Manfaat Konsumsi Probiotik Berdasarkan Bukti Medis

Oleh :
dr.Kurnia Agustina Sitompul, M.Gizi, Sp.GK

Apakah konsumsi probiotik secara rutin penting dan bermanfaat? Pertanyaan ini kerap muncul seiring dengan menjamurnya sediaan probiotik dalam makanan maupun suplemen. Probiotik diketahui dapat memperbaiki disbiosis usus sehingga memberi efek menguntungkan. Mikrobiota usus saat ini dipercaya berperan penting dalam kesehatan, misalnya pada seperti pada diare akibat gastroenteritis, alergi seperti dermatitis atopik, serta gangguan kesehatan jiwa seperti depresi. Hal tersebut telah dibuktikan melalui penelitian medis, mulai dari hewan coba hingga manusia. Namun, hasil penelitian mengenai frekuensi serta dosis probiotik belum konklusif.[1]

Disbiosis Saluran Cerna

Kondisi mikrobiota saluran cerna manusia pada awal kehidupan diketahui sangat berhubungan erat dengan proses kelahiran, proses menyusui, serta konsumsi antibiotik, prebiotik, dan probiotik pasca lahir. Kolonisasi saluran cerna pada bayi umumnya terdiri dari organisme aerobik seperti Enterobacter dan Enterococci, serta organisme anaerobik seperti Bifidobacteria, ClostridiaBacteroides, dan Streptococci. Populasi ini akan berkembang seiring pertambahan usia sehingga menjadi lebih kompleks saat dewasa. Variasi mikrobiota saluran cerna akan berbeda pada setiap orang karena dipengaruhi banyak hal, mulai dari faktor genetik, pola diet sehari-hari, frekuensi defekasi, aktivitas fisik, merokok, dan penggunaan obat-obatan.[1,2]

shutterstock_1241728390-min

Perubahan mikrobiota usus, atau dikenal dengan istilah disbiosis, diketahui akan berpengaruh pada kesehatan manusia. Disbiosis secara bermakna sangat berhubungan dengan kondisi patologis tubuh, seperti obesitas, malnutrisi, penyakit sistemik kronik seperti diabetes melitus, inflammatory bowel disease (IBD), kolitis ulseratif, dan Crohn’s disease. [3]

Probiotik

Probiotik adalah bakteri hidup yang dikelola dalam bentuk dan jumlah memadai, kemudian ditambahkan ke dalam produk makanan tertentu atau menjadi suatu suplemen. Sebagian besar probiotik ditemukan pada yogurt, keju, susu, dan es krim. Bahkan probiotik hadir dalam bentuk suplemen tunggal. Jenis mikroorganisme yang umumnya digunakan sebagai probiotik adalah Bifidobacterium dan Lactobacillus, yang merupakan strain predominan yang ditemukan dalam saluran cerna manusia. [1,4,5]

Efikasi penggunaan probiotik sangat bergantung pada beberapa faktor. Sebaiknya probiotik memiliki sifat sebagai berikut:

  • Mengandung bakteri non patogen dengan jumlah yang memadai
  • Tidak rusak akibat proses pengolahan maupun akibat terkena asam lambung dan asam empedu
  • Dapat melekat pada epitel saluran cerna dan berdiam dalam saluran cerna, walau dalam waktu singkat
  • Memproduksi substansi antimikroba, memodulasi respon imun, dan membantu aktivitas metabolisme dalam tubuh
  • Telah terbukti secara penelitian in vivo dan in vitro memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan[6]

Terdapat beberapa mekanisme kerja probiotik dalam tubuh manusia. Mekanisme utama adalah memperkuat fungsi barier epitel saluran cerna. Selain itu, probiotik juga meningkatkan perlindungan adhesi ke mukosa saluran cerna dengan mencegah adhesi bakteri patogen, berkompetisi dengan mikroorganisme patogen, memproduksi substansi antimikroorganisme, serta memodulasi sistem imun dan produksi short chain fatty acids (SCFAs) dan branched chain fatty acids (BCFAs) yang diketahui penting dalam homeostasis energi enterosit.[5,7]

Manfaat Probiotik Berdasarkan Bukti Medis

Strategi terapi dengan modulasi mikrobiota usus dianggap menjanjikan. Telah dilakukan berbagai penelitian medis terkait manfaat probiotik pada kondisi kesehatan, misalnya pada pasien diare, masalah saluran cerna lainnya, obesitas, penyakit kritis, riwayat alergi, dan gangguan jiwa.

Diare

Efek probiotik terhadap diare dengan berbagai etiologi telah banyak diteliti. Terapi dengan menyertakan probiotik diketahui dapat memperbaiki gejala klinis diare yang disebabkan virus, bakteri, parasit, bahkan diare persisten pada anak. Namun, Szajewska et al, pada European Society for Paediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition Working Group (ESPGHAN WG), telah mempublikasikan rekomendasi terbaru mengenai penggunaan probiotik dan prebiotik dalam manajemen diare akut pada anak. Rekomendasi yang kuat diberikan terhadap penggunaan probiotik Lactobacillus helveticus R0052 dan L. rhamnosus R0011. Sedangkan rekomendasi lemah ditujukan pada penggunaan probiotik strain Saccharomyces boulardii, L. rhamnosus GG, L. reuteri DSM 17938, L. rhamnosus 19070-2, dan L. reuteri DSM 12246.[6,8]

Pemberian probiotik dalam pengobatan diare telah menjadi hal yang sering diteliti. Kini penelitian dikembangkan hingga pemberian sinbiotik. Sebuah studi meta analisis oleh Yang et al, yang mencakup total 34 penelitian dan 4911 pasien, menunjukkan bahwa pemberian probiotik dan sinbiotik menurunkan durasi diare akut 3 hari lebih cepat pada anak dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kelompok Saccharomyces dan Bifidobacterium diketahui lebih efektif apabila dibandingkan dengan Lactobacillus dalam menurunkan durasi diare tersebut. Meta analisis ini juga menemukan bahwa pemberian sinbiotik jauh lebih efektif bila dibandingkan dengan probiotik saja.[9]

Hasil yang sama juga ditunjukkan pada meta analisis dengan subjek penelitian penderita traveler's diarrhea (TD). Dari 158 artikel yang dianalisis, pemberian Saccharomyces boulardii CNCM I-745 menunjukkan penurunan insidensi yang lebih bermakna (RR = 0.79, 95% C.I. 0.72–0.87, p < 0.001), sedangkan L. rhamnosus GG dan L. acidophilus tidak memberikan hasil bermakna (p = 0.16). Penelitian terkait penggunaan probiotik atau prebiotik terhadap prevalensi TD masih terbatas, sehingga masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait strain probiotik lain yang memungkinkan dalam pencegahan TD.[10]

Masalah Saluran Cerna Lain

Efektivitas probiotik dalam gangguan saluran cerna seperti inflammatory bowel disease (IBD), necrotizing enterocolitis (NEC), kolitis ulseratif, Crohn’s disease, dan penurunan risiko kanker kolon juga telah banyak diteliti. Kombinasi probiotik dengan terapi tradisional IBD merupakan manajemen yang paling banyak diteliti, dan menunjukkan hasil probiotik dapat dipakai sebagai terapi pendukung. Sedangkan studi terkait kolitis ulseratif menunjukkan probiotik yang mengandung Lactobacillus, Bifidobacterium, dan Streptococcus dapat menurunkan angka remisi pada anak yang sedang dalam terapi steroid.[11]

Sebuah penelitian meta analisis terhadap 18 randomized controlled trials (RCT) yang melibatkan 4356 perempuan hamil menunjukkan bahwa probiotik menurunkan risiko kematian dan angka kejadian NEC neonatus yang bermakna. Bukti dengan hasil yang sama juga dilaporkan pada penelitian lain dengan subjek perempuan hamil dalam terapi kortikosteroid antenatal. Walaupun demikian, hasil penelitian terkait pemakaian probiotik untuk menurunkan risiko NEC ini masih belum konsisten.[11]

Obesitas

Sebuah meta analisis oleh Borgeraas et al mengumpulkan RCT yang dilakukan antara tahun 1946−2016.  Dari 800 penelitian, hanya 15 yang memenuhi kriteria dengan total subjek penelitian 957 orang (63% perempuan), dan durasi penelitian kurang dari 12 minggu. Pemberian probiotik menunjukkan penurunan berat badan, indeks massa tubuh (IMT), dan persentase lemak apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, efek probiotik terhadap massa lemak ditemukan tidak bermakna. Jenis bakteri yang diteliti mayoritas menggunakan Lactobacillus dan Bifidobacterium.[12]

Penyakit Kritis

Meta analisis oleh Manzanares et al dilakukan terhadap 30 penelitian, dan melibatkan total 2972 pasien. Probiotik dinyatakan berhubungan dengan penurunan infeksi pada pasien dengan sakit kritis, seperti pasien pasca bedah, pankreatitis berat, sepsis, pasca trauma, dan juga berhubungan bermakna dengan penurunan insiden ventilator-associated pneumonia (VAP). Walau demikian, tidak ditemukan efek probiotik terhadap tingkat mortalitas, diare, maupun lama perawatan. Analisis subgroup mengindikasikan perbaikan yang bermakna dengan pemberian probiotik saja bila dibandingkan dengan yang dicampurkan sinbiotik. Meskipun hasil penelitian ini cukup menjanjikan, tetapi hingga saat ini belum terdapat rekomendasi terkait penggunaan probiotik, karena sifatnya masih kontroversial pada pasien sakit kritis sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut.[13]

Riwayat Alergi

Berdasarkan penelitian Tan-Lim et al yang mengikutsertakan 28 strain probiotik, pemberian beberapa kombinasi probiotik dapat mengurangi gejala klinis alergi anak berusia 1 bulan hingga 18 tahun, yang didiagnosis dermatitis atopik. Kombinasi probiotik yang digunakan adalah dari strain Bifidobacterium dan Lactobacillus. Ditemukan bahwa kombinasi strain Mix 1 dan Mix 6 memberikan efek lebih baik apabila dibandingkan dengan plasebo.[14]

Mix 1 terdiri dari strain Bifidobacterium animalis subsp. lactis 43 CECT 8145, Bifidobacterium longum CECT 7347, Lactobacillus casei CECT 9104), dan Lactobacillus casei DN-114001. Sedangkan Mix 6 terdiri dari Bifidobacterium bifidum, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, dan Lactobacillus salivarius. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian probiotik strain tertentu memberikan efek yang baik pada gejala klinis dermatitis atopik anak.[14]

Namun, terdapat efek samping ringan yang dilaporkan seperti infeksi saluran pernafasan, infeksi telinga, konjungtivitis, gastroenteritis, demam, urtikaria, hernia inguinal, masalah gigi geligi, dan gangguan kulit selain atopik. Selain itu, karena kombinasi probiotik selama penelitian dapat berbeda dengan jenis serta dosis yang ada di pasaran, maka masih sulit untuk merekomendasikan probiotik sebagai bagian pengobatan dermatitis atopik anak.[14]

Kesehatan Jiwa

Probiotik dinyatakan memiliki efek menguntungkan terhadap kesehatan jiwa. Hasil dari beberapa penelitian menyatakan bahwa konsumsi probiotik dapat menurunkan gejala depresi, terutama major depressive disorder (MDD). Selain itu, probiotik juga bermanfaat pada individu sehat dengan menurunkan tingkat stress psikologis dan kecemasan. Namun, penelitian terkait penurunan gejala kecemasan ini ditemukan bertolak belakang dengan penelitian Reis et al yang menyatakan probiotik masih belum bermakna dalam menurunkan gejala cemas (p=0.151), walaupun hasil pada hewan coba menunjukkan hasil yang menjanjikan.[15-17]

Rekomendasi Dosis Konsumsi Probiotik

Sampai saat ini belum ada hasil yang homogen mengenai seberapa besar dosis probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan. Penggunaan probiotik yang tergantung dosis sebagian besar tampak dalam penelitian penggunaan probiotik untuk terapi diare akibat antibiotik. Berdasarkan 15 penelitian dengan 10 strain berbeda, probiotik dengan dosis lebih tinggi dari 5x109 memberikan efek lebih baik apabila dibandingkan dengan dosis yang lebih rendah. Dengan demikian, penggunaan probiotik dengan dosis lebih 1010 CFU lebih dianjurkan karena lebih menguntungkan.[18]

Keamanan Konsumsi Probiotik

Walaupun suatu strain probiotik dinyatakan telah teregistrasi sebagai obat atau suplemen, namun tidak selalu menjamin kualitas produknya. Setiap produk perlu didaftarkan di suatu negara, dan rekomendasi ini tentu saja saja berbeda pada setiap negara tergantung pada hasil penelitian yang dijadikan pedoman. Produk probiotik yang dipakai hendaknya diidentifikasi secara tepat mulai tingkat genus, spesies, hingga strain nya.[8]

Umumnya probiotik dinyatakan aman dikonsumsi oleh populasi sehat. Namun, terdapat efek yang perlu diwaspadai pada individu seperti pasien sakit kritis, imunosupresi, prematuritas, gangguan struktur jantung, pasien dengan kateterisasi vena sentral, dan pasien-pasien dirawat di rumah sakit. Komplikasi berat yang perlu diwaspadai yaitu bakteremia atau fungemia, serta translokasi bakteri pada dinding usus. Hal ini telah diperingatkan oleh European Medicines Agency, terutama pada penggunaan S boulardii pada pasien dengan sakit berat dan defisiensi imun yang dapat menyebabkan fungemia.[8]

Kesimpulan

Kondisi mikrobiota saluran cerna manusia dipengaruhi oleh banyak hal, seperti faktor genetik, proses kelahiran, menyusui, konsumsi obat-obatan, pola diet sehari-hari, frekuensi defekasi, aktivitas fisik, dan merokok. Perubahan mikrobiota usus diketahui berhubungan dengan masalah kesehatan, sehingga terapi pendukung menggunakan probiotik dianggap menguntungkan berdasarkan hasil berbagai penelitian. Hingga kini, belum terdapat rekomendasi pasti mengenai dosis probiotik yang harus diberikan pada kondisi sakit, kecuali untuk diare akut yang dipicu antibiotik. Probiotik dengan dosis lebih dari 1010 CFU dikatakan lebih menguntungkan pada anak dengan diare akibat antibiotik tersebut.

Pemakaian probiotik pada individu sehat dinyatakan aman, tetapi tidak ada rekomendasi dosis dan lama konsumsi yang dianjurkan. Anjuran probiotik dalam praktik sehari-hari dapat disesuaikan dengan kondisi klinis pasien, sebaiknya memperhatikan beberapa faktor risiko seperti sakit kritis dan imunosupresi yang dapat menimbulkan efek samping.

 

Penulisan pertama: dr. Hunied Kautsar

Referensi