Penanganan Awal pada Stroke Iskemik Akut

Oleh :
dr. Anyeliria Sutanto, Sp.S

Keberhasilan terapi stroke iskemik akut dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk onset stroke, penanganan yang dilakukan, dan penyakit komorbid pasien. Secara global, stroke adalah penyebab kematian ke–2 terbanyak. Dari semua kejadian stroke, 87% adalah stroke iskemik. Penanganan stroke yang adekuat dapat mengurangi risiko mortalitas dan disabilitas jangka panjang yang berat.[1]

Penanganan Stroke Akut Pre Rumah Sakit

Keberhasilan terapi stroke akut tidak hanya dimulai semenjak pasien berada di rumah sakit (RS), tetapi berlangsung dari sejak pasien mengalami gejala. Masyarakat dan keluarga harus diedukasi, mengenai manifestasi stroke dan riwayat klinis yang berisiko stroke. Manifestasi stroke dapat diedukasi dengan pengenalan BEFAST (balance, eye, facial, arm, speech, dan time).

stroke iskemik, tata laksana gawat darurat stroke iskemik, tatalaksana gawat darurat stroke iskemik, ischemia, ischemic stroke, alomedika

Selain itu, sikap cepat tanggap untuk menghubungi petugas medis berperan pada luaran stroke yang lebih baik. Berdasarkan berbagai studi, semakin cepat waktu pasien mendapat penanganan sejak onset gejala, semakin baik luaran pasien.[1,2]

Pelayanan kegawatdaruratan medis atau emergency medical services (EMS) pada kasus stroke berperan dalam mengusahakan agar pasien mendapat penanganan secepat mungkin. Tujuan utama EMS pre rumah sakit adalah evaluasi cepat, triase, dan transportasi ke rumah sakit dengan fasilitas tata laksana stroke yang memadai.

Pelayanan ini idealnya mulai dari anggota keluarga atau kerabat pasien menginfokan kepada tenaga medis, tenaga medis datang dan melakukan evaluasi, termasuk onset gejala, penyakit komorbid, riwayat medikasi, serta riwayat trauma dan pembedahan untuk menilai adanya kontraindikasi trombolisis. Kemudian, lakukan triase untuk stabilisasi dan menentukan proses rujukan.[1,3,8,9]

Panduan terkini mengenai penanganan stroke pre rumah sakit memprioritaskan stabilisasi pernapasan dengan target saturasi di atas 94%, pengukuran kadar glukosa darah untuk menyingkirkan kondisi metabolik yang menyerupai stroke, serta memasang akses intravena dan pengambilan sampel darah. Meskipun demikian, intervensi yang dilakukan tidak boleh menunda transportasi penderita ke RS dengan fasilitas trombolisis.[1,8]

Penanganan pada Penderita Suspek Stroke Akut di Unit Gawat Darurat

Penanganan umum stroke akut di unit gawat darurat (UGD) meliputi perbaikan keadaan umum dengan memberikan dukungan jalan napas dan bantuan ventilasi, terutama pada penderita dengan penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar.

Perbaikan Keadaan Umum

Suplementasi oksigen direkomendasikan pada penderita dengan saturasi di bawah 94%. Sedangkan, oksigen hiperbarik atau HBO (hyperbaric oxygen) tidak disarankan karena dapat menyebabkan emboli.

Kondisi hipotensi dan hipovolemia juga perlu diperbaiki dengan segera untuk menjaga perfusi sistemik yang berguna dalam mendukung fungsi organ. Tekanan darah yang terlalu tinggi meningkatkan risiko perdarahan pada pasien yang akan dilakukan trombolisis. Karenanya, target tekanan darah perlu dijaga dengan sistolik <185 mmHg dan diastolik <110 mmHg.[3,8]

Induksi hipotermia belum terbukti menguntungkan pada kondisi stroke akut, meskipun diduga bersifat neuroprotektif. Terdapat studi yang menghubungkan induksi hipotermia dengan peningkatan risiko infeksi termasuk pneumonia.[3]

Persiapan Trombolisis

Berdasarkan panduan American Heart Association/American Stroke Association (AHA/ASA), terapi tPA (tissue plasminogen activator) intravena sangat menguntungkan bagi penderita stroke iskemik akut. Akan tetapi, hal ini dipengaruhi waktu pemberian dan kondisi pasien.

Trombolisis dengan alteplase intravena hanya dianjurkan apabila onset stroke kurang dari 3 jam, kondisi pasien memenuhi kriteria inklusi trombolisis, dan tidak terdapat kriteria eksklusi.[3,8]

Sebelum dilakukan pemberian trombolisis intravena, terdapat beberapa hal yang harus dilakukan yaitu:

Evaluasi Awal:

Evaluasi awal dilakukan dengan menilai status neurologis pada pasien stroke yang disarankan adalah dengan menggunakan skor National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS). Penilaian ini selain dapat dilakukan dengan cepat, juga telah terbukti memiliki reliabilitas yang tinggi sebagai indikator evaluasi keberhasilan terapi serta menentukan prognosis stroke minor.

Evaluasi status neurologi pasien ini diharapkan segera dilakukan bersamaan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, seperti pemeriksaan saraf kranial dan refleks patologis.[3,8]

Pencitraan Kepala:

Pasien yang datang dengan kecurigaan stroke akut disarankan untuk segera menjalani evaluasi melalui pencitraan otak segera setelah sampai di rumah sakit. Pemeriksaan ini disarankan dilakukan dalam 20 menit sejak kedatangan di UGD. CT scan kepala non kontras saja sudah memberikan informasi yang cukup untuk menyingkirkan stroke perdarahan.[3,4]

Pemeriksaan Penunjang Lain:

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat mendahului inisiasi dari terapi trombolisis adalah kadar gula darah. Peningkatan gula darah merupakan hal yang wajar terjadi akibat stimulasi pelepasan kortisol dan norepinefrin, tetapi dilaporkan berhubungan dengan peningkatan risiko transformasi hemoragik pada pasien yang menjalani terapi trombolisis.

Pemeriksaan ini juga bisa menyingkirkan diagnosis banding hipoglikemia yang menyerupai stroke. Sementara itu, pemeriksaan lain, seperti international normalized ratio (INR), partial thromboplastin time (PTT), dan hitung trombosit juga dilakukan tapi tidak boleh menunda terapi trombolisis apabila tidak terdapat kecurigaan koagulopati. Pemeriksaan EKG dan rontgen toraks dapat dilakukan tetapi tidak menjadi prioritas dalam pelaksanaan trombolisis.[3,5–8]

Pasien yang menjalankan terapi trombolisis perlu dipantau kemungkinan perdarahan ataupun alergi terhadap terapi. Selain itu, kebutuhan terapi trombektomi mekanik ataupun trombolisis intraarterial ditinjau sesuai dengan kondisi pasien.[3,8]

Perawatan Tambahan

Penanganan pada ruang rawat khusus stroke atau stroke unit dinilai meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi angka morbiditas–mortalitas pasca stroke. Skrining disfagia direkomendasikan untuk mengurangi risiko aspirasi.

Selain itu, nutrisi dan kebersihan oral perlu dijaga untuk mengurangi risiko infeksi. Rehabilitasi medik disarankan untuk dilakukan segera, setidaknya 24 jam pasca stroke akut. Pertimbangan pemberian antiplatelet ganda berupa aspirin dan clopidogrel dapat dianjurkan berdasarkan skor NIHSS dan skor ABCD2 untuk pasien TIA.[3]

Kesimpulan

Penanganan awal stroke iskemik akut dimulai dari keberhasilan pasien dan keluarganya dalam mengenali gejala stroke, sehingga intervensi dapat dilakukan sedini mungkin. Emergency Medical Services (EMS) berperan dalam melakukan evaluasi cepat, triase, dan transportasi ke rumah sakit dengan fasilitas trombolisis. Kemudian, di Unit Gawat Darurat (UGD), akan dilakukan stabilisasi keadaan umum, persiapan terapi trombolisis, rujukan ke stroke unit, dan perawatan tambahan seperti skrining disfagia.

 

 

Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli

Referensi