Epidemiologi Hipoglikemia
Data epidemiologi global menunjukkan hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 1 (T1DM) dibandingkan pasien diabetes mellitus tipe 2 (T2DM). Data terbatas di Indonesia mengungkap bahwa terdapat kemungkinan kaitan antara pemantauan glukosa yang buruk dengan tingginya insidens hipoglikemia.
Global
Insidens hipoglikemia berat (hipoglikemia yang memerlukan pertolongan orang lain dalam memberikan karbohidrat, glukagon, atau tindakan pertolongan lainnya) pada pasien T1DM jauh melampaui insidens serupa pada pasien T2DM yang mendapat terapi insulin (masing-masing 62 vs 4 per 100 orang-tahun). [21]
Terkait penggunaan insulin, tingkat kejadian hipoglikemia berat lebih tinggi pada pasien yang mendapatkan terapi insulin intensif dibandingkan terapi insulin konvensional. Studi Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) mengungkap bahwa proporsi hipoglikemia berat pada pasien yang mendapatkan terapi insulin konvensional dibandingkan terapi insulin intensif, masing-masing adalah 35% vs 65%. [22]
Di sisi lain, data antara tahun 2008-2012 pada negara Skandinavia menunjukkan bahwa tidak terdapat variasi bermakna insidens hipoglikemia berat pada populasi anak-anak di bawah 15 tahun selama periode tersebut. Secara umum, insidens hipoglikemia di negara Skandinavia tersebut bervariasi antara 5-7 per 100 pasien-tahun. [23]
Indonesia
Data epidemiologi di Indonesia tentang hipoglikemia pada populasi diabetik masih terbatas. Sebuah penelitian potong lintang tentang prevalensi komplikasi akut dan kronik T2DM di Bali melaporkan bahwa prevalensi hipoglikemia pada 106 partisipan penelitian mencapai 17%. Kejadian hipoglikemia juga lebih banyak dialami pada pasien T2DM yang mendapat terapi insulin dibandingkan yang mendapat obat diabetes oral maupun modifikasi diet saja (44% vs 33% vs 22%). [26]
Penelitian potong lintang lainnya pada populasi pasien anak dan remaja dengan T1DM melaporkan bahwa insidens hipoglikemia di Indonesia cukup tinggi, yakni mencapai 76 kejadian per 100 pasien-tahun. Angka ini bahkan jauh lebih tinggi daripada insidens hipoglikemia berat pada populasi dewasa di negara maju. Tingginya kejadian hipoglikemia pada populasi anak dan remaja dengan T1DM di Indonesia mungkin berkaitan dengan rendahnya proporsi pasien yang melakukan pemeriksaan HbA1C rutin (21%) dan kurangnya praktik pemantauan glukosa darah mandiri. [27]
Mortalitas
Sejumlah studi telah mempelajari peningkatan risiko mortalitas hipoglikemia dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi. Sebagai contoh, tingkat mortalitas meningkat pada pasien yang mengalami hipoglikemia selama terapi glikemik intensif pada suatu uji klinis terkontrol pada populasi T2DM maupun pasien dengan sakit kritis. [28,29]. Pasien dengan T2DM yang mendapat terapi glikemik intensif memiliki jumlah episode hipoglikemik yang lebih tinggi dalam kurun waktu 7 hari sebelum pemantauan selama 4 bulan dibandingkan pasien yang mendapat terapi dengan target glikemik standar (1,06 vs 0,24 episode). Selain itu, kejadian hipoglikemia tersamar juga lebih sering ditemukan pada pasien dengan terapi glikemik intensif dibandingkan kelompok kontrol (5,8% vs 2,6%) walaupun analisis akhir tidak membuktikan ada perbedaan risiko mortalitas yang signifikan pada kedua grup. [30]