Diagnosis Limfoma Non Hodgkin
Limfoma non hodgkin di diagnosis dari anamnesis hingga pemeriksaan fisik yang adekuat. Namun, diagnosa definitif limfoma non hodgkin merupakan pemeriksaan biopsi jaringan dengan spesimen yang adekuat. Diagnosis patologi limfoma dibuat berdasarkan World Health Organization (WHO) classification of lymphoid neoplasms. Diagnosis yang akurat sangat penting karena menentukan manajemen pasien.
Anamnesis
Pasien dengan limfoma non hodgkin memiliki keluhan limfadenopati persisten yang tidak nyeri. Gejala konstitusional lainnya yang dapat dialami pasien adalah demam persisten, keringat pada malam hari, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, pruritus, dan kelelahan. Keluhan juga bervariasi, tergantung pada keterlibatan organ, sehingga beragam presentasi klinis dapat terjadi, yang serupa dengan kondisi lainnya.[2]
Beberapa riwayat yang perlu digali pada anamnesis antara lain:
- Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) atau organ: benjolan pada leher, ketiak, atau pangkal paha, sesak napas akibat pembesaran KGB mediastinum, splenomegali
- Malaise umum
- Berat badan menurun >10% dalam waktu 6 bulan
- Penurunan nafsu makan
- Demam tinggi 38oC selama 1 minggu tanpa sebab
- Keringat malam banyak
- Keluhan anemia (lemas, pusing, jantung berdebar)
- Pruritus
- Penggunaan obat-obatan tertentu
- Anamnesis kondisi-kondisi khusus:
- Penyakit autoimun: lupus eritematosus sistemik, sindrom Sjögren, rheumatoid arthritis)
- Kelainan darah
- Penyakit infeksi: toksoplasma, mononukleosis, tuberkulosis, lues
- Keadaan defisiensi imun
- Riwayat keganasan [2,16]
Pemeriksaan Fisik
Limfoma non hodgkin memiliki berbagai macam tanda klinis, antara lain:
Limfadenopati, area kelenjar getah bening, termasuk cincin Waldeyer, hepar, limpa
- Anemia
- Jaundice
- Hepatomegali atau splenomegali
- Asites atau edema perifer
- Penilaian performance status: Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) atau WHO/Karnofsky [2,16,17]
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari limfoma non hodgkin adalah sebagai berikut:
Kondisi-Kondisi yang Menyebabkan Limfadenopati Generalisata
Terdapat beberapa kondisi limfadenopati generalisata yang perlu dieksklusikan untuk mendiagnosis limfoma non hodgkin. Pembesaran nodus limfatikus lebih dari 1,5 x 1,5 cm yang tidak berhubungan dengan infeksi selama 4-6 minggu perlu dipertimbangkan untuk biopsi.
Beberapa kondisi limfadenopati generalisata yang perlu dibedakan dengan limfoma non hodgkin:
- Infeksi Bakterial : sifilis, brucellosis, mycobakterial
- Infeksi Virus : infectious mononucleosis, cytomegalovirus, human immunodeficiency virus, cat scratch fever.
- Infeksi Parasit : toksoplasmosis
- Penyakit Autoimun: sistemik lupus eritematosus, sindrom sjogren, derivatif hidantoin
- Granulomatosis : sarkoidosis
- Keganasan : limfoma hodgkin, leukemia limfositik kronis, small cell carcinoma of lung, melanoma, neoplasma germ-cell
- Kondisi lainnya : reactive lymphoid hyperplasia, lymphomatoid granulomatosis, dermatopathic lymphadenopathy, angioimmunoblastic lymphadenopathy, giant lymph node hyperplasia (castleman disease)[18]
Diagnosis Banding Limfoma Non Hodgkin Ekstranodal
Diagnosis banding limfoma non hodgkin ekstranodal lebih sulit. Limfoma non hodgkin mungkin ada pada paru-paru, dengan keterlibatan bronkovaskular, lymphangitic, nodular, atau alveolar. Pasien juga dapat mengalami infiltrasi hepar. Limfoma primer pada tulang juga dapat terjadi, yang menyebabkan nyeri pada tulang, dengan gambaran litik pada radiografi. Limfoma ini paling sering disebabkan oleh diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL).
Tulang yang paling sering terlibat adalah femur, pelvis, dan vertebra. Sekitar 5% limfoma terdapat pada traktus gastrointestinal, dengan gejala seperti nyeri, perdarahan, atau obstruksi, dengan infiltrasi paling sering pada lambung, diikuti usus halus, dan kolon. Kebanyakan limfoma gastrointestinal memiliki sifat agresif, seperti DLBCL, mantle cell lymphoma, intestinal T-cell lymphoma. Pada marginal zone lymphoma (MZL), sering terjadi keterlibatan pada lambung (gastric MALT lymphoma). Lokasi lainnya yang tidak sering ditemukan (2-14%) adalah infiltrasi ginjal, dan lebih jarang lagi pada prostat, testis, atau ovarium. Lokasi yang jarang ditemukan antara lain adalah: orbita, jantung, payudara, kelenjar saliva, tiroid, dan kelenjar adrenal.[18]
Limfoma Hodgkin
Limfoma Hodgkin dibedakan secara patologis dengan adanya sel Reed Sternberg pada pemeriksaan mikroskopik. Limfoma Hodgkin lebih sering terjadi pada usia dewasa muda, sementara limfoma non hodgkin meningkat dengan usia. Secara klinis, pada limfoma Hodgkin umumnya terjadi pembesaran kelenjar getah bening yang sekelompok, sementara pada limfoma non hodgkin pembesaran kelenjar getah bening umumnya tersebar. Keterlibatan cincin Waldeyer, nodus epitrochlear dan mesenterika lebih sering pada pasien dengan limfoma non hodgkin. Pasien dengan limfoma Hodgkin juga memiliki klinis gejala ‘B’, sesuai dengan Ann Arbor Staging System for Lymphoma, yaitu demam >38,5oC, keringat malam, dan atau penurunan berat badan (>10% berat badan selama 6 bulan sebelum diagnosis). Terdapat juga keluhan sering merasa lelah, pruritus, dan nyeri yang disebabkan alkohol pada limfoma Hodgkin.[15-17]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada limfoma non hodgkin terdiri dari pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan sitologi.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak diperuntukkan untuk menegakkan diagnosis. Namun, dapat dijadikan sebagai objektivitas perbaikan keadaan, untuk menentukan dosis terapi dan melihat komplikasi yang ditimbulkan dari pengobatan. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan meliputi tes hematologi, kimia darah, hingga pemeriksaan khusus.[16]
Pemeriksaan laboratorium lengkap yang dilakukan meliputi pemeriksaan hematologi, kimia, sampai beberapa biomarker.
Hematologi
Pemeriksaan darah lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, dan laju endap darah) dan gambaran darah tepi (morfologis sel darah). Dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang, diagnosis sampai kondisi perbaikan dan perburukan pasien.[16,17]
Beberapa kondisi yang dapat ditemukan pada pasien dengan limfoma non hodgkin
- Anemia sekunder oleh sebab infiltrasi tumor ke sumsum tulang, hemolisis anemia, perdarahan, maupun anemia penyakit kronis
- Trombositopenia, leukopenia, atau pansitopenia oleh sebab infiltrasi sumsum tulang atau sitopenia autoimun
- Limfositosis dengan peredaran sel tumor
- Sindrom paraneoplastik yang diasosiasikan dengan limfoma atau akibat perdarahan[16,17]
Pemeriksaan Kimia Klinik
Pemeriksaan kimia klinik meliputi : SGOT, SGPT, Bilirubin (total/direk/indirek), laktat dehidrogenase (LDH), protein total, albumin-globulin, Alkali fosfatase, asam urat, ureum, kreatinin, dan gula darah sewaktu.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menunjukan beberapa kondisi, antara lain:
- Peningkatan LDH : mengindikasikan prognosis yang buruk dan berkaitan dengan peningkatan tumor burden
- Pemeriksaan fungsi hepar: adanya keterlibatan sekunder dari organ hepar, pertumbuhan tumor hipermetabolik, dan inflamasi kronis
- Hiperkalsemia: kondisi ini muncul pada pasien dengan T-cell lymphoma-leukemia (ATLL) dewasa[16,17]
Pemeriksaan Lain yang Dibutuhkan
Beberapa pemeriksaan dibutuhkan untuk menentukan prognosis maupun pemeriksaan untuk menemukan penyakit sekunder.
Peningkatan beta2-microglobulin ditemukan pada keadaan limfoma non hodgkin dengan prognosis buruk.
Pemeriksaan untuk infeksi HIV, TBC, Hepatitis B dan C (HbsAg, anti HCV). Serologi HIV diperlukan pada pasien dengan diffuse large cell immunoblastic.
Pada kondisi limfoma non hodgkin dengan gamopati monoklonal, pemeriksaan coomb test dibutuhkan. Pada subtipe SLL, tes coomb dapat ditemukan positif. Kondisi hypogammaglobulinemia biasa ditemukan.[16,17]
Biopsi
Pemeriksaan biopsi eksisi direkomendasikan sebagai prosedur diagnosis awal. Aspirasi fine-needle tidak adekuat sebagai prosedur diagnosis awal. Bila eksisi tidak dapat dilakukan, biopsi core needle merupakan pilihan selanjutnya dan juga mendokumentasikan relaps. Biopsi nodus limfatikus memungkinkan dilakukannya pemeriksaan mikro-arsitektur, imunohistokimia, flow cytometry, fluorescence in situ hybridization (FISH), serta ekstraksi DNA dan RNA untuk diagnostik molekuler. Namun, biopsi eksisi membutuhkan anestesi umum, dan dapat terjadi penundaan karena diperlukan pembedahan. Biopsi needle core dapat menggantikan biopsi eksisi, dengan kerugian seperti penurunan kualitas dan jumlah pemeriksaan yang dapat dilakukan.[18,20,21]
Aspirasi Sumsum Tulang (BMP)
Prosedur aspirasi sumsum tulang/ bone marrow puncture masih dipertanyakan di era PET scan, dengan adanya beberapa studi yang membandingkan sensitivitas [18F]- flurodexyglukosa (FDG)-PET-CT scan. Pada DLBCL, PET-CT lebih sensitif daripada biopsi sumsum tulang. Disarankan untuk mengeliminasi aspirasi sumsum tulang sebagai pemeriksaan rutin pada pasien dengan bukti penyakit yang lanjut, kecuali hasilnya akan mempengaruhi tatalaksana pasien. Jika sudah dilakukan pemeriksaan PET-CT, tidak perlu dilakukan biopsi sumsum tulang.[21]
Radiologi
Pemeriksaan rutin/standar dilakukan dengan pemeriksaan CT scan thorax atau abdomen. Bila tidak memungkinkan, evaluasi sekurang-kurangnya dapat dilakukan dengan: Thoraks foto PA dan lateral, dan USG seluruh abdomen. Pemeriksaan PET scan atau PET-CT scan adalah pemeriksaan yang paling bermanfaat, karena dapat mendeteksi aktivitas metabolik abnormal dan dapat mengidentifikasi keterlibatan sumsum tulang pada tipe limfoma non hodgkin tertentu, meskipun biopsi sumsum tulang tetap dilakukan, terutama untuk limfoma yang bersifat indolent seperti limfoma folikuler. Pemeriksaan PET-CT scan juga merupakan definisi standar remisi komplit, dengan adanya skor Deauville.(2,16) PET-CT direkomendasikan pada limfoma yang bersifat FDG-avid, dan CT scan pada limfoma yang lain. Pemeriksaan foto toraks tidak lagi dibutuhkan karena kurang akurat.[18]
Follow Up
Pemeriksaan setelah pengobatan dilakukan menggunakan PET-CT. Penilaian uptake [18F]- flurodexyglukosa (FDG) dilakukan dengan menggunakan 5-point scale Deauville, dengan skor 1-5, 1 adalah yang paling baik dan 5 adalah paling buruk. Berdasarkan skor tersebut, respon tatalaksana dibagi menjadi complete response (CR), partial response (PR), stable disease (SD), dan progressive disease (PD).[18]
Klasifikasi
Diagnosis patologis limfoma dibuat berdasarkan World Health Organization classification of lymphoid neoplasms tahun 2008 yang kemudian direvisi pada tahun 2016. Klasifikasi ini membagi neoplasma limfoid menjadi 4 kategori, neoplasma sel B dan T prekursor, neoplasma sel B matur, neoplasma sel T/Natural Killer (NK), dan gangguan limfoproliferatif terkait imunodefisiensi. Manajemen ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan patologi.[1]
Tabel 1. World Health Organization Classification of Lymphoid Neoplasms
B-cell neoplasms | |
Precursor B-cell neoplasms | Precursor B lymphoblastic leukemia/lymphoma |
Mature B-cell neoplasms | - Chronic lymphocytic leukaemia and small lymphocytic lymphoma - Monoclonal B-cell lymphocytosis - B-cell prolymphocytic leukaemia - Splenic marginal zone lymphoma - Hairy cell leukaemia - Unclassifiable splenic B-cell lymphoma or leukaemia - Splenic diffuse red pulp small B-cell lymphoma - Hairy cell leukaemia variant - Lymphoplasmacytic lymphoma - Extranodal marginal zone lymphoma of mucosa-associated lymphoid tissue - Nodal marginal zone lymphoma - Paediatric nodal marginal zone lymphoma - Follicular lymphoma - In-situ follicular neoplasia - Paediatric-type follicular lymphoma - Large B-cell lymphoma with rearrangement of IRF4 - Primary cutaneous follicle centre lymphoma - Mantle cell lymphoma - In-situ mantle cell neoplasia - Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), not otherwise specified - T-cell-rich or histiocyte-rich large B-cell lymphoma - Primary DLBCL of the CNS - Leg-type primary cutaneous DLBCL - Epstein-Barr virus (EBV)-positive DLBCL, not otherwise specified - EBV-positive mucocutaneous ulcer - DLBCL associated with chronic inflammation - Lymphomatoid granulomatosis - Primary mediastinal (thymic) large B-cell lymphoma - Intravascular large B-cell lymphoma - ALK-positive large B-cell lymphoma - Plasmablastic lymphoma - Primary effusion lymphoma - Human herpesvirus 8-positive DLBCL, not otherwise specified - Burkitt lymphoma - Burkitt-like lymphoma with chromosome 11q aberrations - High-grade B-cell lymphoma with rearrangements of BCL2 and MYC or of BCL6 and MYC - High-grade B-cell lymphoma, not otherwise specified - Unclassifiable B-cell lymphoma with features that are intermediate between DLBCL and classic Hodgkin’s lymphoma |
T cell neoplasms | |
Precursor T-cell neoplasm | Precursor T lymphoblastic leukemia/lymphoma |
Mature T-cell and natural killer (NK)- cell neoplasms | - T-cell prolymphocytic leukaemia - T-cell large granular lymphocytic leukaemia - Chronic lymphoproliferative disorder of NK cells - Aggressive NK-cell leukaemia - EBV-positive T-cell lymphoproliferative diseases of childhood, including cutaneous chronic active EBV infection, hydroa vacciniforme-like lymphoma, severe mosquito-bite hypersensitivity, systemic chronic active EBV infection, and systemic EBV-positive T-cell lymphoma of childhood - Adult T-cell leukaemia or lymphoma - Nasal-type extranodal NK–T-cell lymphoma - Enteropathy-associated T-cell lymphoma - Monomorphic epitheliotropic intestinal T-cell lymphoma - Indolent T-cell lymphoproliferative disorder of the gastrointestinal tract - Hepatosplenic T-cell lymphoma - Subcutaneous panniculitis-like T-cell lymphoma - Mycosis fungoides - Sézary syndrome - Primary cutaneous CD30-positive T-cell lymphoproliferative disorders - Lymphomatoid papulosis - Primary cutaneous anaplastic large cell lymphoma - Primary cutaneous γδ T-cell lymphoma - Primary cutaneous CD8-positive aggressive epidermotropic cytotoxic T-cell lymphoma - Primary cutaneous acral CD8-positive T-cell lymphoma - Primary cutaneous CD4-positive small or medium T-cell lymphoproliferative disorder - Peripheral T-cell lymphoma, not otherwise specified - Angioimmunoblastic T-cell lymphoma - Follicular T-cell lymphoma - ALK-positive anaplastic large cell lymphoma - ALK-negative anaplastic large cell lymphoma - Breast implant-associated anaplastic large cell lymphoma |
Sumber: dr. Steven, 2019.[2]
Staging
Sistem staging pada limfoma non hodgkin menggunakan The Ann Arbor staging system yang disusun pada tahun 1971 terutama untuk limfoma Hodgkin, namun telah diadaptasi untuk pasien dengan limfoma non hodgkin.
Tabel 2. Sistem Staging Ann Arbor untuk Limfoma
Stadium | Keterangan |
I | Pembesaran Kelenjar Getah Bening (KGB) hanya pada 1 regio |
II | Pembesaran KGB pada 2 regio atau lebih, tetapi masih dalam 1 sisi diafragma: II 2: Pembesaran 2 regio KGB dalam 1 sisi diafragma II 3: Pembesaran 3 regio KGB pada 1 sisi diafragma II E: Pembesaran 1 regio atau lebih KGB dalam 1 sisi diafragma dan 1 organ ekstra limfatik tidak difus/batas tegas |
III | Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma |
IV | Jika mengenai 1 organ ekstralimfatik atau lebih tetapi secara difus |
Sumber: dr. Steven, 2019.[16]
Keterangan:
A: tanpa gejala konstitusional
B: dengan gejala konstitusional (demam >38,5oC, keringat malam banyak, penurunan berat badan >10% selama 6 bulan sebelum diagnosis).
E: keterlibatan ekstranodal
Kemajuan teknologi seperti positron emission tomography (PET) dalam staging limfoma membuat relevansi gejala konstitusional kurang penting, sehingga imbuhan A atau B dapat ditinggalkan. Hanya pasien dengan limfoma Hodgkin yang memerlukan kode A atau B, karena adanya gejala ini memengaruhi tatalaksana pada penyakit tersebut.[1,18]
Stratifikasi Risiko
Stratifikasi risiko dilakukan dengan mengidentifikasi tanda prognostik buruk. Skor prognostik telah disusun untuk subtipe limfoma yang sering ditemukan, untuk memprediksi luaran dan risiko terbesar.[1]
Tabel 3. Indeks Prognosis Internasional (International Prognostic Index)
Faktor: - Usia >60 tahun - Serum LDH > normal - ECOG performance status 2-4 - Stadium III atau IV - Keterlibatan ekstranodal >1 lokasi | ||
Jumlah faktor | Kelompok Risiko | 3-y OS (%) |
0-1 | Low | 91 |
2 | Low intermediate | 81 |
3 | High intermediate | 65 |
4-5 | High | 59 |
Sumber: dr. Steven, 2019.[16]
Keterangan:
ECOG: Eastern Cooperative Oncology Group
LDH: laktat dehidrogenase
OS: overall survival