Diagnosis Pertusis
Baku emas diagnosis pertusis menggunakan kultur walau demikian hal ini sulit dilakukan karena idealnya sampel diambil pada 2 minggu pertama tapi pasien umumnya datang setelah lewat 2 minggu saat gejala khas pertusis muncul.
Anamnesis
Infeksi Pertusis pada subjek yang rentan berdurasi minimal 6 minggu, dapat dibedakan menjadi beberapa fase. Periode inkubasinya antara 1 – 3 minggu namun biasanya antara 7 – 10 hari. Periode inkubasi ini jauh lebih lama dari infeksi saluran napas atas yang biasa, seperti common cold (biasanya hanya 1 – 3 hari). Banyak pasien yang baru mencari pertolongan medis setelah batuk beberapa minggu (sudah memasuki batuk subakut atau kronis).[6]
Anak-anak di atas usia balita, remaja, dan dewasa tidak menunjukkan fase yang jelas. Orang dewasa yang sudah divaksinasi umumnya mengalami bronkitis tanpa whoop, di mana gejala itu akan muncul ditambah dengan muntah paska batuk pada orang dewasa yang belum tervaksinasi. Riwayat vaksinasi juga perlu ditanyakan untuk mengarahkan kecurigaan ke arah Pertusis.[2,6]
Fase 1 – Periode Catarrhal
Fase 1 – Periode Catarrhal; durasi 1-2 minggu, terdiri dari gejala-gejala tidak spesifik.
- Malaise
- Kongesti hidung
- Rinorea
- Bersin-bersin
- Demam derajat rendah
- Air mata keluar
- Injeksi/sufusio konjungtiva (mata berubah kemerahan menyerupai konjungtivitis namun tidak melibatkan proses inflamasi). [6]
Uji diagnostik penunjang sebenarnya paling akurat pada fase ini, namun, manifestasi klinis yang non-spesifik jarang mengarahkan kecurigaan ke arah Pertusis. Pada fase ini Pertusis juga paling infeksius, walaupun tetap dapat menular hingga 3 minggu atau lebih sejak onset batuk.[1]
Fase 2 – Periode Paroksismal
Fase 2 – Periode Paroksismal; durasi 1-6 minggu, pada periode ini ciri khas Pertusis batuk rejan muncul.
-
Batuk yang muncul sangat parah dan intensif, batuk cepat dan dapat berkali-kali batuk dalam sekali inspirasi. Terkadang pada akhir batuk disertai nada melengking (whooping). Satu episode batuk dapat berlangsung hingga beberapa menit.
- Batuk umumnya muncul tersering pada malam hari (karenanya disebut batuk paroksismal), dengan rata-rata 15 serangan dalam 24 jam. Pada minggu pertama dan kedua fase paroksismal serangannya sangat banyak, menetap pada minggu ke-2 dan 3, lalu perlahan menurun.
-
Setelah batuk pasien sering ingin muntah (post-tussive vomiting), seringkali wajah berubah kemerahan atau bahkan sianotik karena intensitas batuk. [6]
Fase 3 – Periode konvalesens
Fase 3 – Periode konvalesens (penyembuhan)
- Batuk kronis yang dapat berlangsung dari beberapa minggu hingga beberapa bulan.
- Batuk menjadi lebih jarang pada malam hari, lalu batuk paroksismal menghilang umumnya dalam 2-3 minggu. [6]
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan Pertusis tanpa komorbid/komplikasi penyakit lain, pemeriksaan fisik tidak berkontribusi banyak untuk diagnosis, namun hal yang dapat diperhatikan antara lain:
- Demam (jarang ditemukan, kebanyakan pasien tidak memiliki infeksi saluran pernapasan bawah).
- Dehidrasi
- Perdarahan konjungtiva, petekia pada wajah/kepala/leher, dan rhonki pada paru dapat ditemukan (fase konvalesens)
- Hipoksia
-
Whooping saat inspirasi (anak usia 6 bulan hingga 5 tahun). Di bawah 6 bulan dan di atas 5 tahun hal tersebut jarang ditemukan (kecuali pada orang dewasa yang belum tervaksinasi). [7]
Diagnosis banding
Secara umum, diagnosis banding Pertusis sangat luas, namun dapat dipersempit dengan menimbang durasi penyakit. Batuk berdurasi di bawah 3 minggu termasuk akut, batuk antara 3 – 8 minggu termasuk subakut, sementara batuk lebih dari 8 minggu termasuk kronik.[2,5]
Beberapa penyakit memiliki batuk persisten dan subakut sehingga dapat menyerupai Pertusis. Berikut penyakit yang gejala klinisnya mirip Pertusis:
- Infeksi pernapasan karena adenoviral – gejala awal mirip berupa demam, konjungtivitis, terkadang nyeri tenggorokan.
- Pneumonia – pada pasien yang kecil dapat menunjukkan gejala batuk stakato (inspirasi di antara setiap batuk).
-
Infeksi pernapasan virus syncytial (Respiratory syncytial virus)/RSV. – umumnya pada saluran pernapasan bawah, sering ditemukan rhonki basah dan mengi.
Selain penyakit-penyakit di atas, batuk kronis akibat merokok, GERD (gastroesophageal reflux disease), asma, drip post-nasal, dan batuk akibat penggunaan ACE-inhibitor juga dapat menyerupai Pertusis pada pasien dewasa. [5]
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis pertusis adalah :
Diagnosis Laboratorium
Beberapa penunjang diagnosis Pertusis antara lain kultur, polymerase chain reaction (PCR), dan serologi.
-
Kultur – gold standard diagnosis Pertusis, umumnya sampel diambil dari nasofaring posterior (bukan tenggorok) : Idealnya bakteri terisolasi pada 2 minggu pertama (fase catarrhal / awal paroksismal), padahal pasien baru muncul setelah > 2 minggu sehingga kultur sering tidak dapat digunakan. Bakteri B. pertusis sulit dikultur, dapat memakan waktu hingga 2 minggu, dan kemungkinan positifnya bervariasi (30-50%). Media kultur dapat berupa Bordet Gengoi (potato-blood-glycerol agar) dan medium yang mengandung charcoal (Regan Lowe).[1,4]
-
Polymerase Chain Reaction (PCR) : Dapat mengkonfirmasi Pertusis pada outbreak, sangat sensitif [10]
- Serologi : Dapat mengonfirmasi penyakit pada tahap akhir infeksi setelah tidak terdeteksi kultur. Idealnya dilakukan 2- 8 minggu setelah onset batuk. [5]
Radiologi
X-ray dada dapat menunjukkan infiltrat perihilar atau edema yang derajatnya bervariasi, serta atelektasis. Jika ditemukan konsolidasi, hal tersebut indikatif terhadap infeksi bakterial sekunder, atau pertusis pneumonia (jarang). Pada beberapa kasus, pneumotoraks, pneumomediastinum, atau terperangkapnya udara pada jaringan lunak dapat ditemukan.[5,6]

Pemeriksaan darah
Leukositosis (15.000 – 50.000/uL) dengan limfositosis absolut terjadi pada akhir fase catarrhal dan paroksismal.[1,5] Temuan ini non-spesifik namun berkorelasi dengan tingkat keparahan penyakit. Sebuah studi menunjukkan bahwa pada bayi yang dicurigai mengalami Pertusis, hitung leukosit absolut di bawah 9400/uL dapat mengeksklusi Pertusis.[2,6] Namun, pada orang dewasa (khususnya yang telah divaksinasi), jarang ditemukan limfositosis.[5]
Pada bayi berusia 3 bulan atau lebih muda, monitoring sel darah putih serial sangat penting dalam mengidentifikasi risiko dan menentukan prognosis pasien dengan Pertusis. Hitung sel darah putih >30.000/uL (dalam 5,1 hari setelah onset batuk), laju jantung yang cepat, dan hiperventilasi merupakan indikator infeksi Pertusis yang parah.2 Infeksi yang parah juga akan menyebabkan sel darah putih mencapai puncak lebih tinggi daripada kasus yang lebih ringan (rata-rata puncak leukositosis 74.200/uL, dibandingkan 24.200/uL pada kasus yang lebih ringan).[2]