Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • SKP
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Teknik Pemeriksaan Fisik Hidung general_alomedika 2020-09-15T06:57:37+07:00 2020-09-15T06:57:37+07:00
Pemeriksaan Fisik Hidung
  • Pendahuluan
  • Indikasi
  • Kontraindikasi
  • Teknik
  • Komplikasi
  • Edukasi Pasien
  • Pedoman Klinis

Teknik Pemeriksaan Fisik Hidung

Oleh :
dr.Muhammad Ridwan
Share To Social Media:

Teknik pemeriksaan fisik hidung secara umum terdiri dari inspeksi, palpasi, rhinoskopi, dan tes fungi penghidu. Pemeriksaan didahului dengan anamnesis mengenai keluhan yang dialami oleh pasien. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan fisik hidung menyeluruh pada kedua sisi hidung dan sinus paranasal.

Persiapan

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik hidung, anamnesis mengenai keluhan yang dialami pasien perlu dilakukan. Anamnesis yang tajam disertai pemeriksaan fisik dapat menegakkan diagnosis yang tepat.

Pemeriksa perlu melakukan penjelasan kepada pasien mengenai tahapan pemeriksaan yang akan dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan fisik. Selain itu,  pasien perlu mengetahui bahwa pemeriksaan fisik hidung dapat menyebabkan rasa tidak nyaman, namun tidak akan memperparah penyakit pasien.[3,6,7]

Peralatan

Alat yang diperlukan pada pemeriksaan fisik hidung, antara lain:

  • Lampu kepala
  • Spekulum hidung
  • Kaca tenggorok[3,6,7]

Posisi Pasien

Pada pemeriksaan fisik hidung pasien dewasa, pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa, kaki bersilangan dengan kaki pemeriksa.

Pada pasien anak, pasien duduk di pangkuan orang tua. Satu tangan orang tua diletakan pada kening pasien sembari menahan sisi kepala pasien. Tangan yang lain memeluk pasien dengan menahan tangan dan tubuhnya.

Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat hidung. Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan, kira-kira 20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan sudut sekitar 60 derajat.[3,6,7]

Prosedural

Secara umum, prosedur pemeriksaan fisik hidung meliputi inspeksi, palpasi, dan rhinoskopi.[5]

Inspeksi

Pada inspeksi hidung eksternal, hidung seharusnya berbentuk seperti segitiga dan terdiri dari:

  • Pangkal hidung yang merupakan bagian superior dari segitiga
  • Puncak hidung yang merupakan sudut terluar dari segitiga
  • Nares atau lubang hidung
  • Vestibula yang merupakan bagian melebar yang terletak di dalam nares
  • Kolumela yang membagi hidung menjadi dua nares dan bersambungan dengan septum nasi
  • Ala atau sayap hidung

Lakukan inspeksi pada permukaan eksternal hidung dari semua sudut. Normalnya, kulit hidung intak dan berwarna serupa dengan wajah. Kemudian, periksa adanya lesi kulit, misalnya yang menandakan karsinoma sel basal.

Selain itu, periksa juga adanya sekret hidung, nasal flaring, bengkak pada pangkal hidung, epistaksis, indentasi, eritema, penebalan hidung, ataupun asimetri.[5]

Inspeksi Septum Nasal

Inspeksi pada septum nasal dilakukan dengan menyinarkan senter secara langsung dari depan pasien, kemudian memeriksa adanya deviasi. Normalnya, septum nasal berwarna merah muda, berada di midline, dan intak.

Lakukan juga tes transiluminasi pada septum nasal untuk mendeteksi adanya perforasi. Sinari septum pada satu sisi dan lihat sisi di sebelahnya. Cahaya yang menembus septum menandakan adanya perforasi. Penyebab perforasi septum mencakup infeksi, sifilis, tuberkulosis, lupus eritematosus sistemik, penggunaan kokain, dan keracunan kromium.[5]

Inspeksi Sinus Paranasal

Sinus paranasal adalah kelenjar yang terletak pada kranium dan berfungsi memproduksi mukus yang melubrikasi hidung. Terdapat 4 sinus paranasal, yaitu :

  • Sinus frontalis di kening bagian bawah, sedikit di atas dan medial dari mata
  • Sinus maksilaris yang terletak di maksila di dekat dinding samping hidung
  • Sinus ethmoidalis yang terletak antara kedua mata
  • Sinus sphenoid yang terletak di anterior kelenjar pituitari di os sphenoid

Perhatikan tanda-tanda peradangan pada sinus yang menandakan sinusitis, misalnya eritema atau nyeri tekan.[5]

Sekret Nasal

Perhatikan adanya cairan yang keluar dari hidung. Sekret yang bening umumnya menandakan rhinitis alergi atau infeksi virus. Sementara itu, sekret yang purulen umumnya menandakan infeksi bakteri. Pada inspeksi juga bisa terlihat adanya epistaksis yang umumnya jinak dan self limited.

Jika pasien mengalami cedera otak traumatik disertai dengan raccoon eyes dan sekret nasal, curigai adanya fraktur basis kranium.[5]

Palpasi

Palpasi dilakukan pada tulang dan tulang rawan hidung. Palpasi dilakukan dengan menggunakan jari-jari telunjuk mulai dari pangkal hidung sampai apeks untuk mengetahui ada-tidaknya nyeri, massa tumor, atau tanda-tanda krepitasi.

Jika ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi, curigai adanya furunkel vestibulum nasi.[3,6,7]

Rhinoskopi Anterior

Pemeriksaan rhinoskopi anterior dilakukan dengan menggunakan spekulum hidung. Area yang perlu dinilai mencakup vestibulum nasi, konkha inferior, septum hidung, nasofaring, meatus tengah, meatus superior, dan reses sphenoethmoidal. Pemeriksa juga perlu menilai adanya massa seperti polip, pus dari meatus tengah sampai ke reses sphenoethmoidal, atau septum deviasi.

Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior dapat pula dinilai Fenomena Palatum Molle yaitu pergerakan palatum molle pada saat pasien diminta untuk mengucapkan huruf “ i “. Pada waktu melakukan penilaian fenomena palatum molle usahakan agar arah pandang mata sejajar dengan dasar rongga hidung bagian belakang. Pandangan mata tertuju pada daerah nasofaring sambil mengamati turun naiknya palatum molle pada saat pasien mengucapkan huruf “ i ”. Fenomena Palatum Molle akan negatif  bila terdapat massa di dalam rongga nasofaring yang menghalangi pergerakan palatum molle, atau terdapat kelumpuhan otot-otot levator dan tensor veli palatini.

Bila rongga hidung sulit diamati oleh adanya edema mukosa dapat digunakan tampon kapas efedrin yang dicampur dengan lidocaine yang dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk mengurangi edema mukosa.[9,10]

Rhinoskopi Posterior

Pemeriksaan rhinoskopi posterior dilakukan dengan menggunakan kaca khusus untuk menilai koana posterior dan nasofaring. Pada pasien dapat diberi xylocaine 4% dan efedrin 3% untuk memudahkan dalam melakukan pemeriksaan.

Untuk pemeriksaan ini dipakai kaca tenggorok no. 2-4. Kaca ini dipanaskan dulu dengan lampu spiritus atau dengan merendamnya di air panas supaya kaca tidak menjadi kabur oleh napas pasien.

Lidah pasien ditekan dengan spatula lidah, pasien bernapas melalui mulut, kemudian kaca tenggorok dimasukkan ke belakang uvula dengan arah kaca ke atas. Setelah itu pasien diminta bernapas melalui hidung. Perlu diperhatikan kaca tidak boleh menyentuh dinding posterior faring supaya pasien tidak terangsang untuk muntah.  Sinar lampu kepala diarahkan ke kaca tenggorok dan diperhatikan:

  • Septum nasi bagian belakang
  • Nares posterior
  • Sekret di dinding belakang faring (post nasal drip)
  • Dengan memutar kaca lebih ke lateral, akan tampak konka superior, konka media dan konka inferior
  • Evaluasi nasofaring, perhatikan muara tuba, torus tubarius, dan adanya massa di fossa Rossenmuller[9,10]

Tes Fungsi Penghidu

Alcohol Sniff Test (AST) dapat dilakukan sebagai skrining untuk menilai fungsi hidung sebagai organ penghidu. Penderita diminta untuk menutup kedua mata, selanjutnya kapas yang telah diberi alkohol didekatkan perlahan-lahan ke hidung penderita, dimulai 20–30 cm dari mid sternum. Hasil pemeriksaan dapat dikategorikan sebagai normosmik jika pasien dapat menghidu dari jarak > 10 cm dan hiposmik jika dapat menghidu hanya pada jarak 0–10 cm. Pasien dianggap anosmik jika tidak dapat menghidu sama sekali.[9,10]

Referensi

3. Soepardi, E,A, 2011, Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL edisi keenam, FKUI Jakarta.
5. William ME. Examining the Ears, Nose, and Oral Cavity in the Older Patient. Medscape, 2007. https://www.medscape.org/viewarticle/556144_2
6. Nael, Patrick and Robert Gurkov, 2012, Hidung dan Sinus Paranasal dalam Dasar-Dasar Ilmu THT, edisi kedua, EGC
7. Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol Suppl. 2012 Mar(23): 1-29
9. Buku penuntun kerja keterampilan klinik: pemeriksaan fisik telinga hidung dan tenggorok. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makasar; 2015
10. Chainansamit, S., Chit-uea-ophat, C., Reechaipichitkul, W., & Piromchai, P. (2019). The Diagnostic Value of Traditional Nasal Examination Tools in an Endoscopic Era. Ear, Nose & Throat.

Kontraindikasi Pemeriksaan Fisik...
Komplikasi Pemeriksaan Fisik Hidung

Artikel Terkait

  • Efektivitas Asam Traneksamat Topikal untuk Epistaksis pada Pengguna Antiplatelet
    Efektivitas Asam Traneksamat Topikal untuk Epistaksis pada Pengguna Antiplatelet
  • Red Flag Epistaksis
    Red Flag Epistaksis
  • Video Alomedika - Tanda Bahaya Epistaksis
    Video Alomedika - Tanda Bahaya Epistaksis
  • Peran Kauterisasi dalam Tata Laksana Epistaksis Anterior
    Peran Kauterisasi dalam Tata Laksana Epistaksis Anterior
  • Manfaat Asam Traneksamat dalam Manajemen Epistaksis
    Manfaat Asam Traneksamat dalam Manajemen Epistaksis

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
12 Desember 2022
Penanganan apa yang tepat untuk epistaksis - THT the expert
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Izin bertanya dr. Rano Sp. THT-KL untuk penanganan epistaksis anterior apa diperlukan pemberian cairan seperti epi, lidocain dan lainnya di bagian kapasnya...
Anonymous
21 Mei 2022
Cara membuat tampon adrenalin dan lidokain
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, izin bertanya. Bagaimana cara membuat campuran larutan adrenalin 1/5000 dan lidokain 2% untuk mencari sumber perdarahan pada epistaksis...
Anonymous
19 Mei 2022
Tatalaksana epistaksis pada pasien dengan polip hidung - THT Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dr. Indra, Sp. THT. Saya ingin bertanya, pada pasien epistaksis anterior yang memiliki polip nasal, bagaimana penanganannya ya dok? apakah pemberian...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.