat menyusui.[4]

Pengaruh Rokok pada Kognisi Bayi

Kebiasaan merokok dilaporkan dapat menurunkan produksi ASI dan mempersingkat periode laktasi. Bayi dengan berat badan rendah dan dengan periode menyusui yang lebih singkat diketahui dapat mengalami penurunan kognisi. Nikotin dari rokok dapat diekskresikan secara cepat ke dalam ASI. Konsentrasi nikotin dalam ASI bahkan dapat mencapai kadar yang lebih tinggi daripada dalam serum maternal.[4,5]

Nikotin juga dapat mengubah komposisi lemak dan iodium dalam ASI, meningkatkan kadar ion logam berat seperti cadmium, dan menurunkan kadar antioksidan. Penurunan iodium diperkirakan dapat mengganggu kemampuan kognitif bayi. Namun, hal ini belum dibuktikan lebih lanjut dengan studi pada manusia.[4,5]

Penelitian lain juga menunjukkan anak yang terpapar nikotin melalui ASI mengalami keterlambatan perkembangan reseptor muskarinik. Lambatnya transmisi asetilkolin tersebut berpotensi mengganggu perkembangan kognitif anak.[4]

Pengaruh Rokok pada Asupan Energi Bayi dan Penyakit Metabolik

Selain nikotin, substansi toksin rokok juga mengalami akumulasi di jaringan adiposa kelenjar mammae, sehingga bisa mengganggu laktogenesis dan sintesis lipid. Proses ini menyebabkan penurunan kadar lipid dan rasio PUFA/MUFA (polyunsaturated fatty acid/monounsaturated fatty acid) pada ASI. Kadar protein pada ASI ibu perokok juga lebih rendah. Kondisi ini dapat memengaruhi asupan energi yang diterima bayi.[5]

Penghantaran asam lemak yang tidak seimbang juga memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi, mengubah mikrobiom sistem pencernaan bayi, dan meningkatan risiko disbiosis serta penyakit inflamasi. Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan paparan nikotin pada neonatus dengan dislipidemia dan sindrom metabolik.[5]

Kesimpulan

Kebiasaan merokok dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan wanita usia produktif, ibu hamil, dan ibu menyusui. Pada wanita usia produktif, kebiasaan merokok dapat mengganggu kesehatan reproduksi. Sementara itu, pada ibu hamil, rokok dapat meningkatkan risiko komplikasi, seperti kehamilan ektopik, plasenta previa, berat badan lahir bayi rendah, persalinan prematur, hingga abortus.

Kebiasaan merokok pada wanita hamil juga meningkatkan risiko anak untuk mengalami kelainan kongenital seperti cleft lip dan cleft palate. Selain itu, rokok juga diketahui bisa menyebabkan penurunan fungsi paru anak, kelainan neurokognitif, obesitas, dan peningkatan risiko adiksi terhadap rokok di kemudian hari.

Pada wanita yang menyusui, kebiasaan merokok dilaporkan bisa menurunkan produksi ASI, mempersingkat periode laktasi, dan mengurangi iodium ASI. Kondisi ini bisa mengganggu perkembangan kognisi bayi. Kehamilan dan masa laktasi dapat menjadi motivasi ibu untuk berhenti merokok. Dokter perlu ikut mempromosikan anjuran ini.

Referensi