Diagnosis Ventilator-Associated Pneumonia
Diagnosis ventilator-associated pneumonia (VAP) dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda infeksi saluran napas bawah yang terjadi >48 jam setelah pasien mendapatkan ventilasi mekanik. VAP dibagi menjadi early onset yang terjadi <4 hari dan late onset yang terjadi >4 hari setelah mendapatkan ventilasi mekanik.
VAP dicurigai pada pasien yang memiliki tanda infeksi sistemik, misalnya demam, batuk berdahak, dan leukositosis, dan pada pemeriksaan rontgen nya ditemukan infiltrat paru yang baru atau progresif. Konfirmasi diagnosis VAP dapat dilakukan dengan menemukan patogen pada pengambilan sampel di saluran pernapasan bagian bawah. Patogen yang paling sering ditemukan pada pasien VAP adalah Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri batang gram negatif lainnya.[2,11]
Anamnesis
Ventilator-associated pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen dan bisa bersifat polimikrobial, dimana pada umumnya adalah bakteri batang gram negatif, aerob (Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter spp, Pseudomonas aeruginosa, Acinetobacter spp), dan kokus gram positif (Staphylococcus aureus, Methicillin-resistant S. aureus, Streptococcus spp).[15]
Pada anamnesis ventilator-associated pneumonia akan didapatkan manifestasi klinis berupa demam, batuk produktif, dan sesak napas, setelah penggunaan ventilasi mekanik selama >48 jam, dengan early onset VAP terjadi dalam <4 hari pemakaian dan late onset VAP terjadi dalam >4 hari pemakaian.[3,4]
Ketika anamnesis dilakukan, diperlukan penilaian faktor risiko yang berkaitan dengan patogen multidrug-resistant (MDR) yang berpotensi menjadi etiologi VAP. Faktor-faktor tersebut berupa durasi opname lebih dari 5 hari, riwayat opname lebih dari 2 hari dalam 90 hari terakhir, konsumsi antibiotik dalam 90 hari terakhir, mendapatkan terapi infus dan perawatan luka di rumah, menjalani dialisis jangka panjang dalam 30 hari terakhir, dan pasien immunocompromised.[2,3]
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ventilator associated-pneumonia akan ditemukan tanda infeksi sistemik seperti demam >38°C, takikardi dan takipnea. Temuan lain pemeriksaan fisik thorax pada VAP ditentukan oleh distribusi pneumonia di paru-paru. Lesi lobar yang disebabkan pneumonia mengakibatkan rhales pada lokasi lesi.[3,5]
Gejala VAP juga dapat mencakup komponen sistem skoring CURB-65, yakni confusion, urea >7/mmol/L, frekuensi napas >30 kali/menit, tekanan darah sistolik <90 mmHg atau diastolik <60 mmHg, dan usia >65 tahun. Total skor lebih dari atau sama dengan 3 mengindikasikan pasien risiko tinggi.[5]
Kriteria Diagnosis
Saat ini, belum ada standar baku emas kriteria diagnosis ventilator-associated pneumonia. Evaluasi bedside dan foto polos thorax hanya bersifat sugestif. Studi postmortem menunjukkan kriteria klinis diagnosis VAP berupa infiltrat pada foto polos thorax ditambah dua tanda berikut, yaitu demam >38,30C, leukosit >12.000/mL, sekret trakeo bronkial purulen, memiliki sensitivitas 69% dan spesifisitas 75% dibandingkan temuan autopsi.[3,4]
Berdasarkan guideline dari Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society 2016, diagnosis HAP dan VAP ditegakkan berdasarkan adanya infiltrat paru baru dan bukti klinis bahwa infiltrat tersebut disebabkan infeksi (demam onset baru, sputum purulen, leukositosis, dan penurunan saturasi oksigen).[8]
Selain itu, terdapat clinical pulmonary infection score (CPIS) yang diperkirakan dapat membantu mendiagnosis adanya pneumonia. Variabel pada CPIS meliputi: suhu, hitung leukosit, volume dan kekentalan sekret trakeal, oksigenasi, foto polos thorax, dan analisis semi-kuantitatif aspirat endotrakeal (ETA). Pasien dengan nilai CPIS lebih dari 6 bersifat sugestif pneumonia. Namun, beberapa peneliti menyatakan meskipun CPIS sensitif, skor tersebut kurang spesifik dan meningkatkan terapi antimikroba yang tidak perlu.[3,8]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ventilator associated-pneumonia (VAP) adalah kondisi lain yang mengakibatkan infiltrat paru pada pasien yang mendapat ventilasi mekanik disertai demam dan/atau leukositosis, seperti ARDS (acute respiratory distress syndrome) dan emboli atau infark paru.[5]
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
Acute Respiratory Distress Syndrome didefinisikan sebagai kondisi akut yang ditandai infiltrat paru bilateral dan hipoksia berat (PaO2/FiO2 <200) tanpa adanya edema paru kardiogenik. Pada ARDS, terjadi dispnea dan hipoksia akut dalam hitungan jam hingga hari setelah pencetus, seperti trauma, sepsis, overdosis obat, transfusi masif, pankreatitis akut, atau aspirasi. ARDS umumnya tidak menyebabkan demam, kecuali jika dicetuskan oleh pankreatitis akut.[5,9]
Emboli Paru
Emboli paru terjadi ketika trombus menyumbat arteri di paru-paru. Stasis vena dan imobilisasi pada pasien-pasien di ICU yang mendapat ventilasi mekanik dapat meningkatkan risiko terjadinya emboli paru. Gejala emboli paru bersifat nonspesifik, dan dapat meliputi gejala-gejala menyerupai pneumonia, seperti takipnea, rales, takikardi, dan demam. Diperlukan pemeriksaan penunjang tambahan seperti CT scan atau ventilation-perfusion scan untuk menegakkan diagnosis emboli paru.[5,10]
Kanker Paru
Manifestasi klinis dari kanker paru dengan infiltrat difus menyerupai manifestasi klinis VAP. DIagnosis banding dapat ditentukan berdasarkan riwayat keganasan, kultur, dan pemeriksaan mikroskopis. Biopsi paru dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis.[11]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada ventilator-associated pneumonia (VAP) meliputi pemeriksaan darah, radiologi, dan sekret. Terdapat beberapa metode khusus untuk mengambil sekret sampel pada pasien VAP. Hasil dari pemeriksaan sekret menjadi landasan dalam memilih terapi antibiotik, untuk memaksimalkan terapi antibiotik empiris.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis VAP adalah foto polos thorax menggunakan alat portabel. Foto polos memiliki akurasi hingga 68%. Pada pasien-pasien ICU, terdapat kondisi lain yang dapat mengakibatkan penampakan infiltrat pada foto polos. Namun, tidak adanya infiltrat dapat membantu menyingkirkan diagnosis VAP.[2]
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan adalah CT scan paru untuk mengevaluasi adanya penyakit parenkim paru lain yang mendasari dan efusi pleura. USG thorax juga dapat dilakukan untuk membantu mengevaluasi adanya efusi pleura dan menjadi guide pada proses drainase cairan pleura.[2]
Pemeriksaan Sekret
Para ahli merekomendasikan pemeriksaan sampel sekret saluran pernapasan bagian bawah dan kultur darah perifer pada pasien yang dicurigai mengalami ventilator-associated pneumonia sebelum terapi antibiotik dimulai atau diganti. Namun, hingga saat ini masih menjadi perdebatan terkait metode pengambilan sampel sekret yang digunakan (invasif atau non-invasif) dan kultur sebaiknya kuantitatif atau non kuantitatif.
Pemeriksaan kultur dapat dilakukan secara semi-kuantitatif dan/atau kuantitatif. Pemeriksaan semi kuantitatif dengan metode non-invasif, seperti aspirasi endotrakeal, dapat dipertimbangkan daripada pemeriksaan kuantitatif. Pemeriksaan ini didapatkan lebih murah dan memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan pemeriksaan kuantitatif dan invasive. Beberapa studi menyatakan bahwa pemeriksaan invasive tidak menunjukkan hasil yang lebih baik pada angka mortalitas, durasi rawat inap ICU maupun durasi penggunaan ventilasi mekanis.
Pemeriksaan semikuantitatif menemukan patogen yang lebih banyak dibandingkan kuantitatif, yakni sekitar 2-3%. Namun pemeriksaan ini dinyatakan comparable dengan pemeriksaan kuantitatif dan lebih dipilih terutama pada sampel aspirat endotrakeal.[19,20]
The European Respiratory Society (ERS) dan beberapa society lain merekomendasikan pengambilan sampel dengan metode invasif dan kultur kuantitatif. Metode ini dinilai lebih akurat dalam menegakkan diagnosis dan menghindari paparan antibiotik yang berlebihan.[11]
Di lain sisi, The Infectious DIseases Society of America dan The American Thoracic Society lebih merekomendasikan metode sample non invasif dengan kultur semi kuantitatif untuk menegakkan diagnosis ventilator-associated pneumonia. Hal ini dikarenakan penelitian terhadap kedua metode sampel tidak menunjukkan perbedaan pada angka mortalitas atau lama perawatan di RS.[11]
Pada pasien VAP, sampel sekret dapat diambil dari saluran napas distal melalui teknik invasif atau non-invasif.
Teknik Non-invasif:
Blind tracheobronchial aspiration (TBAS), merupakan teknik non invasif dengan memasukkan kateter fleksibel ke dalam trakea distal melalui selang endotrakeal. Namun, teknik ini tidak dapat melakukan pengambilan sampel langsung dari segmen paru yang menunjukkan infiltrat di foto polos, sehingga meningkatkan risiko hasil negatif palsu. Kontaminasi kateter ketika melewati endotracheal tube dan jalan napas proksimal juga dapat meningkatkan risiko hasil positif palsu.[4,8,11]
Teknik Invasif:
Bronchoscopy with bronchoalveolar lavage (BAL) dilakukan dengan melakukan irigasi saluran pernafasan dengan 50ml salin steril yang kemudian diambil Kembali setelah beberapa detik. Prosedur memiliki tingkat false-negative yang lebih rendah dibandingkan TBAS, dapat mengambil sampel khusus pada daerah yang tampak pada radiografi. Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah operator-dependent dan tindakan bronkoskopi dapat memperburuk kondisi hipoksemia yang mungkin intoleran pada beberapa pasien. Teknik ini sangat bergantung pada keahlian operator.
Protected specimen brush (PSB) merupakan pemeriksaan melalui bronkoskopi dengan tingkat kontaminasi yang lebih rendah dan hanya mengambil sampel pada saluran pernafasan distal. Sampel yang diambil melalui tindakan bronkoskopi lebih dapat dipercaya dan dapat membedakan kolonisasi dengan infeksi. Prosedur ini memiliki risiko terjadinya pendarahan atau pneumotoraks.[4,8,11]
Pemeriksaan Sekret berupa Analisis Mikroskopik dan Kultur:
Analisis mikroskopik meliputi pewarnaan Gram dan pemeriksaan leukosit polimorfonuklear (PMN). Pemeriksaan mikroskopik dapat membantu menentukan patogen penyebab dan pilihan antibiotik sambil menunggu hasil kultur. Selain itu, analisis mikroskopik juga dapat menilai apakah sekret bersifat purulen (neutrofil ≥25 dan epitel gepeng ≤10 per LPK).[4,8]
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan hematologi rutin untuk mengevaluasi adanya infeksi (hitung leukosit), pemeriksaan fungsi ginjal dan hati untuk menentukan dosis antibiotik, dan kultur darah untuk mencari etiologi infeksi.[2]
Kultur Darah:
Pemeriksaan kultur darah direkomendasikan pada semua pasien dengan pneumonia nosokomial. Sekitar 15% dari pasien dengan ventilator-associated pneumonia (VAP) didapatkan bakteremia sehingga pemeriksaan ini penting untuk menentukan patogen penyebab dari pneumonia nosokomial yang tidak teridentifikasi pada pemeriksaan kultur respiratorik. Pemeriksaan kultur darah bernilai spesifik bila patogen respiratorik ditemukan pada hasil kultur, namun pemeriksaan ini kurang sensitif. Pemeriksaan kultur darah juga bermanfaat untuk mengidentifikasi adanya infeksi sekunder yang menyertai pneumonia.[19]
Pemeriksaan Lainnya
Pemeriksaan triggering receptor expressed on myeloid cells (TREM-1) digunakan sebagai metode imunologi untuk mendiagnosis VAP. Pemeriksaan TREM-1 dapat mendiagnosis pneumonia fungal atau bakteri dengan sensitivitas 98% dan spesifisitas 90%. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah prokalsitonin, yang meningkat pada kasus sepsis bakterial, dan lebih sensitif serta spesifik dibandingkan C-reactive protein.[3,8]