Etiologi Alzheimer
Etiologi Alzheimer belum diketahui pasti. Berdasarkan penelitian Alzheimer dapat terjadi karena interaksi antara faktor genetik, gaya hidup, dan juga faktor lingkungan.[1]
Faktor Genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya Alzheimer. Pasien yang memiliki 2 kopi alel apolipoprotein (APOE) E4 memiliki risiko Alzheimer 2 kali lipat dibanding pasien lain yang memiliki subtipe APOE lain. Beberapa faktor genetik lain yang mempengaruhi adalah mutasi pada protein prekursor amiloid, presenilin, dan TREM2 (triggering receptor on myeloid cells 2).[1,6-8]
Presenilin
Presenilin-1 (PS1), gen pada kromosom 14 dan presenilin-2 (PS2), gen pada kromosom 1 memiliki hubungan signifikan dengan kejadian Alzheimer autosomal dominan yang terjadi secara dini. Messenger RNA PS1 dan PS2 hanya dapat ditemukan di dalam sel saraf. PS1 ditemukan dalam retikulum endoplasma dan aparatus Golgi. Pada hewan percobaan yang mengalami penurunan ekspresi PS1, terjadi penurunan pembelahan protein prekursor amiloid oleh sekretase. Penumpukan deposit amiloid β 42/43 banyak ditemukan pada pasien dengan mutasi pada gen PS1.[1]
Clusterin
Clusterin adalah protein plasma yang dikode oleh gen CLU yang diduga memiliki peranan penting dalam terjadinya penyakit Alzheimer. Dalam sebuah penelitian, polimorfisme pada gen CLU berhubungan dengan atrofi pada korteks entorinal, tingkat keparahan dan perburukan gejala klinis Alzheimer.[1]
Faktor Gaya Hidup
Faktor gaya hidup yang sehat dapat mengurangi risiko seseorang untuk mengalami Alzheimer. Rutin melakukan aktivitas fisik dan olahraga (aerobik) serta diet Mediterranean memberikan manfaat proteksi terhadap Alzheimer. Di sisi lain, merokok dapat meningkatkan risiko Alzheimer.[1]
Faktor Lingkungan
Berdasarkan beberapa studi, faktor lingkungan seperti polusi udara (misalnya nitrogen oksida, karbon monoksida), kandungan aluminium pada air minum, pajanan gelombang elektromagnetik, dan pajanan terhadap bahan pelarut kimia dan pestisida berhubungan dengan meningkatnya faktor risiko Alzheimer.[9]
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya Alzheimer antara lain:
- Pertambahan usia: Pasien Alzheimer paling banyak berusia ≥ 65 tahun. Risiko Alzheimer meningkat sekitar 2 kali lipat setiap kelipatan usia 5 tahun
- Riwayat keluarga: Pasien yang memiliki saudara kandung dengan Alzheimer akan lebih berisiko untuk menderita Alzheimer juga
- Resistensi insulin dan diabetes mellitus: memicu jalur stres oksidatif dan sinyal neuroinflamasi pada otak yang mengakibatkan neurodegenerasi. Glukosa adalah satu-satunya sumber energi sel saraf otak, sehingga gangguan metabolisme glukosa akan mengganggu fungsinya. Pasien diabetes melitus tipe 2 lebih berisiko 2 kali lipat untuk menderita Alzheimer
- Faktor kardiovaskular, seperti hipertensi dan dislipidemia: Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya Alzheimer yang diduga akibat proses kerusakan pada pembuluh darah, ekstravasasi protein, cedera sel saraf, yang diikuti dengan akumulasi deposit amiloid β. Berdasarkan penelitian peningkatan kadar LDL meningkatkan risiko kejadian Alzheimer
- Obesitas: meningkatkan risiko terjadinya Alzheimer, terutama akibat peningkatan massa tubuh oleh jaringan lemak. Diet tinggi lemak meningkatkan kejadian gangguan kognitif, potensiasi pembelahan protein oleh sekretase β, dan kerusakan pada mitokondria yang berhubungan pula dengan resistensi insulin
- Ditemukannya marker inflamasi
Cedera otak traumatik: seseorang dengan riwayat trauma kepala memiliki peningkatan risiko Alzheimer pada studi Bukti menunjukkan bahwa setelah kejadian trauma kepala, terjadi peningkatan pembentukan amiloid β dan hiperfosforilasi protein tau di jaringan otak, peningkatan kadar amiloid β pada cairan serebrospinal, dan produksi berlebih protein prekursor amiloid
Down Syndrome: Kromosom 21 mengkode protein prekursor amiloid, kondisi trisomi menghasilkan 2 kopi protein tersebut. Peningkatan ekspresi protein prekursor amiloid meningkatkan produksi amiloid β
- Penggunaan obat antikolinergik: Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan obat antikolinergik dengan gangguan fungsi kognitif dan peningkatan risiko dementia[1,6-8]