Diagnosis Alzheimer
Diagnosis penyakit Alzheimer pada tahap awal sulit dilakukan karena penyakit ini tidak menimbulkan gejala apapun. Kelainan awal hanya dapat terdeteksi dari hasil pencitraan dan pemeriksaan biomarker. Namun, pada tahap lanjut, akan terjadi gangguan fungsi aktivitas sehari-hari dan dementia akibat Alzheimer. Kedua aspek ini yang harus digali melalui anamnesis pasien untuk menegakkan diagnosis klinis Alzheimer. Pemeriksaan fisik sendiri lebih bertujuan untuk menyingkirkan diagnosis banding penyakit dengan manifestasi dementia lainnya.
Diagnosis definitif Alzheimer adalah melalui autopsi otak pasien postmortem, yakni ditemukannya plak amiloid dan neurofibrillary tangles. [1,2]
Fase Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer diklasifikasikan menjadi 3 fase penyakit:
- Preklinis: belum ada gejala, namun sudah ada perubahan pada otak yang dapat dideteksi dari pencitraan dan pemeriksaan biomarker
- Gangguan kognitif ringan: pasien masih mampu menjalankan aktivitas sehari-hari
- Dementia akibat Alzheimer: gangguan kognitif sudah mengganggu aktivitas sehari-hari[6]
Pasien atau laporan dari keluarga pasien mengenai gangguan kognitif, perilaku yang berdampak pada aktivitas dan fungsional sehari-hari harus ditanggapi oleh dokter dengan evaluasi terarah dan bertahap. Bila ditemukan perburukan gejala yang cepat, rujukan ke dokter spesialis harus dilakukan.[2]
Gejala dementia pada Alzheimer sendiri dapat didiagnosis menggunakan kriteria diagnosis dementia menurut Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III).
Kriteria Diagnosis Dementia akibat Alzheimer
Berdasarkan PPDGJ-III, dementia didefinisikan sebagai:
- Penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir yang mengganggu aktivitas harian seorang, misalnya mandi, berpakaian, makan, menjaga kebersihan diri, atau buang air kecil
- Tidak disertai gangguan kesadaran
- Gejala dan disabilitas tampak nyata minimal selama 6 bulan[14]
Kriteria diagnosis dementia akibat Alzheimer berdasarkan PPDGJ-III adalah sebagai berikut:
- Ditemukan gejala dementia
- Onset bertahap dengan deteriorasi lambat
- Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus yang menyatakan bahwa kondisi mental tersebut dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan dementia, misalnya hipotiroidisme, hidrosefalus bertekanan normal, hematoma subdural, hiperkalsemia, atau neurosifilis
- Tidak ada serangan apoplektik mendadak atau gejala neurologis fokal seperti hemiparesis, hilangnya fungsi sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan tersebut (fenomena ini sering kali tumpang tindih di kemudian hari). [14]
Anamnesis
Hal yang penting ditanyakan pada anamnesis meliputi perubahan kognitif, perubahan aktivitas sehari-hari, gangguan mood dan gejala neuropsikiatri lain, serta gangguan seputar fungsi sensorik dan motorik yang dialami oleh pasien.
Keluhan Awal
Keluhan awal yang sering muncul adalah:
- Penurunan daya ingat: sering lupa menaruh barang, lupa sudah melakukan aktivitas tertentu, lupa dengan topik yang baru saja dibicarakan, lupa tempat atau merasa bingung di lokasi yang sebenarnya sudah familiar
- Kesulitan menghitung uang atau saat membayar sesuatu
- Kesulitan membuat keputusan
- Berkurangnya spontanitas dan inisiatif dalam melakukan sesuatu
- Perubahan mood dan rasa cemas yang meningkat
- Membutuhkan waktu yang lebih lama dalam melakukan aktivitas sehari-hari
Keluhan Lanjutan
Pada keadaan lebih lanjut, pasien/keluarga akan mengeluhkan hal-hal berikut ini:
- Kesulitan mengenali kerabat atau anggota keluarga
- Gangguan bahasa
- Melakukan hal yang sama berulang-ulang
- Muncul rasa takut, gelisah, dan mudah marah
Aspek Anamnesis Lainnya
Pada anamnesis, tanyakan riwayat keluarga lain yang menderita Alzheimer dan riwayat penyakit lain yang diderita pasien penting dilakukan saat anamnesis. Kemungkinan pasien menyangkal keluhan-keluhan tersebut dapat terjadi, sehingga anamnesis terhadap keluarga pasien juga diperlukan.[1,2]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik lengkap perlu dilakukan termasuk pemeriksaan neurologis dan status mental. Pada Alzheimer yang berat, dapat ditemukan penurunan berat badan, inkontinensia, infeksi kulit, atau kejang.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang memiliki gejala dementia seperti stroke atau penyakit Parkinson. Pemeriksaan neurologis pasien Alzheimer biasanya normal.
Pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan status mental harus meliputi poin-poin mengenai atensi dan konsentrasi, memori jangka pendek dan panjang, bahasa, praksis, fungsi eksekutif otak, dan fungsi visuospasial. Pada Alzheimer fase awal, gangguan yang pertama tampak adalah gangguan memori, afasia anomik ringan, dan gangguan visuospasial. Instrumen pemeriksaan status mental yang sering digunakan adalah Mini-Mental Status Examination (MMSE), Mini-Cognitive Assessment Instrument (Mini-Cog), General Practitioner Assessment of Cognition (GPCOG), Montreal Cognitive Assessment (MoCA), dan Saint Louis University Mental Status (SLUMS).[1,15]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding penyakit Alzheimer adalah sebagai berikut:
Dementia Vaskuler
Dementia vaskuler umumnya memiliki gejala neurologis fokal, selain dari gangguan kognitif. Onset gejala-gejala tersebut biasanya mendadak. Pada pemeriksaan pencitraan otak akan ditemukan lesi serebrovaskular yang mendukung gejala klinis.[16]
Hidrosefalus dengan Tekanan Intrakranial Normal
Hidrosefalus dengan tekanan intrakranial normal memiliki trias klasik berupa gait abnormal (shuffling gait, bradikinesia, magnetic gait), inkontinensia urin, dan dementia. Pemeriksaan penunjang berupa pencitraan otak dan pungsi lumbal dapat mendukung diagnosis penyakit ini.[17]
Hipotiroidisme
Pasien dengan hipotiroidisme dapat mengalami gangguan memori juga. Gejala lain yang dapat ditemukan atau mendahului adalah penambahan berat badan, tidak tahan dingin, rambut rontok, konstipasi, rasa lemah pada tungkai, serta depresi. Pemeriksaan laboratorium darah fungsi tiroid merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk menunjang diagnosis hipotiroidisme.[18]
Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson juga dapat menunjukkan gejala dementia. Selain gejala dementia, pasien memiliki gejala Parkinson khas lainnya seperti tremor esensial, bradikinesia, rigiditas, dan instabilitas postural.[19]
Dementia Lewy Body
Pada dementia Lewy body (DLB) kelainan ditemukan pada lobus frontal. Gejala klinis yang menonjol yang membedakannya dengan Alzheimer adalah halusinasi visual, fungsi kognitif yang berubah-ubah secara fluktuatif, kelainan motorik seperti Parkinson, gangguan visuospasial dan fungsi eksekutif yang lebih berat. Gangguan memori pada DLB biasanya lebih ringan.[20]
Sindroma Wernicke-Korsakoff
Sindroma Wernicke-Korsakoff memiliki trias klasik nistagmus, ataksia, dan delirium. Pemeriksaan penunjang serum tiamin dapat mendukung diagnosis.[21]
Hipernatremia
Hipernatremia ditunjang dengan hasil pemeriksaan elektrolit. Koreksi keadaan hipernatremia akan memberikan perubahan kondisi umum (khususnya ensefalopati) yang signifikan pada pasien.[22]
Alcohol Use Disorder atau Substance Use Disorder Lainnya
Alcohol use disorder atau substance use disorder lainnya dalam waktu lama dapat menimbulkan gangguan kognitif. Dari anamnesis diperoleh riwayat penggunaan alkohol atau obat terlarang. Hasil pemeriksaan laboratorium darah dan urine dapat mendeteksi kadar zat-zat tersebut.[23]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu menyingkirkan kemungkinan lain yang dapat menyebabkan dementia. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium darah, MRI, CT Scan, fluorodeoxyglucose-positron emission tomography (FDG-PET) scan, pungsi lumbal, pemeriksaan genotip dan tes genetik lain untuk melihat mutasi pada protein prekursor amiloid atau presenilin.[1,2,14]
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan untuk mengeksklusi penyakit lain. Beberapa pemeriksaan yang umum dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, kadar vitamin B12, skrining fungsi hati, kadar thyroid-stimulating hormone (TSH), serologi HIV, dan pemeriksaan sifilis.[1,14]
Pencitraan
Pencitraan sebaiknya dilakukan pada pasien yang menunjukkan gejala gangguan kognitif dan perubahan perilaku. Pencitraan yang disarankan dilakukan pertama kali adalah MRI otak. Bila MRI tidak tersedia atau ada kontraindikasi untuk dilakukan MRI maka pemeriksaan CT Scan kepala dapat menjadi alternatif. Gambaran yang mungkin ditemukan pada hasil pencitraan dapat berupa penyusutan volume otak terutama pada bagian hipokampus. Teknik pencitraan lain yang dapat digunakan bila hasil MRI atau CT Scan meragukan adalah FDG-PET scan atau amiloid PET scan yang hasilnya diinterpretasi oleh dokter yang ahli di bidang dementia.[1,2,15]
Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal biasanya hanya dilakukan untuk kepentingan penelitian, tetapi pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan bila hasil pencitraan struktur otak memberikan hasil yang meragukan. Pada pungsi lumbal penderita Alzheimer, dapat ditemukan perubahan pada cairan serebrospinal berupa peningkatan kadar protein tau dan amiloid β.[15]
Pemeriksaan Genetik
Pemeriksaan genetik terhadap gen prekursor protein amiloid dan presenilin (PS1 dan PS2) disarankan dilakukan pada pasien Alzheimer onset dini (<65 tahun) dengan atau tanpa riwayat dementia pada keluarga. Pemeriksaan ini juga disarankan bagi seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita penyakit Alzheimer onset dini yang terbukti mengalami mutasi pada gen APP dan presenilin. Pemeriksaan genetik untuk APOE E4 lebih sering dilakukan dalam konteks penelitian.[1,14]