Penatalaksanaan Down Syndrome
Penatalaksanaan Down syndrome dilakukan dengan pemberian medikamentosa dan pembedahan untuk penyakit komorbid, serta terapi suportif. Tata laksana ini bertujuan untuk mencegah mortalitas serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Pemeriksaan dan skrining berkala untuk deteksi dini kelainan seperti gangguan saluran pernapasan dan gangguan pendengaran juga perlu dilakukan sebagai bagian dari penatalaksanaan Down syndrome.
Medikamentosa
Terapi medikamentosa spesifik diberikan untuk menangani penyakit komorbid yang ditemukan pada pasien Down syndrome, misalnya pemberian hormon tiroid pada pasien Down syndrome dengan hipotiroidisme. Pengawasan terhadap respons terapi obat dan efek samping obat harus dilakukan karena terdapat perbedaan farmakoterapi pada pasien Down syndrome dengan orang normal. Contohnya adalah pengawasan terhadap risiko toksisitas yang lebih besar pada pasien Down syndrome yang mendapat methotrexate untuk pengobatan leukemia.
Vaksinasi pneumococcal dan influenza rutin disarankan bagi pasien Down syndrome dikarenakan tingginya risiko infeksi saluran pernapasan.[2,24]
Pembedahan
Pembedahan pada pasien Down syndrome memiliki risiko infeksi yang lebih tinggi serta durasi penyembuhan luka yang lebih lama. Pembedahan untuk mengoreksi penyakit jantung bawaan perlu dilakukan untuk mencegah komplikasi dan mengurangi mortalitas. Anomali pada saluran pencernaan seperti atresia duodenum dan penyakit Hirschsprung juga memerlukan terapi pembedahan segera.
Terapi pembedahan adenotonsilektomi dapat dilakukan pada kasus obstructive sleep apnea (OSA) di pasien Down syndrome. Kasus katarak kongenital juga memerlukan penanganan sedini mungkin untuk mencegah ambliopia. Instabilitas servikal yang dialami pasien Down syndrome membutuhkan perhatian ekstra saat akan melakukan intubasi untuk proses anestesi. Posisi leher dipertahankan dalam posisi netral (tidak hiperekstensi) pada saat tindakan tersebut atau pada saat pemeriksaan misalnya rontgen servikal.[2]
Terapi Suportif
Terapi suportif pada penatalaksanaan kasus Down syndrome meliputi konseling genetik pada calon orang tua, fisioterapi, speech therapy, dan behavioural therapy.
Konseling Genetik
Konseling genetik meliputi anamnesis lengkap mengenai riwayat penyakit genetik pada keluarga, faktor usia ibu dan ayah, riwayat anak sebelumnya dengan Down syndrome, dan pajanan terhadap faktor risiko seperti kontrasepsi oral, bahan kimia, rokok, radiasi pengion. Pemeriksaan skrining Down syndrome kombinasi antara ultrasonografi dan serum maternal yang positif harus dikonfirmasi dengan FISH dan/atau karyotyping. Hasil karyotyping dapat menjadi pedoman untuk memperkirakan kemungkinan kelainan genetik pada kehamilan berikutnya.[2]
Fisioterapi
Fisioterapi dibutuhkan oleh pasien Down syndrome untuk memperbaiki fungsi motorik, keseimbangan dan koordinasi tubuh guna membantu dirinya melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Sebuah studi kohort restrospektif menunjukkan bahwa fisioterapi dapat membantu anak Down syndrome mengatasi keterlambatan berjalan.[25]
Speech Therapy
Speech therapy dibutuhkan oleh pasien Down syndrome untuk memperbaiki kemampuan bahasa dan komunikasi pasien. Disabilitas intelektual yang dialami pasien, tentunya mempersulit mereka untuk mempelajari suatu bahasa. Kesulitan komunikasi yang tidak diintervensi sejak dini akan bertahan hingga dewasa dan tentunya sangat mempengaruhi kemampuan bersosialisasi dan kualitas hidup pasien. Kondisi makroglotia dan kelainan struktur rongga mulut juga mempersulit pelafalan kata. Speech therapy terkadang dikombinasikan dengan pengajaran bahasa isyarat terutama bagi pasien Down syndrome dengan gangguan pendengaran. Beberapa pendekatan speech therapy yang digunakan adalah EDI (easy does it) dan BTSR (broad target speech recast).[2,26]
Behavioral Therapy
Behavioral therapy dibutuhkan oleh pasien Down syndrome untuk mengatasi gangguan mental yang menyertai seperti attention deficit hyperactivity disorder, perilaku kompulsif, dan autisme.[27]
Diet dan Aktivitas Fisik
Pembatasan diet yang seimbang dengan aktivitas fisik yang cukup dapat mencegah terjadinya obesitas pada pasien Down syndrome. Aktivitas fisik atau olahraga yang melibatkan banyak pergerakan tulang belakang sebaiknya dihindari atau diberikan perhatian ekstra oleh karena masalah instabilitas servikal yang dialami pasien Down syndrome.[2]
Konsultasi dan Pemeriksaan Rutin
Konsultasi dengan dokter spesialis dan pemeriksaan rutin pasien Down syndrome yang direkomendasikan oleh American Family Physician adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Rekomendasi Pemeriksaan dan Konsultasi Rutin Pasien Down Syndrome
Usia | Pemeriksaan | Pemeriksaan Penunjang | Rujukan |
<1 bulan | Gangguan pernapasan (apnea, desaturasi oksigen), bradikardia, gangguan gastrointestinal (atresia duodenum, atresia anorectal), pemeriksaan red reflex mata | ● Pemeriksaan darah lengkap ● Karyotyping kromosom ● Echocardiography ● TSH ● Skrining fungsi pendengaran | ● Spesialis jantung anak ● Spesialis THT ● Spesialis endokrin anak ● Spesialis anak |
Usia 1 bulan – 1 tahun | Evaluasi pendengaran, imunisasi dasar, disfungsi neurologis, kejang, tanda myelopathy, sleep apnea | ● Darah lengkap ● Skrining fungsi pendengaran (usia 6 bulan) ● Skrining fungsi penglihatan ● TSH (usia 6 bulan dan 12 bulan) | ● Spesialis THT ● Spesialis mata |
Usia 1-5 tahun | Pemeriksaan penyakit Celiac, autisme, vaksin influenza, tanda myelopathy dan disfungsi neurologis, kejang, otitis media, skrining fungsi penglihatan (tiap tahun) | ● Darah lengkap (tiap tahun) ● TSH (tiap tahun) ● Rontgen tulang belakang servikal ● Kadar ferritin (tiap tahun) ● Skrining fungsi pendengaran (tiap 6 bulan) ● C-reactive protein (CRP) tiap tahun | ● Spesialis mata ● Spesialis anak |
Usia 5-13 tahun | Gangguan perilaku, indeks massa tubuh, kesehatan reproduksi, tanda myelopathy, kejang, dan xerosis | ● Darah lengkap ● TSH ● CRP (tiap tahun) ● Kadar ferritin (tiap tahun) | ● Spesialis THT ● Spesialis mata ● Spesialis anak |
Usia 13-21 tahun | Gangguan perilaku, indeks massa tubuh, kesehatan reproduksi, gangguan katup mitral dan aorta, tanda myelopathy, disfungsi neurologis, dan kejang | ● Darah lengkap ● TSH ● Echocardiography | ● Spesialis THT ● Spesialis mata (setiap 3 tahun) ● Spesialis jantung |
Sumber: dr. Saphira, 2019. [18]