Penggunaan Probiotik untuk Dermatitis Atopik, Apakah Efektif?

Oleh :
dr.Diah Puspitosari

Efektivitas probiotik untuk pencegahan dan pengobatan eczema atau dermatitis atopik masih belum sepenuhnya dipahami hingga kini. Meskipun mekanisme molekulernya dalam menimbulkan efek anti alergi belum diketahui secara jelas, penggunaannya untuk penanganan dermatitis atopik dilaporkan meningkat.[1,2]

Dermatitis atopik atau eczema merupakan penyakit kulit inflamasi bersifat kronik residif yang paling sering ditemukan terutama pada anak-anak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai efikasi probiotik untuk menghambat peran bakteri dalam patogenesis atau eksaserbasi dermatitis atopik.[2,4]

Baby,Has,An,Allergic,Reaction,To,The,Face,,Skin,Rashes

Mekanisme Terjadinya Dermatitis Atopik dan Peran Mikrobioma

Meski belum sepenuhnya dimengerti, faktor genetik, lingkungan, dan imunologis dinilai berperan dalam etiopatogenesis dermatitis atopik yang kompleks dan multifaktorial. Kegagalan fungsi barier kulit dan komposisi mikrobioma kulit maupun intestinal juga menjadi faktor yang saling berinteraksi satu sama lain dalam patogenesis penyakit ini.[1,2,4,5]

Peran Mikrobioma Intestinal dalam Kesehatan

Mikrobioma intestinal adalah sejumlah besar mikroorganisme yang hidup dalam intestinal manusia dan dapat memberikan manfaat termasuk memberikan perlindungan terhadap patogen eksternal serta menginisiasi respons imun protektif.[6]

Proses induksi inflamasi atau penyakit autoimun pada organ yang terletak jauh dari intestinal termasuk kulit, dapat terjadi karena perubahan mikrobioma intestinal. Mikrobioma intestinal memiliki sejumlah fungsi biologis dan metabolik yang akan memicu inflamasi apabila keseimbangannya terganggu.[4–6]

Jenis Mikrobioma yang Mengalami Gangguan pada Pasien Dermatitis Atopik

Berbagai studi menunjukkan sebagian besar pasien dermatitis atopik mengalami gangguan mikrobioma intestinal seperti adanya peningkatan Escherichia coli, Clostridium difficile, dan Staphylococcus aureus.[2,4]

Pada pasien dermatitis atopik juga dilaporkan mengalami penurunan mikroba menguntungkan seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium. Sebuah penelitian menunjukkan terdapat penurunan jumlah koloni Bifidobacterium dan keragaman mikroflora pada masa kanak-kanak pasien dermatitis atopik yang berhubungan dengan aktivitas Imunoglobulin (Ig) E.[2,4,6]

Metabolit Lactobacillus maupun Bifidobacterium diyakini mampu menekan ekspresi Th2 yang berhubungan dengan aktivitas sitokin proinflamasi. Kedua mikrobioma intestinal ini dapat mempengaruhi metabolisme host dengan mengatur komposisi asam lemak jaringan.

Mikrobiom spesies Lactobacilli dan Bifidobacteria menghasilkan isomer konjugasi asam linoleat yang memiliki kemampuan imunomodulasi, sehingga menurunkan sitokin-sitokin proinflamasi. Pada intestinal pasien dermatitis atopik, penurunan jumlah mikrobioma yang menghasilkan asam lemak rantai pendek ini akan menyebabkan produksi sel T regulator yang tidak adekuat  dan meningkatkan inflamasi.[2,4,5]

Studi Penggunaan Probiotik sebagai Terapi Dermatitis Atopik

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang menurut berbagai studi dapat memberikan manfaat bagi host apabila dikonsumsi dalam jumlah yang adekuat. Probiotik berperan pada host dengan cara mengatur keseimbangan mikrobioma intestinal dan menekan patogen, memperbaiki barier intestinal, serta berperan sebagai imunomodulator. Kondisi ini diduga dapat menurunkan fenomena alergi dan derajat keparahan pada pasien dermatitis atopik.[2,5]

Lactobacilli, Bifidobacterium, atau kombinasi keduanya merupakan jenis probiotik yang banyak digunakan untuk penelitian pada pasien dermatitis atopik. Probiotik tersebut harus layak untuk dikonsumsi, bersifat non patogenik dan non toksik. Selain itu, rasa maupun teksturnya tidak boleh berubah dan harus bertahan dalam konsentrasi yang cukup hingga waktu dikonsumsi.[1,5]

Terkait efek samping, tidak ada bukti yang menyatakan bahwa probiotik tidak aman, akan tetapi laporan dari penelitian non RCT menyatakan adanya risiko efek samping berupa sepsis dan bowel ischemia.[3,5]

Studi Telaah Jurnal Sistematis oleh Disamantiaji et al.

Terdapat sebuah jurnal review sistematis oleh  Disamantiaji et al. pada tahun 2020 yang melibatkan 5 penelitian randomized controlled trial (RCT) terkait penggunaan probiotik sebagai terapi dermatitis atopik pada anak. Empat penelitian menggunakan probiotik dari spesies Lactobacillus dan 1 penelitian menggunakan Bifidobacterium. Sebanyak 4 dari 5 studi tersebut menyatakan tidak adanya perbaikan klinis yang bermakna setelah penggunaan probiotik.

Berdasarkan studi oleh Disamantiaji et al. ini, penggunaan probiotik juga  tidak memperlihatkan perbaikan derajat keparahan berdasarkan Severity Scoring of Atopic Dermatitis (SCORAD) secara bermakna.  Sehingga, pemberian suplemen probiotik untuk menurunkan derajat keparahan dermatitis atopik pada anak dinyatakan tidak memberikan perbedaan klinis dibandingkan dengan terapi standar.[7]

Studi Meta Analisis oleh Makrgeorgou et al.

Sebanyak 39 penelitian RCT yang melibatkan 2599 subjek dari berbagai kelompok usia, jenis kelamin, dengan kategori dermatitis atopik ringan hingga berat dirangkum dalam sebuah studi meta analisis oleh Makrgeorgou et al. pada tahun 2018.[3]

Lama terapi bervariasi mulai dari 4 minggu hingga 6 bulan dengan durasi pengamatan selesai pengobatan bervariasi dari 0 hingga 36 bulan. Probiotik yang banyak digunakan dalam penelitian-penelitian ini berasal dari spesies Lactobacillus dan Bifidobacterium.

Bukti menunjukkan bahwa pemberian probiotik tidak atau hanya sedikit memberikan perbaikan gejala dermatitis atopik, demikian pula terhadap kualitas hidup. Data derajat keparahan dermatitis berdasarkan SCORAD memperlihatkan adanya penurunan derajat keparahan dermatitis atopik minimal dengan pemberian probiotik yakni sebanyak 3,91 poin dari skala 0 hingga 103 (95% CI ‐5.86 to ‐1.96; low‐quality evidence). Namun, secara klinis temuan ini cenderung dinilai tidak bermakna.[3]

Probiotik untuk Pencegahan Dermatitis Atopik

Anania et al. melakukan analisis terhadap sebanyak 28 penelitian terkait penggunaan probiotik untuk pencegahan dermatitis atopik pada anak. Sebagian besar peneliti menggunakan probiotik yang mengandung Lactobacillus dan Bifidobacterium, meskipun ada pula yang menggunakan probiotik kombinasi dengan spesies lain seperti Propionebacterium atau Saccharomyces. Probiotik untuk pencegahan dermatitis atopik disarankan diberikan pada ibu di masa kehamilan, serta pada anak di bulan pertama kehidupan.

Pemberian probiotik pada berbagai penelitian dalam meta analisis oleh Anania et al. tersebut dinilai dapat menurunkankan derajat keparahan dermatitis atopik. Ada pula peneliti yang menilai bahwa pemberian probiotik, terutama yang mengandung Bifidobacterium dapat menurunkan insidensi dermatitis atopik karena efek pencegahannya. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan potensi manfaat probiotik meskipun sulit untuk dibandingkan mengingat adanya perbedaan jenis probiotik, dosis, dan waktu pemberian serta lama pengamatan.[2]

Meskipun belum terdapat cukup bukti yang kuat terkait probiotik untuk pencegahan dermatitis atopik, namun telah banyak klinisi menyarankan penggunaannya. World Allergy Organization (WAO) pun telah menyetujui penggunaan probiotik untuk pencegahan dermatitis atopik, yakni pada ibu hamil yang berisiko memiliki anak alergi, pada ibu menyusui anak yang berisiko mengalami alergi, serta pada bayi dengan risiko mengalami alergi.[1,2,9]

Rekomendasi WAO tersebut bersifat kondisional dan didukung oleh bukti klinis berkualitas rendah. Oleh karena itu, sasih diperlukan penelitian lebih lanjut agar mendukung bukti ilmiah yang telah ada saat ini sebelum pemberian probiotik secara rutin direkomendasikan.[1,2,9]

Rekomendasi Dosis dan Waktu Pemberian Probiotik untuk Dermatitis Atopik

Beberapa penelitian memperlihatkan adanya penurunan SCORAD pada pasien dermatitis atopik anak yang diberikan probiotik. Dalam beberapa penelitian tersebut, terlihat adanya penurunan SCORAD sebesar rata-rata 3,07 hingga 8,7 poin. Namun, data yang jelas terkait kapan sebaiknya probiotik diberikan serta jenis probiotik apa yang paling efektif, dinilai masih belum jelas.[6]

Studi Meta Analisis oleh Sun et al.

Studi meta analisis oleh Sun et al. pada tahun 2021 terhadap 9 uji klinis acak terkontrol plasebo buta ganda mengevaluasi manfaat pemberian probiotik campuran Lactobacillus  dan Bifidobacterium pada sebanyak 2093 bayi berusia di bawah usia 3 tahun. Hasil studi ini menunjukkan manfaat pencegahan dermatitis atopik dibanding pada kelompok plasebo.

Analisis menunjukkan efek pencegahan dermatitis atopik lebih signifikan bila diberikan pada awal kehamilan dibanding bila diberikan pada bayi yang telah lahir (RR = 0.59; p < 0.001). Selain itu, peneliti mengungkapkan bahwa dosis harian probiotik sebanyak  ≤ 1 × 109 dan > 1 × 109 CFU efektif dalam menurunkan insiden dermatitis atopik (p < 0.01).[10]

Studi Meta Analisis oleh Panduru et al.

Berdasarkan meta analisis oleh Panduru et al., pemberian probiotik akan bersifat protektif bila diberikan sejak bayi masih dalam kandungan, terutama pada beberapa minggu akhir masa kehamilan dan dilanjutkan sampai sebulan pertama kehidupan bayi. Jenis probiotik yang digunakan meta analisis tersebut bervariasi antara lain Lactobacillus reuteri, Lactobacillus rhamnosus, dan Lactobacillus acidophilus.[8]

Studi Meta Analisis oleh Rusu et al.

Analisis terhadap sejumlah artikel penelitian oleh Rusu et al. pada tahun 2019 menyimpulkan bahwa dosis dan waktu optimal untuk memperoleh manfaat optimal pemberian probiotik masih belum dapat ditentukan. Meskipun begitu, sebagian besar data RCT dan meta analisis menyatakan bahwa perlu sedikitnya pemberian probiotik selama 8 minggu untuk mengurangi derajat keparahan dermatitis atopik.[5]

Rusu et al. juga menambahkan, untuk memberikan efek pencegahan dermatitis atopik terbaik, penggunaan probiotik disarankan sesuai penilaian kondisi disbiosis seseorang. Sebagai contoh, untuk pasien bayi, pemberian probiotik yang mengandung Lactobacillus dinilai dapat menurunkan derajat keparahan dermatitis atopik.[5]

Sementara pada anak-anak, pemberian probiotik dengan kandungan Lactobacillus atau campuran dengan spesies lain seperti Bifidobacterium lebih menunjukkan efek penurunan derajat keparahan dermatitis atopik pada derajat sedang-berat.[5]

Strain Bifidobacterium yang dilaporkan memberikan manfaat adalah Bifidobacterium breve, Bifidobacterium bifidum dan Bifidobacterium longum. Sementara strain Lactobacillus yang diteliti dalam studi meliputi Lactobacillus fermentum, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei and Lactobacillus salivarius.[5]

Kesimpulan

Berbagai penelitian tentang efektivitas probiotik untuk dermatitis atopik memberikan hasil yang bervariasi. Sejumlah penelitian menyatakan tidak ada atau sedikit perbedaan gejala dermatitis atopik, kualitas hidup, maupun derajat keparahan pasien yang mendapat probiotik. Sementara itu, sebagian penelitian lain memperlihatkan penurunan derajat keparahan.

Efek samping pemberian probiotik dinilai minimal, akan tetapi perbedaan bukti klinis terkait efektivitas probiotik untuk pencegahan dermatitis atopik masih menimbulkan berbagai pertanyaan terkait dosis, waktu yang tepat untuk memulai pemberian, serta lama pemberiannya untuk hasil yang optimal.

World Allergy Organization (WAO) telah menyetujui penggunaan probiotik untuk penanganan dermatitis atopik yakni pada ibu hamil yang berisiko memiliki anak alergi, pada ibu menyusui anak yang berisiko mengalami alergi, serta pada bayi dengan risiko mengalami alergi.

Mengingat bukti klinis yang ada masih terbatas, masih diperlukan penelitian lebih lanjut sehubungan dengan efektivitas probiotik baik itu untuk pengobatan maupun pencegahan dermatitis atopik. Selain itu, perlu juga dinilai faktor keamanannya sebelum merekomendasikan penggunaan probiotik secara rutin.

Referensi