Diagnosis Kehamilan Ektopik
Diagnosis kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan ultrasonography. Pada anamnesis akan didapatkan gejala yang menyerupai kehamilan yang bisa disertai atau tanpa keluhan perdarahan dan nyeri perut bagian bawah. Pada pemeriksaan fisik juga akan didapatkan tanda kehamilan, dan apabila kehamilan ektopik sudah terganggu, akan didapatkan nyeri perut di area adneksa ataupun tanda-tanda peritonitis. Pada pemeriksaan ultrasonography akan ditemukan kehamilan ekstrauterine.
Anamnesis
Sebelumnya telah disebutkan bahwa trias klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri abdomen, amenorea, dan perdarahan pervaginam. Namun, sayangnya hanya 50% pasien memiliki ketiganya. Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas. Pasien dapat datang dengan gejala lain layaknya gejala kehamilan awal, seperti mual, payudara terasa penuh, lelah, nyeri abdomen bagian bawah, dan kram. Pergerakan janin yang menimbulkan nyeri, demam, gejala flu, muntah, pingsan, bahkan henti jantung juga pernah dilaporkan terjadi pada kehamilan ektopik.
Gejala bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Keluhan yang bisa dirasakan oleh pasien:
- Nyeri perut bagian bawah yang biasanya muncul tiba-tiba (hilang dan timbul) dan bisa terjadi hanya di satu sisi saja.
- Perdarahan pervaginam di luar periode menstruasi normal, dapat ringan maupun berat
- Nyeri di ujung bahu. Keluhan ini bisa timbul karena darah dari tuba ruptur dan terkumpul di bawah diafragma sehingga menyebabkan referred pain pada bahu
- Keluhan gastrointestinal, seperti diare dan nyeri saat BAB
- Nyeri perut yang tiba-tiba memberat yang dapat disertai dengan pingsan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan kehamilan ektopik sangat beragam dan terkadang tidak begitu membantu. Pasien sering datang dengan penemuan pemeriksaan fisik yang ringan dan massa pada adneksa jarang ditemui. Pasien dengan syok hemoragik akibat kehamilan ektopik yang ruptur dapat saja tidak menjadi takikardia. Berikut adalah beberapa pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan untuk menduga adanya kehamilan ektopik:
- Adanya tanda iritasi peritoneal
- Nyeri goyang pada serviks uteri
- Nyeri tekan abdomen (unilateral/bilateral) atau nyeri tekan pada pelvis yang akan lebih terasa sakit di sisi tempat kehamilan ektopik terjadi
- Tanda yang menunjukkan peringatan untuk dilakukan intervensi bedah segera adalah: kekakuan abdomen, nyeri tekan abdomen yang hebat, serta tanda-tanda syok hipovolemik, seperti perubahan tekanan darah drastis dan takikardia
- Pada pemeriksaan pelvis, uterus dapat menjadi sedikit membesar dan melunak yang biasanya tidak sesuai dengan usia kehamilannya.
- Massa pada adnexa mungkin teraba
- Kavum Douglasi dapat menonjol dan nyeri pada perabaan karena terisi darah [2,7-9]
Diagnosis Banding
Hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik memiliki ketiga tanda/gejala yang terdapat pada trias klasiknya (nyeri abdomen, amenorea, dan perdarahan pervaginam). Oleh karena itu, diagnosis banding kehamilan ektopik sangat tergantung pada gejala dan tanda yang muncul. Beberapa kondisi dapat memiliki tanda dan gejala yang menyerupai tanda dan gejala kehamilan ektopik di antaranya:
- Apendisitis
- Salpingitis
- Ruptur kista korpus luteum atau folikel ovarium
- Abortus spontan
- Torsio ovarium
- Mola hidatidosa
- Plasenta previa
- Tumor ovarium
- Endometrioma
- Infeksi saluran kemih [2]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus kehamilan ektopik diantaranya adalah pemeriksaan kada hormon, ultrasonography, dan dilatation & curettage (D&C).
Kadar serum β-Hcg
Kadar β-hCG berkorelasi dengan ukuran dan usia gestasi pertumbuhan embrionik normal. Pada kehamilan normal, kadar β-hCG menjadi dua kali lipat setiap 48-72 jam sampai mencapai kadar 10.000-20.000mIU/mL. Pada kehamilan ektopik peningkatan kadar β-hCG tersebut kurang dari normal.
Sebuah studi oleh Kadar et al menunjukan bahwa kisaran batas terendah yang menjadi referensi dari serum beta-HCG yang harus meningkat selama kurang lebih 2 hari tersebut adalah 66%. Kenaikan β-hCG yang kurang dari 66% dianggap berhubungan dengan kehamilan intrauterin yang abnormal atau kehamilan ektopik. Namun, perlu diingat bahwa terdapat kehamilan intrauterin normal yang kadar β-hCG-nya juga tidak meningkat sampai 66% dan juga kehamilan ektopik yang justru kadar β-HCG-nya meningkat sampai 66% dalam 2 hari tersebut, walaupun kasus seperti itu jarang ditemukan.
Selain itu, pada pengecualian lain terdapat juga kasus kehamilan ektopik di mana kadar β-hCG tidak terdeteksi (negatif). Sebuah laporan kasus oleh Daniilidis et al pada tahun 2014 melaporkan kasus seorang perempuan yang datang ke RS dengan tanda-tanda syok hemoragik yang kemudian diketahui disebabkan oleh kehamilan ektopik yang ruptur, tetapi pada pemeriksaan awal didapatkan 3 kali pemeriksaan kadar β-hCG yang negatif. [10]
Kadar β-hCG memiliki zona diskriminatif yakni zona di mana kadar β-hCG mencapai nilai tertentu (700-1.000mIU/mL) bersamaan dengan dapat terlihatnya kantung kehamilan pada pemeriksaan USG. Tidak adanya tanda-tanda kehamilan intrauterin ketika kadar β-hCG di atas zona diskriminatif menunjukan kemungkinan kehamilan ektopik atau telah terjadi abortus.
Kadar Progesteron
Kadar progesteron adalah modalitas diagnostik lain yang bisa digunakan untuk membedakan gestasi abnormal dari kehamilan intrauterin yang sehat. Berbeda dengan kadar β-hCG, kadar progesteron tidak bergantung pada usia gestasional. Kadar progesteron relatif konstan selama trimester pertama kehamilan, baik normal maupun abnormal.
Walaupun tidak ada konsensus khusus terkait nilai kadar progesteron yang menjadi batasan kehamilan normal dan tidak normal, sebuah studi besar menunjukan kadar progesteron ≥25ng/mL mengindikasikan kehamilan yang normal dan mengeksklusi kehamilan ektopik dengan tingkat keyakinan 97.4% dan sebaliknya kadar progesteron yang ≤5ng/mL mengindikasikan kehamilan yang nonviable seperti pada kehamilan ektopik dan mengeksklusi kehamilan yang normal dengan sensitivitas 100%. Namun, hasil pemeriksaan kadar progesteron menjadi tidak akurat pada pasien hamil setelah IVF karena produksi progesteron yang berlebihan dari korpus luteum multipel serta pada pasien dengan pemberian suplementasi progesteron.
Ultrasonografi (USG)
Modalitas USG mungkin menjadi salah satu modalitas terpenting untuk mendiagnosis kehamilan ektopik. Sebetulnya pemeriksaan dengan USG ini lebih tepatnya ditujukan untuk mengkonfirmasi kehamilan intrauterin. Visualisasi kantong kehamilan intrauterin dengan atau tanpa aktivitas jantung janin adalah cara yang adekuat untuk mengeksklusi adanya kehamilan ektopik. USG dapat dilakukan secara abdominal maupun transvaginal. [11]

Dilatasi dan Kuretase (D&C)
Walaupun sekarang ini metode dilatation & curetage (D&C) sudah jarang digunakan karena sudah luasnya ketersediaan USG, metode ini dapat menjadi opsi untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik dengan cara menegakan diagnosis kehamilan intrauterin. Jika jaringan yang didapatkan positif mengandung villi korialis baik pada percobaan pengapungan jaringan pada saline maupun pada pemeriksaan histologis, itu artinya terdapat kehamilan intrauterin. Sementara jika tidak terdapat villi korialis pada pemeriksaan tersebut, itu artinya diagnosis kehamilan ektopik dapat ditegakan. Perlu ditekankan bahwa walaupun metode D&C ini cukup sederhana, metode ini hanya dapat digunakan pada pasien yang tidak menginginkan kehamilannya dilanjutkan meskipun kehamilan tersebut merupakan kehamilan intrauterin. Selain itu, pada kasus khusus seperti pada kehamilan heterotopik di mana sedikitnya terdapat satu janin intrauterin dan 1 janin ekstrauterin, metode ini juga tidak dapat memberikan hasil yang akurat
Kuldosintesis
Dengan adanya teknologi yang lebih superior dalam hal sensitivitas dan spesifisitas seperti USG dan penilaian kadar hormon (β-hCG dan progesteron), pemeriksaan kuldosintesis semakin ditinggalkan untuk menegakan diagnosis kehamilan ektopik.
Kuldosintesis adalah suatu metode pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah di dalam kavum Douglas. Metode ini dilakukan dengan cara memasukan jarum menembus fornix posteror vagina ke cul-de-sac dan mencoba mengaspirasi darah. Namun, walaupun metode ini cukup sederhana, cepat, dan tidak mahal, penggunaannya saat ini sudah jarang dilakukan karena tingginya hasil positif palsu (10-14%). Tingginya nilai positif palsu ini dapat disebabkan oleh korpus luteum yang ruptur, abortus inkomplit, dan menstruasi retrograde.
Laparoskopi
Laparoskopi menjadi pilihan terakhir yang digunakan sebagai alat bantu diagnostik untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian metode diagnostik yang lain meragukan. Pemakaian rutin pemeriksaan laparoskopi pada semua pasien yang diduga mengalami kehamilan ektopik memiliki risiko dan menambah biaya yang tidak diperlukan walaupun sebenarnya laparoskopi memang pemeriksaan standar diagnostik. Kelebihannya pemeriksaan ini adalah kita dapat menilai struktur pelvis, ada tidaknya hemoperitoneum, serta keberadaan kondisi lain seperti kista ovarium dan endometriosis yang ketika hadir bersamaan dengan kehamilan intrauterin, dapat menyerupai kehamilan ektopik. Namun, pemeriksaan ini juga memiliki kekurangan yakni jika dilakukan pada kehamilan dengan usia gestasi yang lebih awal, hasil positif palsunya juga akan meningkat.