Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • SKP Online
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit
  • Obat
  • Tindakan Medis
Penatalaksanaan Sirosis Hepatis general_alomedika 2019-04-29T17:38:48+07:00 2019-04-29T17:38:48+07:00
Sirosis Hepatis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Sirosis Hepatis

Oleh :
Rainey Ahmad Fajri Putranta
Share To Social Media:

Penatalaksanaan sirosis berfokus pada faktor etiologi, misalnya dengan berhenti mengonsumsi alkohol atau penanganan hepatitis B pasien. Selain penanganan etiologi, monitoring dan penanganan komplikasi sirosis hepatis seperti peritonitis atau pecah varises esofagus juga harus dilakukan.

Sirosis Tanpa Komplikasi

Sirosis tanpa komplikasi dapat ditangani dengan penggunaan obat-obatan dengan kombinasi diet yang bertujuan untuk mengurangi berat badan. Obat yang dapat digunakan berkisar antara steroid hingga antivirus.

Medikamentosa

Pada pasien tanpa infeksi, pemberian glukokortikoid dan pentoxifylline dapat diberikan untuk menangani sirosis. Pemberian pentoxifylline masih kontroversial karena terdapat studi yang menyatakan bahwa penggunaannya tidak meningkatkan tingkat kesintasan pasien. Walau demikian, obat ini tetap digunakan, terutama pada pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap glukokortikoid karena belum terdapat alternatif obat yang lebih baik. [23, 24]

Pasien dengan hepatitis B dapat diberikan interferon alfa dan lamivudine. Lamivudin dapar diberikan 100 mg setiap hari selama 1 tahun secara oral. Interferon alfa diberikan 3 MIU 3x per minggu selama 4-6 bulan secara subkutan. Pada pasien yang resisten lamivudin dapat diberikan adefovir dan tenofovir. Walaupun begitu, pemberian lamivudin dapat menyebabkan resistensi apabila digunakan 9-12 bulan. Selain itu, suatu penelitian di Jepang menunjukkan bahwa interferon tidak direkomendasikan pada pasien dengan sirosis, karena efeknya belum terbukti oada fibrosis dan hepatoselular karsinoma.

Tenofovir terbukti efektif pada suatu penelitian tahun 2013. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa pemberian tenofovir selama 5 tahun dapat mensupresi virus hepatitis B dan mengurangi sirosis dan fibrosis pada hati. Penelitian tersebut mengambil sampel sebanyak 641 pasien dan 489 pasien mengikuti penelitian hingga minggu ke 240. [25]

Berbeda dengan hepatitis B, pasien dengan hepatitis C dapat diberikan interferon subkutan 5 MIU 3x seminggu dan ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan. [4,26]

Diet dan Gaya Hidup

Diet dengan protein 1 gram/kgBB disertai kalori sebesar 2000-3000 kkal/hari dapat diberikan apabila tidak terdapat koma hepatika. Selain itu, edukasi mengenai reduksi konsumsi alkohol juga harus dilakukan untuk mengurangi risiko sirosis hepatis yang lebih parah.

Pada pasien dengan ensefalopati hepatis, pemberian diet protein harus dikurangi hingga 0.5 gram/kgBB/hari. Selain itu, pemberian laktulosa dapat membantu mengeluarkan ammonia dari tubuh. Pasien dengan asites dapat diberikan diet rendah garam.[10]

Pengurangan konsumsi alkohol dan pemberian terapi untuk Hepatitis B dan C terbukti memperbaiki kondisi sirosis hepatis.

Sirosis dengan Komplikasi

Strategi penatalaksanaan pada pasien sirosis dengan komplikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Mengobati infeksi, memperbaiki fungsi sirkulasi, menangani hipertensi portal, diet, serta transplantasi hati dapat dilakukan untuk menangani sirosis dengan komplikasi.

Penanganan Infeksi

Infeksi dapat ditangani dengan memberikan antibiotik seperti rifaximin. Antibiotik lainnya yang dapat diberikan adalah cefotaxime, amoxicillin, dan aminoglikosida, terutama pada pasien dengan peritonitis bakterial spontan. [4,13]

Perbaikan Fungsi Sirkulasi

Perbaikan sirkulasi yang buruk dapat dilakukan dengan pemberian albumin. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya asites. Selain albumin, pemberian diuretik seperti spironolactone 1x 100-200 mg/hari dapat dikombinasikan dengan diet rendah garam dalam memperbaiki asites. Perbaikan dari asites dapat dilihat dari perubahan berat badan 500 gram - 1 kg per hari.

Asites yang sangat besar dapat dilakukan parasentesis. Jika ditemukan pewarnaan Gram dari hasil parasentesis positif atau peritonitis bakterial spontan dicurigai secara klinis, berikan antibiotik segera. Pilihan antibiotik yang dapat digunakan di antaranya adalah cefotaxime dan ciprofloxacin. Parasentesis juga sebaiknya dilakukan pada pasien dengan ensefalopati hepatis.[13,26,27]

Penanganan Hipertensi Portal

Propranolol dapat diberikan pada pasien dengan varises esofagus, untuk memperbaiki hipertensi portal. Pemberian beta blocker sebagai profilaksis untuk perdarahan varises apabila terdapat varises yang besar (>5 mm) atau memiliki risiko tinggi (Child-Pugh Class B atau C).

Pemberian propranolol dapat mengurangi angka kejadian komplikasi terkait hipertensi portal, seperti ensefalopati, peritonitis bakterial spontan, dan asites. Propranolol yang direkomendasikan adalah sebesar 20-40 mg, dua kali per hari dan dilakukan hingga detak jantung 55-60 kali per menit dan tekanan darah sistolik tidak di bawah 90 mmHg. Setelah baik, pasien diminta untuk kontrol dan melanjutkan terapi propranolol. Selain propranolol, obat yang dapat diberikan adalah nadolol dan carvedilol. [4,10]

Prosedur TIPS, Transjugular Intrahepatic Portosystem Shunt, merupakan prosedur yang dapat dilakukan dalam menangani perdarahan alibat varises yang aku ataupun berulang tetapi tidak dapat dilakukan terapi farmakologi maupun skleroterapi. TIPS bertujuan untuk mengalihkan aliran darah portal ke vena hepatika. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada sirkulasi portal dan sistemik, dan dapat mengurangi hipertensi portal dan perdarahan, serta ascites. Pasien yang akan dilakukan transplantasi hepar sebelumnya dapat dilakukan terlebih dahulu TIPS, walaupun sebenarnya hal ini masih kontroversial. TIPS tidak boleh dilakukan pada pasien dengan skor child-pugh C, ensefalopati yang berat, serta pasien dengan polycystic liver disease.

Kelebihan TIPS dibanding pemasangan shunt secara pembedahan adalah tidak merusak anatomi ekstrahepatis. Walaupun prosedur yang baik, penggunaannya harus disertai dengan pengawasan pasca TIPS yang tepat serta pengawasan komplikasi yang dapat terjadi. [28, 29]

Menangani Perdarahan Akibat Varises

Pada perdarahan akibat varises, dapat diberikan agen vasoaktif seperti somatostatin, okreotid, vasopressin, dan terlipresin. Pemberian agen vasoaktif dapat disertai dengan skleroterapi atau ligase endoskopi variseal (endoscopic variceal ligation / EVL). Antibiotik seperti rifaximin, cefotaxime, amoxicillin, atau aminoglikosida perlu diberikan untuk mencegah komplikasi peritonitis bakterial spontan.[4,13,26,27]

Pasien dengan sirosis biasanya memiliki koagulopati yang disebabkan kerusakan fungsi hepar, serta peningkatan faktor pembekuan darah yang dihasilkan endothelium pembuluh darah. Hal ini dapat ditangani dengan transfusi platelet apabila platelet di bawah 50.000 mm3. Selain itu, pemberian agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproat, juga dapat diberikan dalam pencegahan thrombosis pada pasien dengan kelainan hepar. Defisiensi vitamin K sering ditemukan pada pasien dengan sirosis dekompensata. Pemberian vitamin K yang direkomendasikan dilakukan secara injeksi 10mg. Pemberian fresh frozen plasma (FFP) pada pasien dengan koagulopati memiliki efek yang masih diragukan. Pasalnya, pemberiannya dapat menyebabkan efek samping yang signifikan: seperti volume overload, hipertensi portal eksaserbasi dan risiko infeksi. [30,31,32]

Terapi Eksperimental pada Sirosis Hepatis

Seiring berkembangnya bidang kefarmasian, banyak studi yang meneliti efektifitas obat yang dapat menjadi pilihan bagi pasien dengan sirosis hepatis. Beberapa obat seperti emricasan dan ASK1-I memiliki fungsi untuk menginhibisi apoptosis. Adapun inhibitor p38 MAPK, NOX-1/4, dan cenicriviroc yang berfungsi untuk mengurangi inflamasi serta fibrosis pada hepar. Selain itu, penggunaan obat seperti aramchol, analog FGF-21 dan FGF-19, serta inhibitor asetil ko-a karboksilase dapat membantu dalam mengurangi sintesis lipid serta meningkatkan oksidasi asam lemak. Untuk saat ini, obat-obat tersebut masih dalam penelitian fase 2, sehingga, dibutuhkan penelitian lainnya untuk mengetahui efektivitasnya. [24]

Transplantasi Hati

Sebelumnya, pertimbangan untuk transplantasi hati dilakukan berdasarkan skor Child-Pugh. Akan tetapi, saat ini, transplantasi hepar didasarkan pada Model for End-Stage Liver Disease (MELD). MELD dihitung berdasarkan serum bilirubin, serum kreatinin, dan INR berdasarkan rumus berikut:

MELD = 3.78 x ln [serum bilirubin (mg/dL)] + 11.2 x ln [INR] + 9.57 x ln [serum kreatinin (mg/dL)] + 6.43

MELD memiliki interpretasi sebagai berikut:

  • >40 : mortalitas 71.3%
  • 30-39 : mortalitas 52.6%
  • 20-29 : mortalitas 19.6%
  • 10-19 : mortalitas 6.0%
  • <9 : mortalitas 1.9%

Mortalitas yang dimaksud adalah mortalitas dalam 3 bulan. Hasil perhitungan MELD sudah tidak dapat digunakan setelah 48 jam. Pada pasien dengan dialisis sebanyak 2x, kreatinin adalah 4 mg/dL. Transplantasi hepar diutamakan pada pasien dengan skor MELD >15 atau di bawah 15 dengan adanya komplikasi. [13]

Referensi

4. PB PAPDI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th Ed Jakarta: Interna Publishing. 2014.
10. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Artikel Umum: Sirosis Hati. 2013. Available in http://pphi-online.org/alpha/?p=570
13. European Association of the Study of the Liver, EASL Clinical Practice Guideline For The Management Decompensated Cirrhosis. 2018.
23. Thursz MR, Richardson P, Allison M, Austin A, Bowers M, Day CP, Downs N, Gleeson D, MacGilchrist A, Grant A, Hood S. Prednisolone or pentoxifylline for alcoholic hepatitis. New England Journal of Medicine. 2015 Apr 23;372(17):1619-28.
24. Singh S, Osna NA, Kharbanda KK. Treatment options for alcoholic and non-alcoholic fatty liver disease: a review. World journal of gastroenterology. 2017 Sep 28;23(36):6549.
25. Marcellin P, Gane E, Buti M, Afdhal N, Sievert W, Jacobson IM, Washington MK, Germanidis G, Flaherty JF, Schall RA, Bornstein JD. Regression of cirrhosis during treatment with tenofovir disoproxil fumarate for chronic hepatitis B: a 5-year open-label follow-up study. The Lancet. 2013 Feb 9;381(9865):468-75.
26. Fukui H, Saito H, Ueno Y, Uto H, Obara K, Sakaida I, Shibuya A, Seike M, Nagoshi S, Segawa M, Tsubouchi H. Evidence-based clinical practice guidelines for liver cirrhosis 2015. Journal of gastroenterology. 2016 Jul 1;51(7):629-50.
27. Garcia‐Tsao G, Abraldes JG, Berzigotti A, Bosch J. Portal hypertensive bleeding in cirrhosis: Risk stratification, diagnosis, and management: 2016 practice guidance by the American Association for the study of liver diseases. Hepatology. 2017 Jan 1;65(1):310-35.
28. Boyer TD, Haskal ZJ. The role of transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) in the management of portal hypertension: update 2009. Hepatology. 2010 Jan;51(1):306-.
29. Saad WE, Darwish WM, Davies MG, Kumer S, Anderson C, Waldman DL, Schmitt T, Matsumoto AH, Angle JF. Transjugular intrahepatic portosystemic shunts in liver transplant recipients: technical analysis and clinical outcome. American Journal of Roentgenology. 2013 Jan;200(1):210-8.
30. Caldwell SH. Management of coagulopathy in liver disease. Gastroenterology & hepatology. 2014 May;10(5):330.
31. Amarapurkar PD, Amarapurkar DN. Management of coagulopathy in patients with decompensated liver cirrhosis. International journal of hepatology. 2011 Nov 17;2011.
32. Hambley BC, Diamond A, Connie S, Partovi S, Smith T, LoPresti C. Effect of vitamin K on coagulopathy of liver disease: a single center retrospective review.

Diagnosis Sirosis Hepatis
Prognosis Sirosis Hepatis
Diskusi Terkait
dr. Livia Kurniati Saputra
23 Februari 2022
Video Alomedika - Child-Pugh Score untuk Klasifikasi Sirosis Hati
Oleh: dr. Livia Kurniati Saputra
0 Balasan
ALO Dokter,Sirosis hati/hepatis merupakan komplikasi yang terjadi akibat kerusakan hepar kronik. Klasifikasi sirosis hepatis dapat ditetapkan menggunakan...
Anonymous
26 September 2021
Sirosis hepatis apakah bisa ditegakkan dengan pemeriksaan fisik
Oleh: Anonymous
4 Balasan
Selamat siang teman sejawat sekalian. Saya mau bertanya. Apakah sirosis hepatis bisa ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik? Karena pada beberapa...
Anonymous
30 Agustus 2021
Suspek primary biliary liver cirrhosis - Penyakit Dalam Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo, Dr. dr. Fardah Akil, Sp.PD-KGEH, FINASIMIzin bertanya, Dok. Ada pasien usia 59 tahun yang sebelumnya sempat menjalani pemeriksaan ANA profile menyatakan...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya, Gratis!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2021 Alomedika.com All Rights Reserved.