Kolik Renal Mereda Bukan Tanda Hilangnya Batu Ginjal

Oleh :
dr. Hunied Kautsar

Meredanya kolik renal sering kali dijadikan penanda hilangnya batu ginjal dari saluran kemih melalui spontaneous passage. Namun, pada pasien yang tidak melihat keluarnya batu ginjal secara langsung ketika buang air kecil, hal ini belum tentu benar.

Obstruksi saluran kemih oleh batu ginjal merupakan salah satu penyebab pasien mencari pertolongan ke unit gawat darurat karena adanya nyeri yang tajam dan sangat tidak nyaman. Nyeri tajam biasanya dirasakan di daerah abdomen, yakni di bawah tulang iga (flank pain).

Muscle,Pain,In,Asian,Woman,And,She,Use,Hand,Touching

Bila nyeri menyebar ke daerah selangkangan (groin area) dan disertai mual, muntah, dan hematuria mikroskopik, nyeri diduga kuat sebagai kolik renal yang disebabkan oleh tersumbatnya saluran kemih oleh batu ginjal.

Untuk menegakkan diagnosis batu ginjal, dokter perlu melakukan anamnesis keluhan secara komprehensif dan menanyakan riwayat batu ginjal sebelumnya. Dokter juga melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan penunjang dapat berupa USG yang diutamakan untuk ibu hamil dan anak, radiografi Kidneys-Ureters-Bladder (KUB), dan computed tomography tanpa kontras (non-contrast CT).[1]

Keluarnya Batu Ginjal Secara Spontan

Salah satu tata laksana batu ginjal adalah observasi dan terapi medikamentosa untuk mengendalikan nyeri (medical expulsive therapy). Observasi dan medikamentosa untuk mengendalikan nyeri dapat dilakukan jika tidak ada tanda-tanda sepsis dan tidak ada penurunan fungsi ginjal. Selama observasi, diharapkan batu ginjal akan dapat keluar dengan sendirinya bersama dengan air kemih (spontaneous passage).[1]

Salah satu faktor yang memengaruhi spontaneous passage adalah ukuran batu ginjal. Hasil penelitian yang diadakan di suatu institusi di Korea menyatakan bahwa 88,7% batu ginjal dengan ukuran <6 mm dapat mengalami spontaneous passage, sementara 57,5% batu ginjal dengan ukuran >6 mm dapat mengalami spontaneous passage.[2]

Selama masa observasi, pasien diharapkan untuk terus memantau gejala nyeri dan memantau keluarnya batu ginjal saat buang air kecil. Kolik renal yang mereda atau gejala nyeri yang hilang sering dihubungkan dengan spontaneous passage. Namun, penelitian Hernandez, et al. menyatakan bahwa kolik renal yang mereda tidak bisa dijadikan tanda spontaneous passage.[3]

Dalam penelitian Hernandez, et al. terhadap 52 pasien dengan diagnosis batu ginjal yang memiliki rata-rata ukuran batu 4,2 ± 2,2 mm (axial stone) dan 4,9 ± 2,4 mm (coronal stone), terdapat 14 pasien yang mengalami persistensi batu ginjal.[3]

Melalui penelitiannya, Hernandez, et al. menyimpulkan bahwa hilangnya gejala nyeri tidak dapat menjadi tanda telah terjadinya spontaneous passage, terutama pada pasien yang tidak memiliki bukti fisik saat follow-up. Hernandez, et al. menyimpulkan bahwa kelompok pasien tersebut memerlukan pemeriksaan penunjang berupa USG, radiografi KUB, atau CT tanpa kontras untuk memastikan tidak ada persistensi batu ginjal.[3]

Namun, penelitian Hernandez, et al. ini adalah suatu pilot study dengan jumlah subjek yang sedikit. Metodologi yang digunakan juga merupakan kohort retrospektif, sehingga bias masih mungkin terjadi. Studi dengan jumlah subjek lebih banyak dan metodologi lebih baik masih diperlukan untuk konfirmasi.[3]

Obstruksi Saluran Kemih Akibat Batu Ginjal yang Tidak Disadari

Pasien batu ginjal yang sudah tidak merasa nyeri tetapi tidak melihat secara langsung batu ginjal keluar bersama urine ketika buang air kecil memiliki risiko untuk mengalami silent obstruction atau silent ureteral stones. Silent ureteral stone didefinisikan sebagai kasus batu yang tidak menunjukkan gejala subjektif ataupun gejala spesifik saat USG, radiografi KUB, atau CT tanpa kontras.[4]

Boyce, et al. mengadakan penelitian untuk mengetahui prevalensi silent ureteral stone. Penelitian melibatkan 5.047 pasien dewasa yang tidak menunjukkan gejala urolithiasis. Pengambilan gambar dilakukan dengan CT tanpa kontras berdosis rendah. Hasil studi menunjukkan bahwa prevalensi urolithiasis asimtomatik adalah 7,8% (395 dari 5.047) dengan ukuran rata-rata batu ginjal sebesar 3,0 mm.[4]

Walaupun jarang terjadi, silent obstruction atau silent ureteral stones bisa menyebabkan kerusakan dan penurunan fungsi ginjal yang signifikan serta hidronefrosis.[5]

Suatu laporan kasus juga melaporkan adanya seorang wanita dengan keluhan utama anuria tanpa kolik renal, yang kemudian diketahui menderita obstruksi uretra bilateral akibat batu ginjal. Oleh sebab itu, keluhan kolik renal sebaiknya tidak dijadikan penanda keberadaan batu di saluran kemih.[6]

Kesimpulan

Pada pasien batu ginjal, keluhan kolik renal yang mereda sering dijadikan tanda telah terjadinya spontaneous passage. Namun, pada pasien yang tidak melihat batu ginjal keluar secara langsung saat buang air kecil, pemeriksaan penunjang berupa pencitraan saat follow-up mungkin diperlukan untuk konfirmasi.

Pasien yang sudah tidak merasa nyeri selama >72 jam tetapi tidak memiliki bukti fisik ketika follow-up berisiko mengalami silent ureteral stones. Pencitraan ketika kelompok pasien ini menjalani follow-up penting dilakukan untuk menghindari komplikasi akibat obstruksi saluran kemih. Keberadaan kolik renal ataupun redanya kolik renal sebaiknya tidak dijadikan penanda keberadaan batu saluran kemih.

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi