Presenteeism atau Bekerja Saat Sakit dalam Praktik Kedokteran

Oleh :
dr. Adrian Prasetio

Presenteeism adalah suatu keadaan dimana seseorang tetap bekerja ketika sedang sakit dan tidak mampu berfungsi secara penuh. Kondisi ini adalah suatu fenomena psikososial yang kerap ditemukan pada tenaga kesehatan, yang dapat berdampak negatif pada diri sendiri dan lingkungan pekerjaan. Presenteeism berbeda dengan absenteeism, dimana pada absenteeism tenaga kerja tidak masuk ketika sakit. Presenteeism umum terjadi pada pegawai dalam setiap jenjang karir serta berhubungan erat dengan penurunan produktivitas dan masalah kesehatan di masa depan.[1,2]

Presenteeism dapat dibagi menjadi presenteeism terkait penyakit fisik dan mental, serta presenteeism yang tidak terkait kesakitan. Presenteeism yang tidak terkait kesakitan ini dapat disebabkan oleh konflik dalam kehidupan, konflik pada pekerjaan, stress, ataupun ketiadaan dukungan dari tempat kerja. Presenteeism lebih banyak terjadi pada pekerjaan dengan tuntutan tinggi, seperti tenaga medis.

Depositphotos_65144341_l-2015

Tenaga medis berisiko tinggi terhadap presenteeism karena beban pekerjaan lebih berat, adanya spesialisasi medis, dan waktu kerja yang panjang. Penelitian terhadap tenaga medis pada masa COVID-19 mendapatkan sebanyak 64,6% tenaga medis tetap masuk bekerja meskipun sudah mengalami gejala infeksi saluran napas ringan.[2-4]

Penyebab Presenteeism pada Tenaga Medis

Karakteristik dari tempat kerja yang paling berpengaruh terhadap presenteeism adalah kebijakan terhadap cuti sakit. Presenteeism banyak terjadi ketika kebijakan cuti ketika sakit tidak fleksibel. Pada bidang medis, banyak dilaporkan alasan kesulitan dalam mencari pengganti menyebabkan seseorang terpaksa masuk ketika sakit. Kondisi ini diperparah dengan spesialisasi medis yang tidak bisa dilakukan semua orang atau terjadi kekurangan tenaga medis di tempat tersebut.[1,4]

Beberapa alasan pribadi tenaga medis melakukan presenteeism antara lain menghindari beban tambahan kepada rekan kerja, tuntutan finansial, tidak mau dianggap malas atau tidak produktif, kekhawatiran akan dipecat, rasa cinta terhadap pekerjaan, ingin terlihat berkomitmen, dan menggantikan rekan kerja yang tidak masuk. Dari berbagai alasan yang dikemukakan, beban terkait tuntutan pekerjaan merupakan prediktor kuat dari presenteeism. Misalnya tekanan dalam pekerjaan, tuntutan pasien, kewajiban yang tinggi, dan tekanan waktu.[2,4,5]

Sebuah penelitian di Kanada yang dilakukan terhadap calon dokter yang sedang menjalani rotasi klinik menyatakan bahwa 37% dari mereka tetap menjalani rotasi meskipun sedang sakit. Alasan melakukan presenteeism adalah rasa khawatir akan dievaluasi buruk oleh supevisor, merasa membutuhkan pengalaman, tidak ada rekan lain yang bisa menggantikan, serta ada tekanan dari dokter lain untuk tetap masuk. Persentase kehadiran minimal untuk dapat lulus dari rotasi tersebut semakin meningkatkan tekanan untuk melakukan presenteeism.[1,6]

Konsekuensi Presenteeism

Presenteeism dapat membuat tenaga medis stres dan kelelahan. Pada tenaga medis yang sudah kelelahan, stress dalam hal apapun akan menurunkan performa, menyebabkan burnout, serta mempengaruhi kesehatan dalam jangka panjang. Risiko masalah jantung koroner, hipertensi, dan penurunan sistem imun meningkat pada individu yang mengalami stress dalam waktu lama.[2,3,5,7,8]

Presenteeism berkorelasi positif terhadap kondisi kesehatan yang semakin menurun. Presenteeism juga dapat menyebabkan disabilitas jangka panjang, misalnya nyeri punggung bawah dan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan. Masalah kesehatan pada tenaga medis ini diperparah dengan waktu olahraga yang berkurang, gangguan tidur, serta masalah pribadi seperti konflik dalam keluarga dan pekerjaan. Ketika menunda menjalani pengobatan akibat masuk kerja, kondisi medis tersebut berisiko semakin parah dan semakin kompleks.[2,5]

Hal lain yang perlu dicatat adalah tenaga medis yang menderita penyakit infeksius, misalnya infeksi saluran pernapasan akut, dan tetap memutuskan untuk masuk bekerja, akan menimbulkan risiko penularan pada orang lain. Populasi yang rentan tidak hanya rekan kerja, namun juga pasien, terutama lansia dan anak usia muda.[1,3]

Cara Penanganan Presenteeism pada Tenaga Medis

Penanganan presenteeism cukup sulit dan membutuhkan empati. Individu yang tetap bekerja selama sakit mungkin memiliki alasan ekonomi, moral, sosial atau kultural. Tenaga medis mungkin akan memaksakan bekerja ketika departemen mereka kekurangan orang atau ketika mereka begitu berkomitmen terhadap pasien.[1,4]

Adanya Diagnosis Medis dan Rekomendasi Untuk Tidak Masuk Kerja

Umumnya seseorang akan lebih mudah mengajukan cuti sakit ketika ada petunjuk dari tenaga profesional, misalkan diagnosis sakit yang pasti. Kondisi medis spesifik ini menjustifikasi permohonan izin kepada pimpinan.[1,4]

Penting pula untuk memiliki pedoman dalam menentukan pada kondisi apa seseorang dapat diberikan izin sakit. Evaluasi sistemik kemudian dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko presenteeism dan menentukan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengeliminasi risiko tersebut. Tenaga medis yang khawatir terhadap efek jangka pendek dari sakit perlu diedukasi mengenai konsekuensi dari presenteeism pada kesehatan, tidak hanya diri sendiri namun juga pada lingkungan kerja.[4]

Memberikan Waktu Kerja Fleksibel pada Tenaga Medis dengan Penyakit Kronis

Memberikan waktu bekerja yang fleksibel pada tenaga medis dengan disabilitas menetap mungkin membantu mengurangi presenteeism. Berikan keleluasaan menjadwalkan jam kerja, atau beri kesempatan bekerja dari rumah dengan bantuan teknologi. Meski demikian, penggunaan teknologi juga perlu dilakukan dengan hati-hati, karena ada potensi peningkatan presenteeism dengan memacu individu agar selalu siap bekerja selama berada di rumah.[4]

Mendelegasikan Tugas

Bagi para dokter yang bekerja di klinik pribadi, ketika sakit dokter dapat mendelegasikan tugas kepada suster atau asisten dokter untuk memeriksa pasien yang mendesak namun tidak gawat. Untuk kasus yang tidak mendesak, maka dapat dilakukan penjadwalan ulang.

Pasien yang gawat sebaiknya segera diarahkan ke instalasi gawat darurat di rumah sakit. Dokter yang berpraktik di klinik pribadi juga perlu memberikan informasi kepada pasien dalam bentuk tertulis mengenai kebijakan yang menyangkut penjadwalan ulang bagi pasien ketika dokter tidak dapat hadir karena sakit.[1,4]

Menangani Presenteeism pada Tenaga Medis dengan Keahlian Khusus

Tenaga medis yang memiliki keahlian spesifik, misalnya dokter spesialis, dan mengkhawatirkan keberlangsungan perawatan pasien dapat menggunakan teknoleogi sperti video call, sehingga ia dapat tetap berinteraksi dengan pasiennya tanpa risiko menularkan infeksi kepada pasien. Interaksi dan instruksi yang diberikan akan menjadi terbatas, namun dengan adanya kemajuan teknologi dokter harus semakin kreatif dalam mencari solusi.[1,4]

Kesimpulan

Presenteeism banyak terjadi pada pekerjaan yang membutuhkan komitmen tinggi, termasuk tenaga medis. Presenteeism dapat berdampak negatif, termasuk menyebabkan masalah kesehatan dan masalah mental, burnout, serta menurunkan produktivitas. Pada praktik kedokteran, presenteeism yang dilakukan tenaga medis tidak hanya memaparkan risiko pada individu bersangkutan tetapu juga pada pasien dan rekan kerjanya. Pemanfaatan teknologi, kebijakan instansi, edukasi, serta penetapan jam kerja yang lebih fleksibel dapat membantu mengatasi presenteeism pada tenaga medis.

 

 

Penulisan pertama: dr. Hunied Kautsar

Referensi