Pendahuluan Torsio dan Ruptur Kista Ovarium
Torsio dan ruptur merupakan komplikasi tersering pada penderita kista ovarium. torsio kista ovarium terjadi karena massa kista merotasi ligamentum infundibulo pelvikum dan ligamentum utero ovarian, sehingga menyebabkan penurunan aliran balik vena, edema stroma, perdarahan internal, dan infark. Sedangkan ruptur kista ovarium sering berkaitan dengan siklus ovarium.[1-3]
Kebanyakan kasus kista ovarium tidak bergejala, bersifat jinak, tidak memerlukan penanganan lebih lanjut, dan dapat sembuh secara spontan. Namun, penderita kista ovarium perlu diberikan edukasi tentang komplikasi torsio dan ruptur kista ovarium, termasuk tanda dan gejalanya. Kondisi ini memerlukan tindakan diagnostik dan penanganan yang cepat.[1-3]
torsio dan ruptur kista ovarium sering dirasakan sebagai nyeri akut abdomen, terutama setelah aktivitas fisik intensitas tinggi seperti olahraga atau kegiatan seksual. Torsio dapat menyebabkan infark, nekrosis, infertilitas, dan menopause prematur. Bila torsio kista ovarium terjadi pada kehamilan, dapat menyebabkan persalinan preterm.[1-3]
Sedangkan ruptur kista ovarium dapat menyebabkan perdarahan pada daerah sekitar, bermanifestasi sebagai hemoperitoneum, peritonitis, bahkan gangguan hemodinamik seperti hipotensi hingga syok hipovolemik. Pada kista dermoid, ruptur menyebabkan nyeri yang hebat akibat tumpahan cairan sebaceous. [1-3]
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan CT Scan pelvis dapat melihat aliran darah dan membantu menegakkan diagnosis. Laparoskopi atau laparotomi pada torsio kista ovarium dilakukan untuk tindakan detorsio yang bertujuan mengembalikan posisi dan vaskularisasi. Sehingga komplikasi seperti nekrosis dapat dihindari, dan fungsi organ diharapkan bisa kembali. Tindakan operasi untuk ruptur kista ovarium tergantung kondisi klinis pasien, stabilitas pasien, jumlah darah pada abdomen, dan tersedianya operator operasi. Untuk kasus ruptur kista ovarium dengan pasien stabil, dapat dilakukan manajemen konservatif dengan analgesik.[2-4]