Panduan Praktis bila Dokter Menjadi Korban Stalking

Oleh :
dr. Hunied Kautsar

Dokter yang menjadi korban stalking oleh pasien, keluarga pasien, ataupun orang lain sering kali tidak mengetahui tindakan apa yang harus diambil. Fasilitas kesehatan tempat dokter bekerja juga umumnya belum memiliki sistem aduan yang baik, sehingga dokter cenderung memilih untuk bungkam tentang hal ini. Diperlukan suatu panduan praktis tentang apa yang harus dilakukan bila dokter menjadi korban stalking.

Stalking atau dalam bahasa Indonesia "menguntit" adalah tindakan yang mencakup komunikasi dan pendekatan yang tidak diinginkan dan berulang, sehingga timbul rasa takut atau kekhawatiran pada korban. Dokter dan tenaga kesehatan lain dilaporkan memiliki risiko terkena stalking yang lebih tinggi daripada populasi umum.

Depositphotos_62282105_original_compressed

Prevalensi stalking pada tenaga kesehatan dilaporkan berkisar antara 6–13%. Mayoritas pelaku stalking dalam hal ini adalah pasien dengan gangguan psikiatri dan mayoritas korbannya adalah tenaga kesehatan yang terlibat secara langsung dalam perawatannya.[1,2]

Bermacam Jenis Stalker dan Alasannya Melakukan Stalking

American Journal of Psychiatry membagi stalker ke dalam lima kategori, yaitu: (1) orang yang merasa ditolak dan tidak bisa menerima penolakan; (2) orang yang ingin mencari hubungan yang lebih intim dengan korban; (3) orang yang tidak bisa membaca isyarat sosial; (4) orang yang ingin membalas dendam; dan (5) orang yang bersifat predator atau menyerang korban secara fisik.

Menurut survei, salah satu alasan utama pasien melakukan stalking adalah adanya ide yang delusional tentang hubungan dokter dan pasien, misalnya pasien menganggap dokter memiliki hubungan yang sangat dekat dengan dirinya atau memiliki ketertarikan romantik terhadap dirinya. Selain itu, salah satu alasan utama lainnya adalah pasien merasa marah atau tidak puas dengan hasil pengobatannya.

Dokter keluarga, dokter kesehatan jiwa (psikiatri), dokter obstetri dan ginekologi, serta dokter bedah dilaporkan memiliki prevalensi paling tinggi untuk menjadi korban stalking. Hal ini diduga terjadi karena dokter keluarga dan psikiater kerap bertemu pasien yang sedang berada dalam kondisi mental kurang stabil. Sementara itu, dokter bedah sering menjadi korban stalking oleh pasien yang merasa marah karena hasil bedah tidak sesuai dengan ekspektasinya yang mungkin tidak realistis.[1,3,4]

Bermacam Bentuk Stalking dan Dampaknya pada Dokter

Pasien atau keluarga pasien yang merasa ditolak biasanya menyampaikan komplain yang terus menerus kepada petugas administrasi klinik atau rumah sakit. Sementara itu, pasien yang mencari hubungan lebih intim dengan dokter biasanya menyampaikan komplain ketika pendekatannya ditolak oleh dokter tersebut.

Stalker yang merasa ditolak atau memiliki dendam juga mungkin memberikan ancaman fisik atau menyebarkan rumor yang menjatuhkan dokter yang menjadi korban. Kadang, keluarga atau kerabat dekat dokter tersebut juga bisa menjadi sasaran.

Bentuk komplain atau ancaman dapat berupa email, telepon, atau pesan teks yang datang terus menerus dan bersifat mengganggu. Selain itu, bentuk stalking juga dapat berupa perhatian yang berlebihan dari pasien dan bersifat mengganggu, misalnya pemberian hadiah, tindakan menguntit secara langsung, atau tindakan mengawasi di tempat kerja atau rumah dokter.

Dokter yang menjadi korban stalking sering merasa tidak nyaman untuk mengutarakan bahwa ia adalah korban stalking karena merasa bahwa dirinya telah melakukan suatu kesalahan dalam menangani pasien (stalker).

Stalking yang terus berlanjut dapat menyebabkan rasa khawatir atau ketakutan yang berlebihan, rasa cemas, bahkan depresi. Survei menunjukkan bahwa sebagian besar dokter yang menjadi korban stalking akan terpaksa mengubah jam praktik, membatasi jumlah pasien, berpindah tempat tinggal atau tempat kerja, atau bahkan berhenti dari profesinya.[1,3,5]

Cara Menangani Stalking dan Meminimalkan Risiko Stalking

Untuk menangani stalking dan menghindari kejadian serupa di masa depan, dokter perlu mengidentifikasi tanda-tanda stalking, mempersiapkan langkah perlindungan diri, meminta bantuan kolega atau penegak hukum, dan mencari dukungan psikologis untuk dirinya bila perlu.

Identifikasi Tanda-tanda Stalking

Dokter harus menyadari ciri-ciri tindakan pasien yang mulai melakukan stalking. Prinsip praktik dokter memang mengharuskan dirinya untuk bersifat empati dan percaya pada pasien. Namun, dokter harus tetap menyadari adanya risiko stalking jika tuntutan atau pendekatan pasien dinilai sudah tidak wajar.

Menurut studi, beberapa tanda pasien laki-laki yang berisiko melakukan stalking adalah pasien yang mudah marah, banyak menuntut, dan delusional. Sementara itu, tanda pasien perempuan yang berisiko melakukan stalking adalah pasien yang sangat tergantung pada dokter, sangat tertarik untuk mengetahui kehidupan pribadi dokter, menyatakan ketertarikan terhadap dokter, dan memiliki banyak tuntutan.[1,3-5]

Persiapan untuk Mencegah dan Mengatasi Stalking

Dokter harus menjaga hubungan dokter-pasien agar hanya bersifat profesional dan harus memastikan bahwa pasien juga memahami hal ini. Dokter dapat meminta pasien untuk menandatangani informed consent yang sudah ikut memuat batas-batas profesi, seperti tidak boleh memberikan hadiah, tidak boleh bertemu di luar jadwal terapi untuk aktivitas sosial, dan tidak boleh berkomunikasi lewat media sosial.

Simpan semua catatan yang berhubungan dengan kejadian stalking, termasuk detail mengenai tindakan apa yang dilakukan oleh pasien dan kapan saja tindakan tersebut dilakukan. Simpan juga semua bukti email, pesan teks, telepon, surat, atau barang lain yang dikirimkan oleh stalker. Hal-hal ini akan berperan penting sebagai bukti jika stalking ternyata harus melibatkan penegak hukum.

Hentikan kontak dengan stalker melalui media-media tersebut dan hindari mengangkat telepon dari nomor yang tidak dikenal. Dokter sebaiknya tidak memakai nama lengkap untuk akun sosial medianya dan menonaktifkan fitur lokasi dalam semua akun sosial media yang dimiliki. Hindari mencamtumkan informasi pribadi, seperti alamat rumah, email, atau nomor telepon di internet.

Akun media sosial keluarga dokter juga harus diminimalkan informasinya karena pasien terkadang mencari informasi mengenai dokter melalui akun media sosial keluarga atau kerabat dokter.[1,3-5]

Mengambil Tindakan dengan Bantuan Rekan Sejawat atau Penegak Hukum

Jika dokter merasa pasien melakukan stalking, maka sebaiknya ia memberitahu rekan sejawat sekaligus meminta pertimbangan (reality check) apakah benar pasien tersebut sudah termasuk dalam kategori stalking. Dokter juga bisa memberitahu manajemen klinik/rumah sakit tempat dokter bekerja agar tidak memberitahukan informasi pribadi dokter kepada pasien tersebut.

Jika stalker tersebut adalah pasien yang masih membutuhkan terapi, sebaiknya pasien tersebut ditangani oleh dokter lain yang sadar tentang aksi stalking yang dilakukan dan bersedia membantu. Semua kegiatan tatap muka dengan pasien seperti ini sebaiknya didampingi oleh tenaga medis lain (perawat atau dokter lain). Jika stalking berlanjut dan bertambah parah, dokter dapat meminta bantuan penegak hukum (polisi).[1,3-5]

Mencari Dukungan Psikologis yang Diperlukan

Dokter yang menjadi korban stalking dapat mengalami rasa takut, cemas, atau bahkan depresi. Oleh karena itu, dokter dapat mencari bantuan psikologis dari tenaga ahli bila diperlukan. Selain itu, dokter juga dapat mencari dukungan dari kolega, keluarga, dan teman dekat. Pihak manajemen klinik atau rumah sakit juga sebaiknya menyediakan sesi konseling atau bantuan hukum bila diperlukan.[1,4,5]

Kesimpulan

Dokter dan tenaga medis lain dilaporkan memiliki risiko terkena stalking yang lebih tinggi daripada populasi umum. Stalking terhadap dokter dapat dilakukan oleh pasien, keluarga pasien, atau orang lain karena adanya ide yang delusional tentang hubungannya dengan dokter atau karena ada kemarahan atas terapi yang diterima.

Untuk menghindari dan mengatasi kejadian stalking, dokter perlu mengenali tuntutan atau pendekatan pasien yang mulai tidak wajar, menjaga hubungan dokter-pasien agar selalu hanya bersifat profesional, dan menghindari memajang data pribadi di tempat umum. Selain itu, dokter perlu menyimpan bukti-bukti stalking yang ada, meminta bantuan kolega lain untuk menangani pasien tersebut, atau meminta bantuan dari pihak penegak hukum bila perlu.

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi