Patofisiologi Influenza
Patofisiologi influenza dimulai dari inhalasi droplet virus influenza, diikuti replikasi virus dan kemudian infeksi virus menyebabkan inflamasi pada saluran pernafasan.
Virus influenza masuk melalui inhalasi dari droplet yang infeksius, aerosol partikel mikro, maupun inokulasi langsung lewat sentuhan tangan dari penderita. Virus kemudian mengikat reseptor asam sialat yang terdapat pada sel epitel jalan napas, khususnya di trakea dan bronkus. Kemudian, replikasi virus mencapai puncaknya dalam 48 jam pasca infeksi dan jumlah virus berhubungan langsung dengan derajat keparahan penyakit.
Pada kasus yang berat, terdapat perluasan infeksi virus mencapai bagian paru-paru distal yang sesuai dengan karakteristik pneumonitis interstisial. Kerusakan pada alveoli yang disertai pembentukan membran hialin menyebabkan perdarahan dan eksudat keluar dari kapiler alveolar menuju lumen yang kemudian mengakibatkan gangguan pertukaran gas dan disfungsi napas berat.
Respon imun tubuh terhadap virus influenza mencakup peningkatan sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan IFN-α oleh sel yang terinfeksi. Peningkatan sitokin memuncak pada 48 hari kedua pascainfeksi dan sesuai dengan berat gejala yang dialami pasien.
Antibodi serum (IgM, IgG, dan IgA) terhadap hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) baru muncul setelah satu minggu pascainfeksi dan belum berperan dalam proteksi terhadap penyakit akut, namun dapat memberikan imunitas dan proteksi terhadap reinfeksi oleh tipe virus yang sama hingga beberapa tahun. [3-5]