Penatalaksanaan Chancroid
Penatalaksanaan ulkus mole atau chancroid dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik. Terapi umumnya menunjukkan hasil yang baik dengan resolusi komplit, tetapi dalam beberapa kasus dapat menimbulkan jaringan parut. Pasien yang mendapat terapi antibiotik harus dievaluasi dalam 7 hari, bila tidak ada perbaikan kemungkinan terjadi kesalahan diagnosis, terdapat koinfeksi, atau resistensi. Respon terapi dapat lebih buruk pada orang dengan HIV/AIDS dan laki-laki yang tidak disirkumsisi. [3,4,10]

Terapi Non Farmakologi
Tatalaksana non farmakologi pada chancroid meliputi :
- Higienitas dengan mencuci alat kelamin menggunakan air hangat dan sabun beberapa jam setelah koitus
- Abstain dari aktivitas seksual hingga ulkus sembuh dan eksudat dari bubo inguinal sudah tidak ada
- Konseling untuk kemungkinan penyakit menular seksual lainnya dan lakukan pengecekan, terutama untuk HIV dan sifilis
- Informasikan kepada pasangan seksual pasien. Berikan tatalaksana meskipun gejala tidak ada
Terapi non-farmakologis bertujuan untuk menghindarkan penularan kembali dan mencegah transmisi H. ducreyi yang lebih luas. [6,9,15]
Terapi Farmakologis
Terapi utama untuk chancroid adalah antibiotik. Antibiotik lini pertama adalah ceftriaxone injeksi IM 250 mg dosis tunggal dan azithromycin oral 1000 mg dosis tunggal.
Antibiotik lini kedua yang dapat dipilih adalah ciprofloxacin oral 2x500 mg selama 3 hari atau eritromisin oral 4x500 mg selama 7 hari.
Terapi dengan azitromisin lebih sering dipilih karena kepatuhan obat dan kenyamanan pasien yang lebih baik, tetapi respon terapi pada pasien HIV positif terkadang kurang baik. Ceftriaxone merupakan pilihan utama pada ibu hamil. [4,10]
Rekomendasi pilihan regimen lini pertama yang berlaku di Indonesia adalah ciprofloxacin oral 2 x 500 mg per oral selama 3 hari, atau eritromisin 4 x 500 mg selama 7 hari, atau azitromisin 1000 mg per oral dosis tunggal. Regimen lini kedua yang direkomendasikan di Indonesia adalah ceftriaxone 250 mg injeksi IM sebagai dosis tunggal. Pemberian ciprofloxacin tidak dianjurkan pada ibu hamil, ibu menyusui, dan anak di bawah 12 tahun. [11,14]
Resistensi H. ducreyi terhadap antibiotik tertentu dapat berbeda-beda, tergantung peta resistensi masing-masing daerah. Di Indonesia, bakteri H. ducreyi mengalami resistensi terhadap penisilin, ampisilin, tetrasiklin, dan trimetoprim. Pada kasus yang perbaikannya minimal atau tidak menunjukkan perbaikan, dapat dipikirkan kemungkinan koinfeksi atau resistensi, sehingga tes sensitivitas antibiotik dapat dilakukan. [11,14]
Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada chancroid dilakukan apabila terdapat bubo inguinalis. Insisi dan drainase pada kelenjar limfa yang membesar dapat dilakukan. Arah insisi dapat dari samping atau bagian atas lesi. [3,4,6]