Penatalaksanaan Urolithiasis
Penatalaksanaan urolithiasis diberikan bergantung pada presentasi klinisnya. Pilihan penatalaksanaan mencakup tata laksana medis konservatif, medikamentosa, intervensi medis, dan bedah.[1,10]
Konservatif
Penatalaksanaan lini pertama yang diberikan pada urolithiasis dengan nyeri kolik adalah hidrasi, analgesik, dan antiemetik.
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti metamizole dipyrone dapat diberikan dengan dosis oral tunggal maksimum 1000 mg dan dosis harian total sampai dengan 5000 mg. Pilihan analgesik lain adalah paracetamol dan natrium diklofenak. Golongan opioid dapat menjadi pilihan untuk nyeri derajat berat atau yang refrakter.
Selain itu, pada pasien dengan keluhan mual dan muntah dapat diberikan antiemetik seperti ondansetron, metoklopramid, atau promethazine.[1,10]
Medikamentosa
Ukuran batu berkontribusi terhadap keluarnya batu secara spontan. Sekitar 86% batu akan keluar secara spontan dalam 30-40 hari.
Medical expulsive therapy (MET) dapat dipilih pada pasien dengan ukuran batu yang kecil dan tidak ada komplikasi. MET harus dihentikan jika terjadi komplikasi berupa infeksi, nyeri yang refrakter, dan penurunan fungsi ginjal. [1,10]
Indikasi untuk pemberian MET adalah batu dengan besar 5–10 mm. Regimen yang umum digunakan antara lain:
Alpha-blocker: direkomendasikan untuk ekspulsi batu ureter bagian distal. Contohnya tamulosin, terazosin, dan doxazosin
-
Calcium channel blocker: nifedipine extended release
- Kortikosteroid sebagai monoterapi atau kombinasi dengan alpha-blocker: prednison, methylprednisolone
Phosphodiesterase-5 inhibitors: tadalafil[8,10,17,18]
Intervensi Medis
Ukuran batu yang besar atau presentasi klinis yang konsisten dengan gagal ginjal akut, oliguria, anuria, systemic inflammatory response syndrome (SIRS), atau hanya memiliki satu ginjal, kemungkinan akan perlu intervensi segera.[1]
Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL)
Extracorporeal Shockwave Lithotripsy (ESWL) adalah teknik minimal invasif menggunakan energi gelombang suara yang tinggi untuk memecah batu menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil agar dapat keluar melalui urine. Indikasinya adalah batu ukuran ≤ 2 cm yang terdapat di pelvis, kaliks atas dan tengah. Cedera jaringan renal, perdarahan, dan sisa fragmen batu menjadi komplikasi yang dapat terjadi.[1,16]
Flexible Ureteroscopy (URS)
Flexible Ureteroscopy (URS) adalah metode intervensi menggunakan endoskopi melalui traktus urinarius bagian bawah ke dalam ureter dan kaliks untuk visualisasi dan pengambilan batu. Metode ini menjadi pilihan yang baik untuk lower pole stones ukuran 1,5-2 cm dan pada pasien yang mengonsumsi antikoagulan atau antiplatelet.[1,16]
Pembedahan
Menurut pedoman American Urological Association (AUA), indikasi dilakukannya pembedahan, antara lain:
- Batu ureter > 10 mm
- Batu ureter distal tanpa komplikasi ≤ 10 mm yang tidak keluar secara spontan setelah 4–6 minggu
- Batu ginjal yang menimbulkan obstruksi
- Gejala simptomatik dengan penyebab lain yang telah disingkirkan
- Pasien anak dengan batu ureter yang gagal terapi sebelumnya
- Kehamilan dengan batu ureter atau ginjal yang gagal sembuh setelah observasi[8]
Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)
Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) adalah Modalitas lain untuk fragmentasi dan ekstraksi batu dengan membuat insisi di belakang dan dilatasi menggunakan nefroskop untuk akses batu pada renal pyelocalyceal system dan ureter proksimal. Indikasi dilakukan PCNL antara lain batu ukuran > 2 cm di pelvis renal atau kaliks, batu multipel, dan kontraindikasi terhadap ESWL dan URS.[1,16]
Operasi Laparoskopi
Laparoskopi untuk urolithiasis membutuhkan 3-4 sayatan. Tindakan ini diindikasikan pada kasus urolithiasis terkait kelainan renal atau komplikasi lain dimana teknik minimal invasif tidak dapat dilakukan.[16]
Operasi Terbuka
Nefrostomi terbuka semakin jarang dilakukan karena memerlukan sayatan tunggal besar untuk akses batu, sehingga memiliki risiko komplikasi lebih besar. Komplikasi dapat berupa perdarahan, nyeri berlebihan, dan pemanjangan durasi rawat inap dan pemulihan. Umumnya, tindakan ini dilakukan pada kasus sulit, pasien obesitas, atau tidak terdapat pilihan modalitas lain.[8,16]