Kontroversi Kopi secara Medis

Oleh :
dr. Karina Sutanto

Berbagai penelitian masih menunjukkan hasil yang kontroversi terhadap manfaat dan risiko kopi bagi kesehatan. Kopi merupakan salah satu minuman yang paling populer di dunia. Kopi dikonsumsi karena berbagai alasan, termasuk efek stimulasi, manfaat kesehatan terkait fitokimianya, serta rasa dan aromanya.[1-5]

Di Indonesia, konsumsi kopi mengalami peningkatan sebanyak 72,5%, sejak tahun 1990‒2016. Budaya minum kopi di Indonesia terus berkembang, dengan semakin banyaknya orang yang mengonsumsi kopi di rumah dari produk siap minum dan semakin meningkatnya jumlah kedai kopi.

potensi-manfaat-kopi-terkandung-di-tiap-kenikmatan-seruputnya-alodokter

Komponen Bioaktif dalam Kopi

Kafein merupakan komponen dalam kopi yang paling banyak diteliti. Kafein memiliki efek inotropik dan kronotropik jantung, mengontrol tonus vaskular, stimulasi penggerak pernapasan, meningkatkan aliran darah ginjal, serta stimulator kuat sekresi asam lambung dan motilitas gastrointestinal. Baru-baru ini, derivat kafein, yaitu metilxantin juga ditemukan memiliki efek antioksidan. Kadar kafein dalam kopi bervariasi, tergantung pada jenis dan prosesnya.

Di Amerika, kadar standar kafein pada kopi sangrai (roasted coffee) sekitar 85 mg, kopi instan berkisar 60 mg, kopi dekafein berkisar 3 mg, dan satu porsi espresso sekitar 200‒300 mg.[6-8]

Komponen berikutnya adalah asam klorogenat yang merupakan salah satu bentuk polifenol. Asam klorogenat dan derivatnya ditemukan berperan sebagai antioksidan kuat dan antiinflamasi serta menurunkan risiko Alzheimer dan diabetes melitus tipe 2.[6,9]

Kafestol dan kahweol merupakan diterpene yang menunjukkan sifat antikarsinogenik dan hepatoprotektif yang kuat, berdasarkan studi in vitro. Kadar diterpene dalam kopi sangat variatif dan tergantung pada jenis biji kopi, pemanggangan, dan metode persiapan. Kopi yang telah disaring umumnya tidak mengandung komponen tersebut, karena tidak larut dalam air dan tersangkut pada saringan kertas.[6,9]

Bukti Ilmiah tentang Manfaat Kopi

Sinergi antarkomponen dalam kopi diteliti dapat bermanfaat dalam menurunkan risiko berbagai penyakit. Secara umum, konsumi kopi juga telah dikaitkan dengan penurunan mortalitas akibat semua sebab maupun akibat penyebab spesifik, seperti penyakit jantung, stroke, dan kanker ovarium.[10]

Sebuah tinjauan payung oleh Grosso et al mengkaji 127 meta-analisis yang menilai tentang hubungan antara konsumsi kopi atau kafein terhadap kesehatan. Konsumsi kopi berpotensi bermanfaat terhadap berbagai penyakit kronis, termasuk kanker endometrium, kanker prostat, kanker kolorektal, kanker hati; penyakit metabolik, seperti diabetes melitus tipe 2 dan sindrom metabolik; penyakit neurologik, seperti Parkinson, Alzheimer, dan depresi; serta penyakit kardiovaskular.[2]

Efek Kopi terhadap Risiko Kanker

Senyawa fitokimia dalam kopi (diterpenes, melanoidin, dan polifenol) menghambat stres oksidatif terutama saat awal transformasi sel normal menjadi ganas. Kopi terbukti berperan mengatur perbaikan DNA, phase II enzymatic activity, apoptosis, serta efek antiproliferatif, antiangiogenik, dan antimetastasis.[2,6]

International Agency for Research on Cancer (IARC) oleh Loomis et al mengevaluasi ulang karsinogenisitas kopi pada >1.000 studi observasional dan eksperimental. Dalam studi tersebut, konsumsi kopi tidak terbukti dapat menurunkan risiko kanker kandung kemih. Namun, konsumsi kopi dikaitkan dengan penurunan risiko kanker endometrium dan kanker hati.[6]

Beberapa senyawa bioaktif dalam kopi, yakni asam klorogenat dan melanoidin, diduga memiliki peran protektif terhadap kanker, terutama terhadap kanker kolon, sehingga kopi dianggap tidak berpotensi karsinogenik.

Schmit et al meneliti hubungan konsumsi kopi dan risiko kanker kolorektal pada 5.145 kasus dan 4.097 kontrol dari studi Molecular Epidemiology of Colorectal Cancer (MECC). Hasilnya, didapatkan bahwa konsumsi kopi berkaitan dengan penurunan risiko kanker kolorektal hingga 26%.[2,6,11]

Efek Kopi terhadap Hepar

Meta-analisis terbaru oleh Bravi et al menunjukkan bahwa konsumsi kopi dapat menurunkan risiko pengembangan kanker hati sebesar 40%. Dari studi klinis yang dilakukan Machado et al, didapatkan bahwa konsumsi kafein >123 mg per hari dapat menurunkan risiko fibrosis hati. Penurunan kadar enzim hepar dan berkurangnya kemampuan replikasi virus hepatitis C juga dikaitkan dengan konsumsi kopi.[2,6,12]

Penelitian yang dilakukan oleh Chalasani et al mengenai hubungan hepatitis alkoholik akut pada pasien dengan genotipe PNPLA3 dengan konsumsi kopi, didapatkan konsumsi kopi secara teratur dapat melindungi alel PNPLA3 G yang relatif meningkatkan risiko hepatitis alkoholik.[13]

Efek Kopi terhadap Diabetes Mellitus

Floegel et al meneliti hubungan konsumsi kopi dan risiko penyakit kronis, termasuk diabetes mellitus tipe 2 pada 42.659 partisipan yang dikumpulkan selama 8,9 tahun dari European  Prospective  Investigation  into  Cancer and Nutrition (EPIC). Studi ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan terbalik antara konsumsi kopi >4 cangkir (150 mL) per hari dan risiko DM tipe 2.[6,14]

Meta-analisis terbaru oleh Ding et al mengonfirmasi hubungan konsumsi kopi derajat sedang dengan penurunan risiko DM tipe 2. Konsumsi kopi 6 cangkir per hari dibandingkan dengan tidak mengonsumsi kopi atau jarang dan didapatkan dikaitkan dengan penurunan risiko DM tipe 2 sebesar 33%. Penelitian Kempf et al menunjukkan senyawa utama yang memberikan efek protektif adalah asam klorogenat dan derivatnya serta trigonelin.[2,6,14]

Efek Kopi terhadap Sistem Kardiovaskular

Penelitian Rebello et al menunjukkan bahwa kopi memiliki efek antioksidan dan antiinflamasi, meningkatkan disfungsi endotel, dan mengurangi resistensi insulin, sehingga dapat mencegah penyakit kardiovaskular. Penelitian Andersen et al yang melibatkan 41.836 wanita pascamenopause berusia 55–69 tahun menunjukkan bahwa konsumsi kopi mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan inflamasi lain pada wanita pascamenopause.[2,6,14]

Meta-analisis oleh Crippa et al menggunakan 21 studi prospektif dengan 997.464 subjek, menunjukkan bahwa konsumsi kopi berbanding terbalik dengan semua penyebab dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Risiko terhadap penyakit kardiovaskular berkurang, terutama jika konsumsi kopi sebanyak 3-4 cangkir.[6,14]

Dixit S et al meneliti hubungan konsumsi kafein dengan premature atrial contractions (PACs) dan premature ventricular contractions (PVCs), yang dinilai menggunakan elektrokardiografi. Penelitian ini melibatkan 1.388 subjek (46% laki-laki, usia rerata 72 tahun), 840 (61%) mengonsumsi ≥1 produk berkafein per hari, didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna.[15]

Efek Kopi terhadap Sistem Serebrovaskular

Studi oleh Lopez menganalisis data kohort prospektif dari 83.076 wanita selama 24 tahun mengenai hubungan konsumsi kopi dan risiko stroke, didapatkan bahwa tidak ada hubungan bermakna di antara kedua hal ini. Sebaliknya, data menunjukkan bahwa konsumsi kopi dapat mengurangi risiko stroke.[6]

Efek Kopi terhadap Kognitif

Kopi memiliki efek neuroprotektif karena peranannya sebagai antagonis reseptor adenosin yang melepas neurotransmitter dopamine. Selain itu, trigonelin N-methylpyridinium, asam klorogenat, catechol, pyrogallol, dan 5-hydroxytryptamides  meningkatkan calcium signaling dan pelepasan dopamin, serta efek antioksidan dari asam klorogenat juga berperan penting.[2,16]

Studi Barranco et al menunjukkan hubungan terbalik antara konsumsi kopi dan perkembangan penyakit Alzheimer, di mana terdapat penurunan risiko sebesar 27%.

Sejumlah besar penelitian epidemiologi juga melaporkan hubungan in vitro antara konsumsi kafein dan risiko pengembangan penyakit Parkinson. Dalam meta-analisis 26 studi, didapatkan risiko penyakit Parkinson lebih rendah 25% pada individu yang konsumsi kopi terkait efek kafein memblok reseptor adenosin A2 pada otak.[6]

Efek Kopi pada Kesehatan Secara Keseluruhan

Penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2022 berusaha mencari manfaat dan risiko konsumsi kopi jangka panjang. Hou et al mengikuti rekam medis dari 395.539 orang yang mengonsumsi kopi, yang direkrut antara tahun 2006‒2010. Subjek dikategorikan menjadi asupan kopi rendah (<1 cangkir/hari), sedang (1‒3 cangkir/hari), dan tinggi (≥4 cangkir/hari).

Hingga tahun 2020 (pengumpulan data selama 11,8 tahun), ditemukan 31 kondisi medis yang berhubungan dengan asupan kopi tingkat tinggi tetapi 30 di antaranya menunjukkan hubungan terbalik. Studi ini menyimpulkan bahwa kebiasaan konsumsi kopi dikaitkan dengan rendahnya risiko berbagai kondisi medis, terutama pada sistem kardiometabolik dan gastrointestinal, serta yang terkait dengan penggunaan alkohol dan regulasi estrogen.[21]

Bukti Ilmiah tentang Dampak Negatif Kopi

Di samping berbagai manfaat yang telah ditunjukkan, terdapat beberapa dampak negatif yang diselidiki, yang berkaitan dengan senyawa bioaktif didalamnya.

Kualitas dan Durasi Tidur

Penelitian oleh Folmer et al menunjukkan bahwa kafein dapat menyebabkan iritabilitas dan menurunkan kualitas tidur. Akan tetapi, US Department of Agriculture menyatakan bahwa kebiasaan konsumsi kafein hingga 400 mg/ hari tidak menimbulkan efek samping. Meskipun begitu, kadar yang disarankan hanya 100–200 mg kafein per cangkir.[6,16]

Toleransi, Ketergantungan, dan Withdrawal Kafein

Kafein merupakan zat psikoaktif yang dapat menimbulkan toleransi, ketergantungan, dan withdrawal. Pengguna kafein dapat membentuk toleransi parsial, tetapi toleransi ini hanya berlaku untuk efek seperti gugup, cemas, dan peningkatan detak jantung.[6]

Folmer et al dan Nehlig et al meneliti beberapa gejala withdrawal tersering, meliputi sakit kepala, kelelahan, mengantuk, gangguan konsentrasi, depresi,  gelisah, emosional,  ketegangan otot dan tremor, serta mual atau muntah. Umumnya, gejala ini mencapai puncak 20-48 jam setelah kafein terakhir dikonsumsi.[6]

Gastroesophageal Reflux Disease

Penelitian oleh Fehlau dan Netter mengenai hubungan konsumsi kopi dengan gastroesophageal reflux disease (GERD), didapatkan kandungan asam klorogenat, Nβ-alkanoil-5-hydroxytryptamides (C5HTs), dan kafein diduga sebagai penyebabnya. Stimulasi asam lambung akibat konsumsi kopi juga menyebabkan relaksasi otot sfingter esofagus bagian bawah pada beberapa individu.[6]

Mehta et al meneliti mengenai hubungan antara konsumsi minuman (kopi, teh, soda, air putih, susu, dan jus) dengan insidensi GERD yang melibatkan subjek berjumlah 48.308 wanita dengan usia 42–62 tahun. Dari penelitian tersebut, didapatkan konsumsi kopi, teh, atau soda dikaitkan dengan peningkatan risiko gejala GERD.[17]

Penelitian Wei et al pada 1.873 pasien menunjukkan hasil yang sedikit berbeda. Sebanyak 467 pasien (25,4%) dilaporkan mengalami gejala GERD dan 427 pasien (23,2%) mengalami esofagitis pada endoskopi yang berkaitan dengan konsumsi kopi. Akan tetapi, analisis statistik tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara konsumsi kopi dan teh terhadap kondisi tersebut.[18]

Peningkatan Kadar Kolesterol

Studi epidemiologi oleh Urgert et al melaporkan diterpenes, cafestol, dan kahweol dapat mengubah enzim lipid dan memengaruhi kadar kolesterol. Sebuah meta-analisis dari 18 percobaan oleh Jee et al mengenai hubungan konsumsi kopi terhadap kadar kolesterol, didapatkan peningkatan kadar kolesterol pada konsumsi ≥6 cangkir per hari.

Farah et al juga menyatakan konsumsi diterpenes yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan homosistein dan low-density lipoprotein dalam plasma sehingga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.[6,16]

Sistem Reproduksi

Tinjauan literatur oleh Oak Ridge National Laboratory, menyimpulkan konsumsi kafein kronis dengan dosis >200 mg/hari dikaitkan dengan efek pada konsepsi dan reproduksi, seperti konsepsi tertunda dan infertilitas.[16]

Studi meta-analisis Chen et al melaporkan bahwa setiap tambahan 100 mg/ hari kafein akan meningkatkan risiko keguguran sebesar 7%, dibandingkan dengan kelompok yang tidak atau sangat rendah mengonsumsi kafein (0–50 mg/hari selama kehamilan), Selain itu, di antara wanita yang mengonsumsi lebih dari 700 mg/hari, risiko abortus meningkat sebesar 72%.[16,19]

Temuan serupa dilaporkan oleh Li et al, menunjukkan risiko keguguran meningkat 19% untuk setiap tambahan 150 mg kafein yang dikonsumsi per hari dan meningkat 8% untuk setiap tambahan sekitar 200 mg per hari. Studi terbaru menyatakan konsumsi kopi sebelum hamil (≥ 4 porsi/ hari) dikaitkan peningkatan risiko abortus spontan, terutama usia kehamilan 8–19 minggu.[16,20]

Berat Badan Lahir Rendah

Dua studi kohort prospektif melaporkan hubungan dosis asupan kafein selama kehamilan dengan risiko berat badan lahir rendah yang meningkat saat dosis kafein mencapai 200 mg/hari. Sebuah penelitian pada 1.207 wanita hamil juga dilaporkan penurunan asupan kafein hingga 100 mg/ hari pada trimester ketiga kehamilan tidak menurunkan risiko tersebut.[16]

Fungsi Jantung

Marcus et al, pada tahun 2023, melakukan uji coba prospektif, acak, case-crossover untuk mengetahui efek kopi berkafein terhadap kelainan fungsi jantung dan aritmia. Sebanyak 100 orang dewasa dilengkapi dengan perangkat elektrokardiogram (EKG) yang merekam secara terus menerus. Peserta mengunduh aplikasi smartphone untuk mengumpulkan data geolokasi. Uji ini menyimpulkan bahwa konsumsi kopi berkafein tidak menghasilkan kontraksi atrium prematur harian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan menghindari kafein.[22]

Kesimpulan

Secara umum, konsumsi kopi jangka panjang ditemukan memiliki manfaat terhadap kesehatan. Kopi dilaporkan bermanfaat mengurangi risiko berbagai jenis kanker dan penyakit kronis, seperti penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa terdapat diskrepansi yang besar dalam hal jenis kopi, proses pemanggangan, serta zat tambahan seperti gula dan susu yang diteliti. Kebanyakan studi yang ada juga bersifat asosiasi dan tidak dapat menggambarkan hubungan kausal.

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi