Perbandingan Metode Entri Laparoskopi

Oleh :
dr. Sonny Seputra, Sp.B, M.Ked.Klin, FINACS

Hingga saat ini, tidak ada konsensus yang jelas mengenai metode terbaik untuk memasukkan laparoskopi ke dalam rongga peritoneum. Laparoskopi banyak digunakan dalam praktek kedokteran untuk tujuan diagnostik dan terapeutik. Namun, prosedur laparoskopi tidak bebas dari risiko. Komplikasi yang timbul dari pembedahan laparoskopik umumnya terjadi ketika ahli bedah mencoba mendapatkan akses ke rongga peritoneum. Komplikasi yang mengancam jiwa termasuk cedera visera (misalnya usus dan kandung kemih) atau pembuluh darah (misalnya pembuluh darah dinding anterior abdomen dan pembuluh darah mayor dalam abdomen).[1,2]

Insiden perforasi dinding usus diperkirakan sekitar 0,5%, sedangkan insiden cedera pembuluh darah diperkirakan 0,01-1,0%. Selain itu, ada juga komplikasi lainnya yang terkait dengan masuknya port laparoskopi, seperti infeksi pascaoperasi, emfisema subkutan, insuflasi ekstraperitoneal, dan hernia pada trocar-site.[2,3]

Terdapat dua metode untuk entri laparoskopi dengan tujuan membuat pneumoperitoneum, yaitu teknik tertutup dan teknik terbuka. Meskipun tidak ada konsensus mengenai metode terbaik untuk mendapatkan akses ke rongga peritoneum untuk membuat pneumoperitoneum, teknik tertutup dengan menggunakan jarum Veress adalah teknik yang paling sering digunakan.[2]

laparoscopy

Entri Laparoskopi dengan Teknik Tertutup

Entri laparoskopi dengan teknik tertutup dibagi menjadi dua teknik. Teknik tertutup pertama merupakan teknik yang dipresentasikan oleh Veress pada tahun 1938. Teknik ini dilakukan dengan insersi jarum Veress (jarum yang dilengkapi dengan obturator pegas) ke dalam rongga peritoneum, diikuti oleh insuflasi gas dan insersi trokar (instrumen tajam, berujung runcing dengan kanula). Akhirnya, laparoskop dilewatkan melalui trokar setelah obturator dilepas. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa teknik insersi jarum Veress sangat disukai oleh para ahli bedah di seluruh dunia.[4,5]

Teknik tertutup kedua dilakukan dengan insersi trokar secara langsung ke dalam rongga peritoneum (direct trocar), diikuti oleh inspeksi laparoskopi, dan kemudian insuflasi gas. Manfaat potensial dari masuknya trokar secara langsung adalah waktu operasi yang lebih singkat, identifikasi segera terhadap cedera usus atau pembuluh darah, dan dapat segera diketahui bila laparoskop gagal masuk.[6,7]

Entri Laparoskopi dengan Teknik Terbuka

Entri laparoskopi dengan teknik terbuka dibagi menjadi teknik terbuka tradisional dan sayatan tunggal. Entri laparoskopi dengan teknik terbuka tradisional pertama kali dipresentasikan oleh Hasson pada tahun 1971. Teknik ini dilakukan dengan membuka peritoneum secara tajam, diikuti oleh insersi trokar tumpul di bawah visualisasi secara langsung, insuflasi gas, kemudian insersi laparoskop. Manfaat potensial dari teknik ini termasuk pencegahan cedera usus dan vaskular, emboli gas, dan insuflasi ekstraperitoneal.[5]

Operasi laparoskopi dengan sayatan tunggal (Single Incision Laparoscopic Surgery/ SILS) dirancang dengan tujuan mengurangi sifat invasif dari teknik entri laparoskopi terbuka tradisional. Bedah Laparo-endoskopi situs tunggal (Laparo-Endoscopic Single Site/LESS) merupakan istilah umum lain yang sering digunakan secara bergantian dengan SILS, namun belum  ada ketetapan nama yang digunakan secara universal.

Teknik SILS/LESS adalah teknik terbuka yang melibatkan sayatan berukuran 12 mm intraumbilikal tunggal dengan umbilikus ditarik keluar, mengekspos fascia. Pneumoperitoneum dibuat dengan memasukkan trokar ke dalam abdomen secara atraumatik. Trokar kedua dan ketiga dimasukkan ke kiri dan kanan trocar pertama tanpa sayatan tambahan dan dimasukkan secara berdekatan untuk menghindari kebocoran gas karbon dioksida. Keuntungan dengan teknik ini adalah rasa nyeri pascaoperasi yang lebih rendah dan hasil kosmetik yang lebih baik.[8,9]

Studi Mengenai Entri Laparoskopi Teknik Tertutup Vs Teknik Terbuka

Secara teknis, entri laparoskopi teknik tertutup memberikan keuntungan berupa pengurangan insiden kegagalan masuk dan insuflasi gas dibandingkan dengan entri teknik terbuka. Pada teknik tertutup, kebocoran gas diharapkan dapat diminimalisir. Sementara itu, keuntungan teknik terbuka adalah  pengurangan insiden cedera omentum. Namun, kejadian komplikasi berupa cedera usus dan vaskular dilaporkan tidak berbeda jauh antara kedua metode entri laparoskopi ini.[2]

Sebuah studi yang dilakukan pada 3000 pasien yang menjalani laparoskopi terkait berbagai prosedur bedah dan ginekologi, membandingkan metode entri laparoskopi tertutup dan terbuka. Pada 1500 kasus yang menjalani laparoskopi dengan teknik tertutup, komplikasi minor ditemukan pada 5,33% pasien dan komplikasi mayor ditemukan pada 1,33% kasus. Di lain pihak, pada kelompok laparoskopi teknik terbuka, komplikasi minor didapatkan pada 4% pasien dan komplikasi mayor pada 0,13%. Analisis lanjutan menunjukkan bahwa insiden kemunculan komplikasi mayor berbeda bermakna antara kedua kelompok, namun komplikasi minor tidak berbeda bermakna.[10]

Pada studi ini, komplikasi minor yang ditemukan antara lain kesulitan dalam memasukkan alat, hematoma, emfisema lokal, kebocoran gas, cedera omentum, dan cedera serosa usus. Komplikasi mayor yang ditemukan antara lain kegagalan menimbulkan pneumoperitoneum, emfisema menyebar hingga ke leher, perforasi usus, perforasi kandung kemih, cedera vaskular mesentrik, dan kematian.[10]

Sebuah studi lain di Iran, dipublikasikan pada pertengahan 2018, membandingkan metode entri tertutup dan terbuka (Hasson) dalam hal kecepatan dan komplikasi pada kasus urologi. Studi ini menyimpulkan bahwa metode tertutup membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk memasukkan trokar di awal laparoskopi, namun berkaitan dengan komplikasi yang lebih banyak.[11]

Di awal tahun 2019, Cochrane mempublikasikan sebuah tinjauan sistematik yang membandingkan keuntungan dan risiko berbagai metode entri laparoskopi pada tindakan bedah ginekologi dan non ginekologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa bukti ilmiah yang ada masih belum cukup untuk menentukan metode entri mana yang lebih superior. Hal ini karena studi yang ada kebanyakan memiliki jumlah sampel yang inadekuat atau pelaporan metode yang buruk. Namun, perlu dicatat bahwa bukti ilmiah yang ada menunjukkan metode direct trocar lebih unggul dibandingkan jarum Veress dalam hal kegagalan memasukkan laparoskopi.[1]

Kesimpulan

Entri laparoskopi merupakan tindakan yang memiliki risiko berupa cedera usus dan pembuluh darah utama di dinding perut maupun di dalam abdomen. Terdapat dua macam teknik entri laparoskopi, yaitu teknik terbuka dan teknik tertutup. Entri laparoskopi dengan teknik tertutup memberikan keuntungan berupa pengurangan dalam insiden kegagalan masuk dan insuflasi gas, sedangkan teknik terbuka memberikan keuntungan berupa minimalisir cedera organ padat dan dapat digunakan pada semua kondisi, termasuk pasien dengan risiko adhesi intraabdomen dan obesitas.

Sebuah tinjauan Cochrane yang dipublikasikan pada awal Januari 2019 melaporkan bahwa data ilmiah yang ada belum cukup untuk menentukan metode mana yang lebih superior. Studi yang diikutkan dalam analisis masih memiliki jumlah sampel yang inadekuat dan pelaporan metode studi yang buruk. Masih dibutuhkan studi lebih lanjut terkait hal ini.

Referensi