Keamanan Minum Kopi Selama Hamil

Oleh :
dr.Kurnia Agustina Sitompul, M.Gizi, Sp.GK

Keamanan mengonsumsi kafein termasuk minum kopi selama hamil telah menjadi perhatian saat ini. Kafein merupakan substansi psikoaktif yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Berdasarkan data National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) 2001–2010, konsumsi kafein pada populasi usia ≥19 tahun di Amerika Serikat mencapai 89%. [1-5]

Peningkatan konsumsi kafein juga ditemukan pada populasi rentan seperti ibu hamil, dan telah terdapat laporan efek negatif pada beberapa penelitian. Walaupun demikian, beberapa komite seperti The American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) dan European Food Safety Authority (EFSA) menyatakan konsumsi kafein dengan derajat sedang tidak dapat dianggap sebagai kontributor utama komplikasi dalam kehamilan, karena keterbatasan bukti penelitian.[1-5]

shutterstock_7739257302-min

Sumber Kafein Selain Kopi

Sumber alami kafein selain kopi adalah teh dan coklat. Kafein juga banyak dicampurkan ke dalam produk sebagai penambah rasa, aroma, serta produk penambah stamina dan energi. Selain itu, kafein juga banyak ditemukan di dalam obat pereda nyeri dan suplemen penurun berat badan.[1,6]

Kandungan kafein dalam makanan sangat bervariasi, misalnya jumlah kafein dalam coklat murni 100% adalah 240 mg/100 g, sedangkan jumlah kafein akan lebih rendah di dalam coklat yang sudah ditambahkan susu dan pemanis. Sumber kafein yang dikonsumsi ibu hamil bervariasi di tiap negara. Sebagai contoh, di Prancis kafein terutama berasal dari minuman soda, sedangkan di negara lain konsumsi kafein sebagian besar berasal dari teh.[1,6]

Sukrasno et al meneliti kandungan kopi komersial di Indonesia.  Hasil penelitian menyebutkan bahwa terdapat 13,04–50,2 mg kafein dalam satu sachet kopi instan, 42,12–128,04 mg kafein dalam satu sajian bubuk kopi komersial, serta 11,81– 159,23 mg kafein dalam satu cup brewed coffee.[7-9]

Farmakokinetik Kafein

Setelah dikonsumsi, kafein (1,3,7-trimethylxanthine) dalam makanan dapat segera diabsorpsi melalui mukosa oral, lambung, dan usus halus. Kemudian masuk ke dalam sirkulasi darah. Namun, konsentrasi kafein dalam plasma sangat dipengaruhi oleh jenis, volume, dan bentuk makanan. Kemudian didistribusikan ke banyak jaringan dan cairan tubuh sehingga kafein dapat mempengaruhi kesehatan.[3]

Kafein dapat melewati membran biologis termasuk plasenta karena sifatnya yang hidrofobik. Kafein akan dimetabolisme di dalam hepar manusia dewasa, dengan bantuan enzim sitokrom P-450 fase I (CYP) terutama CYP1A2. Enzim CYP1A2 merupakan enzim utama dalam kelompok sitokrom P-450, yang diketahui memiliki variabilitas tinggi pada populasi manusia.[3]

Aktivitas enzim tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, genetik, polimorfisme, dan pengaruh lingkungan seperti merokok dan paparan zat kimia. Hasil metabolisme kafein oleh enzim hepar berupa dimethylmonomethylxanthinesdimethyl dan monomethyluric acids, serta uracil. Metabolit ini selanjutnya akan diekskresikan lewat urin.[3]

Perubahan Metabolisme Kafein Saat Hamil

Beberapa perubahan metabolisme kafein terjadi selama kehamilan, mulai dari perubahan aktivitas enzim sitokrom P-450 ibu, memanjangnya waktu paruh kafein selama trimester akhir kehamilan, hingga penurunan laju ekskresi metabolit melalui urin. Selain itu, kelompok enzim sitokrom P-450 juga tidak ditemukan pada janin.[1,3,10]

Berbagai perubahan tersebut menyebabkan peningkatan konsentrasi kafein dalam sirkulasi darah dan cairan amnion. Kadar kafein yang tinggi dalam lingkungan janin tersebut akan memberikan dampak buruk pada perkembangannya.[1,10]

Penelitian pada hewan coba menunjukkan bahwa kafein bekerja sebagai antagonis reseptor adenosin tipe 2A, yang menghambat migrasi pembentukan neuron sebesar 50%. Akibatnya, terjadi keterlambatan pembentukan sirkuit neuron dengan konsekuensi negatif, berupa anak lebih rentan terhadap kejang dan defisit kognitif pada masa dewasa. Kafein juga dikaitkan dengan aktivasi kronis sistem renin-angiotensin yang menyebabkan vasokonstriksi sirkulasi uteroplasenta. Sehingga menyebabkan hambatan aliran nutrisi ke janin.[1,10]

Efek Konsumsi Kafein Terhadap Luaran Kehamilan

Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan efek negatif konsumsi kafein terhadap luaran kehamilan. Studi kohort yang dikenal sebagai The Norwegian Mother and Child Study (MoBa) membagi tingkat konsumsi kafein ke dalam 4 kriteria, yaitu rendah (0–49 mg/hari), sedang (50–199 mg/hari), tinggi (200–299 mg/hari), dan sangat tinggi (≥300 mg/hari).[11]

Berdasarkan analisis terhadap 50943 ibu hamil yang diikuti pada tahun 2002–2008, ditemukan 46% dan 44% ibu mengonsumsi kafein kriteria ringan dan sedang, sedangkan yang mengonsumsi kriteria tinggi dan sangat tinggi masing-masing adalah 7% dan 3%.[11]

Hasil studi menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan konsumsi kafein kriteria rendah, maka konsumsi kafein tinggi dan sangat tinggi berhubungan positif dengan kejadian overweight dan obesitas pada bayi hingga anak berusia 8 tahun (p<0,05). Anak-anak dengan riwayat ibu mengonsumsi kafein >200 mg/hari selama kehamilan, memiliki anak dengan peningkatan berat badan (BB), indeks massa tubuh (IMT), dan kecepatan kenaikan BB lebih tinggi. Dengan demikian, studi ini mendukung rekomendasi bahwa pembatasan konsumsi kafein selama kehamilan adalah <200 mg/hari.[11]

Sebuah metaanalisis oleh Li et al terhadap 26 penelitian (13 case control studies dan 13 cohort study) juga menemukan risiko konsumsi kafein berhubungan dengan dosis kafein yang dikonsumsi selama kehamilan. Setelah menyingkirkan heterogenitas yang dapat menimbulkan bias, maka ditemukan setiap peningkatan konsumsi kafein sebanyak 150 mg/hari akan meningkatkan risiko kejadian abortus sebanyak 21%. Dan setiap penambahan konsumsi kopi 2 gelas/hari maka akan terjadi peningkatan risiko abortus sebanyak 3%.[12]

Selain berhubungan dengan kejadian abortus dan obesitas pada anak, konsumsi kafein juga dinyatakan berhubungan dengan kematian janin saat usia kehamilan >20 minggu, bayi berat badan lahir rendah (BBLR), bayi prematur, dan leukemia akut pada anak. Hasil tersebut berasal dari beberapa jenis penelitian yang bervariasi, yaitu pemberian kafein pada hewan coba maupun penelusuran konsumsi kafein pada ibu hamil. [13]

Hasil bertolak belakang ditemukan pada penelitian oleh Wierzejska et al. Penelitian mengamati 100 ibu yang melahirkan di departemen obstetri, ginekologi, dan onkologi Medical University of Warsaw Polandia selama empat bulan, pada tahun 2014 dan 2015. Rerata konsumsi kafein pada subjek sebesar 68 ± 51 mg/hari, dan tidak ada ibu hamil yang mengonsumsi kafein >300 mg/hari.[9]

Setelah dilakukan analisis, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara konsumsi kafein selama kehamilan dengan antropometri neonatus, termasuk berat badan, lingkar kepala, dan lingkar dada. Namun, penelitian ini tidak menyimpulkan bahwa hasil tersebut berhubungan dengan kadar aman konsumsi kafein, karena terdapat keterbatasan penelitian seperti jumlah subjek, dan kecenderungan konsumsi kafein yang berasal dari teh dan bukan kopi.[9]

Rekomendasi Batas Konsumsi Kafein Selama Hamil

Rekomendasi ACOG, yang telah ditegaskan kembali pada tahun 2020 ini, bahwa konsumsi kafein dalam batas sedang (<200 mg/hari) bukanlah penyebab utama kejadian abortus. Hal sejalan diungkapkan oleh EFSA, yaitu konsumsi kafein hingga 200 mg/hari atau 3 mg/kgBB untuk berat badan dewasa muda 70 kg dinyatakan aman. Sedangkan Royal College of Obstetricians and Gynecologist (RCOG) menganjurkan ibu hamil untuk membatasi konsumsi kafein hingga 200 mg/hari.[4,5,9,14]

Kesimpulan

Kafein merupakan substansi aktif yang banyak terkandung di dalam kopi, teh, coklat, dan kini juga sering ditambahkan ke dalam produk selain makanan. Tingkat konsumsi kafein meningkat di seluruh dunia, termasuk oleh ibu hamil. Hingga saat ini, telah banyak penelitian yang menyatakan efek negatif konsumsi kafein pada kehamilan apabila dikonsumsi dalam kadar sedang atau >150 mg/hari.

Selain itu, juga dapat memberikan efek negatif pada janin jika dikonsumsi >200 mg/hari. Efek negatif tersebut seperti risiko abortus, BBLR, bayi prematur, obesitas anak, hingga leukemia akut. Namun, tetap dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan jumlah subjek lebih besar, metode penelitian lebih baik, serta metode pendataan sumber kafein lebih lengkap untuk mendapatkan hasil lebih akurat.

Sangat penting dalam praktik klinis untuk tetap melakukan edukasi mengenai konsumsi kafein saat hamil. Mengingat kafein terkandung di dalam berbagai jenis produk. Sesuai rekomendasi ACOG, EFSA, dan RCOG, Ibu hamil sebaiknya membatasi konsumsi kafein dari bermacam sumber dengan dosis maksimal 200 mg/hari.

Jika kandungan kafein maksimal sekitar 50 mg/sachet kopi, 130 mg/sajian bubuk kopi komersial, atau 160 mg/cup brewed coffee, maka sebaiknya ibu hamil hanya minum kopi satu kali dalam sehari, dan juga harus mewaspadai asupan kafein lain seperti dari soda, coklat, dan teh.

Referensi