Etiologi Down Syndrome
Etiologi Down syndrome (Down syndrome) adalah kegagalan pembelahan kromosom selama proses meiosis atau nondisjunction meiotic. Etiologi lain trisomi 21 adalah akibat isokromosom yang menyebabkan abnormalitas struktur kromosom yang seharusnya memiliki lengan panjang dan pendek menjadi seluruhnya lengan panjang. Proses ini dapat terjadi pada perkembangan sel telur atau sperma. Selain itu, trisomi 21 juga dapat timbul akibat translokasi Robertsonian di mana lengan panjang kromosom 21 menempel dengan kromosom lain.[3,7]
Tiga tipe Down syndrome yang sering dijumpai adalah:
Trisomi 21 Klasik
Trisomi 21 klasik terdiri dari 3 salinan lengkap kromosom 21, sehingga pasien Down syndrome tipe ini memiliki 47 kromosom. Trisomi 21 klasik merupakan bentuk kelainan yang paling sering ditemukan pada pasien Down syndrome (95%). Trisomi 21 klasik merupakan hasil dari nondisjunction meiotic chromosome 21 yang dapat terjadi pada saat pembentukan sel telur (90%) ataupun sperma (10%).[2,3]
Translokasi
Sekitar 5% pasien Down syndrome disebabkan karena kelainan translokasi kromosom. Translokasi kromosom menghasilkan 2 salinan normal kromosom 21 dan materi kromosom 21 yang melekat pada lengan kromosom lain, misalnya kromosom 13, 14, 15, dan 22. Pasien Down syndrome tipe ini tetap memiliki 46 kromosom. Translokasi dapat terjadi secara de novo (baru) atau di salah satu orang tua (kebanyakan ibu) dengan fenotip normal namun hanya memiliki 45 kromosom.[2,3]
Mosaik
Pada Down syndrome tipe mosaik, nondisjunction terjadi setelah proses pembuahan, sehingga trisomi 21 hanya terjadi pada beberapa sel tubuh saja. Gejala klinis dan gangguan medis yang timbul umumnya lebih ringan dibandingkan dengan 2 tipe Down syndrome lainnya.[2,3]
Faktor Risiko
Faktor risiko Down syndrome melibatkan faktor pejamu dan faktor lingkungan sebagai berikut:
Faktor Pejamu
Faktor fisiologis yang sangat mempengaruhi insidensi Down syndrome adalah usia ibu hamil. Meningkatnya usia ibu meningkatkan risiko pembentuk oosit aneuploidi yang kemungkinan disebabkan karena efek penuaan (aging) yang menjadikan sel telur lebih rentan. Efek penuaan sel telur ditambah dengan akumulasi faktor toksik dari lingkungan menyebabkan gangguan pada proses meiosis atau perubahan genetik seperti delesi mitokondria.[8]
Penuaan juga dapat mengganggu segregasi kromosom karena berkurangnya kiasma, defek susunan kiasma, dan gangguan frekuensi kiasma. Penuaan pada indung telur berkaitan dengan penurunan jumlah oosit, penurunan jumlah folikel yang matur pada setiap siklus, dan perubahan keseimbangan hormon reproduksi.
Penuaan indung telur juga berkaitan dengan kadar sinyal hormon yang tidak adekuat dan angka eror pada proses meiosis yang lebih tinggi. Korelasi antara usia ibu saat terjadinya pembuahan dengan kasus trisomi 21 klasik telah ditunjukkan pada beberapa studi dengan populasi dan periode waktu yang berbeda. Risiko mengandung bayi dengan Down syndrome adalah 1 per 1.400 pada ibu dengan usia <25 tahun, yang kemudian dapat meningkat hingga 1 per 350 pada ibu yang hamil pada usia >35 tahun. Angka tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia ibu mencapai 1 per 85 kelahiran pada ibu usia >40 tahun.[1,7,9]
Gangguan rekombinasi genetik pada kromosom 21 merupakan faktor risiko yang mempengaruhi insidensi Down syndrome. Rekombinasi genetik adalah pertukaran informasi genetik antara dua molekul DNA yang menghasilkan sebuah alel kombinasi baru. Gangguan pada proses rekombinasi kromosom 21 berhubungan dengan peningkatan proporsi eror yang menyebabkan nondisjunction maternal (kromosom ibu). Studi terhadap rekombinasi pada kromosom 21 menunjukkan hasil tidak adanya pertukaran materi genetik atau hanya telomer tunggal yang mengalami pertukaran akan meningkatkan risiko eror pada meosis I. Sedangkan pertukaran perisentromerik akan meningkatkan risiko eror pada meiosis II. Pertambahan usia ibu memicu proses pertukaran yang tidak optimal sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya nondisjunction.[7,9]
Faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor paternal (kromosom ayah). Sekitar 10% trisomi 21 disebabkan oleh nondisjunction paternal. Usia ayah yang tua, >49 tahun, memiliki korelasi dengan meningkatnya risiko kelahiran bayi Down syndrome diakibatkan lebih banyak jumlah sperma yang mengalami aneuploidi. Ibu yang memiliki anak dengan Down syndrome memiliki risiko yang lebih tinggi untuk kembali hamil dengan janin yang mengalami Down syndrome, risiko ini justru lebih tinggi pada ibu yang berusia <35 tahun.[2,7,9]
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kelahiran bayi dengan Down syndrome antara lain adalah:
- Paparan terhadap asap rokok: peningkatan insidensi Down syndrome pada wanita <35 tahun
- Paparan terhadap radiasi pengion: peningkatan insidensi kelahiran Down syndrome setelah peristiwa Chernobyl pada area yang terpapar radiasi di Eropa
- Paparan terhadap bahan kimia beracun: memicu terjadinya nondisjunction kromosom yang menimbulkan trisomi
- Defisiensi folat
- Riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal
- Status sosioekonomi orangtua