Menjaga Performa Dokter dengan Sleep Hygiene

Oleh :
dr. Paulina Livia Tandijono

Salah satu faktor yang dapat menjaga performa dokter dalam menangani pasien adalah sleep hygiene. Menurut studi di Amerika Serikat, ada >40% dokter yang bekerja selama >80 jam tiap minggunya. Kelelahan dan kurang tidur dilaporkan dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan dokter, memicu burn-out, dan mengurangi angka retensi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan.

Beberapa studi juga memperkirakan bahwa kurang tidur pada dokter bisa memengaruhi luaran pasien yang ditangani. Namun, saat ini bukti tentang hubungan kurang tidur dan peningkatan medical errors belum konklusif. Ada studi yang menunjukkan bahwa kurang tidur meningkatkan medical errors sehingga memperburuk komplikasi dan mortalitas pasien tetapi ada studi yang menemukan bahwa hal-hal ini tidak saling berhubungan.[1-3]

shutterstock_548688025-min

Efek Kurang Tidur terhadap Performa Dokter

Normalnya, seorang individu dewasa (18–60 tahun) memerlukan tidur 7–9 jam dalam 24 jam. Durasi tidur yang tidak cukup dapat menyebabkan gangguan psikomotor dan kognitif, serta mengganggu relasi sosial dokter.[4,5]

Suatu tinjauan pustaka melaporkan bahwa residen yang tidak tidur selama 30 jam mengalami penurunan performa kognitif dan psikomotor. Pada jam ke-17, performa residen tersebut setara dengan subjek sehat yang mengalami intoksikasi alkohol.[3]

Tinjauan pustaka tersebut juga menyatakan bahwa kualitas tidur yang buruk akibat jaga malam, tidur yang terputus-putus, atau kurangnya recovery sleep (tidur yang bertujuan untuk membayar “hutang” kurang tidur yang sudah terjadi) dapat mengganggu performa dokter.

Residen bedah yang baru menjalani shift on call pada malam sebelumnya dilaporkan melakukan kesalahan dua kali lebih sering daripada residen yang tidur dengan cukup pada malam sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh penurunan kognitif dan kemampuan motorik akibat kualitas tidur yang tidak baik.[3]

Studi tentang Efek Kurang Tidur

Suatu uji klinis acak terhadap 48 partisipan dewasa pernah membagi partisipan ke dalam grup tidur 8 jam, 6 jam, dan 4 jam per hari selama 14 hari. Selain itu, ada juga grup partisipan yang tidur 0 jam selama 3 hari.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa kurang tidur bisa menyebabkan penurunan kognitif. Namun, rasa kantuk tidak terlalu berbeda secara subjektif, sehingga mayoritas individu tidak waspada dengan gangguan kognitif yang dialami.[6]

Suatu survei prospektif terhadap 2.737 residen juga menyatakan bahwa dokter yang bekerja lembur selama >24 jam memiliki kecenderungan 2,3 kali lebih sering untuk mengalami kecelakaan kendaraan dibandingkan kelompok yang tidak lembur.[7]

Pada tahun 2015, American Academy of Sleep Medicine dan Sleep Research Society menerbitkan konsensus berdasarkan 311 publikasi. Konsensus tersebut menyatakan bahwa kurang tidur berhubungan dengan kejadian hipertensi, penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus tipe 2, obesitas, dan sindrom metabolik. Selain itu, kurang tidur juga berhubungan dengan depresi, infeksi saluran pernapasan, dan kanker payudara.[8]

Kurang tidur juga dapat mengganggu relasi sosial dokter. Suatu tinjauan pustaka merangkum bahwa kurang tidur dapat mengurangi empati dokter kepada pasien serta menyebabkan gangguan komunikasi antara dokter dan pasien. Selain itu, kurang tidur pada dokter juga dapat mengganggu hubungan pribadi dokter dengan keluarga atau pasangannya.[2]

Cara Menjaga Sleep Hygiene

Sleep hygiene adalah kebiasaan tidur yang baik secara kualitas dan kuantitas. Untuk mencapai sleep hygiene, seseorang perlu berusaha untuk tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap harinya, termasuk di hari libur.

Seseorang disarankan tidak berusaha memaksa tidur jika belum mengantuk. Jika masih belum bisa tidur setelah 30 menit, beranjaklah dari tempat tidur kemudian lakukan kegiatan lain, misalnya mendengarkan musik atau membaca buku. Setelah lelah atau mengantuk, cobalah untuk tidur kembali.

Tempat tidur hanya digunakan untuk tidur dan tidak digunakan untuk mengerjakan hal lain, seperti makan atau bekerja. Buat kondisi tempat tidur senyaman mungkin dan ciptakan suasana kamar yang tenang dan gelap.

Seseorang disarankan untuk tidak menggunakan peralatan elektronik, misalnya televisi, komputer, atau ponsel 30 menit sebelum tidur. Selain itu, seseorang sebaiknya tidak mengonsumsi makanan dan minuman (terutama kopi dan alkohol) sebelum tidur. Saat pagi hari, usahakan untuk melakukan aktivitas fisik dan mendapatkan paparan sinar matahari yang cukup.[5,9]

Hutang Tidur dan Recovery Sleep

Sleep debt alias “hutang tidur” adalah efek kumulatif yang timbul akibat kurang tidur. Efek ini dapat “dibayar” dengan durasi tidur berlebih (>9 jam) yang dikenal sebagai recovery sleep. Kedua hal ini bersifat cukup kompleks. Hingga saat ini penelitian belum bisa menemukan angka pasti mengenai durasi tidur yang harus dibayar setelah seseorang mengalami kurang tidur dalam jangka waktu tertentu.[4]

Studi menyatakan bahwa recovery sleep dapat memperbaiki gangguan kesadaran dan penurunan performa yang disebabkan oleh kurang tidur. Namun, kecepatan perbaikan oleh recovery sleep ini bervariasi. Salah satu faktor yang berhasil diidentifikasi dalam studi adalah kebiasaan tidur sebelum periode kurang tidur.[10]

Durasi recovery sleep yang dibutuhkan diduga sebanding dengan beratnya gangguan performa yang dialami. Perbaikan fungsi sepenuhnya mungkin memerlukan lebih dari semalam recovery sleep.[11]

Studi juga menyatakan bahwa jumlah sleep debt tidak dapat dihitung berdasarkan jumlah jam dan durasi periode kurang tidur saja. Rasa kantuk yang dirasakan secara subjektif justru lebih menentukan besarnya sleep debt dibandingkan waktu tidur yang diukur secara objektif.[12]

Rekomendasi untuk Dokter yang Menghadapi Jaga Malam

Selain menyebabkan kurang tidur, jaga malam (night shift) juga mengganggu siklus sirkadian dokter. Sebelum jaga malam, usahakan untuk tidur dengan jumlah waktu yang cukup. Kualitas tidur yang baik juga penting. Hal ini dapat dicapai dengan menerapkan sleep hygiene yang telah dijelaskan di atas.[3,9]

Persiapan Sebelum Jaga Malam

Beberapa dokter justru dengan sengaja tidur lebih malam sebelum menghadapi jaga malam. Hal ini dilakukan karena dokter berharap dapat melatih tubuh untuk beradaptasi keesokan harinya. Padahal, hal ini justru menambah sleep debt setelah jaga.[9,13]

Dokter disarankan untuk tidur di sore hari (selama sekitar 2 jam) sebelum jaga malam. Hal ini dapat mengurangi rasa kantuk dan meningkatkan kesadaran saat bertugas. Dokter juga perlu mengonsumsi makanan dan minuman yang cukup sebelum bertugas. Makanan yang tinggi protein dan rendah karbohidrat dapat membantu menjaga kesadaran saat jaga malam.[9]

Intervensi saat Jaga Malam

Night shift napping adalah tidur sejenak (20–45 menit) ketika menjalani jaga malam. Suatu tinjauan sistematik yang melibatkan 13 studi menyimpulkan bahwa night shift napping dapat mengurangi rasa kantuk dan meminimalkan penurunan performa setelah jaga malam.[9,14]

Pencahayaan yang terang juga diperkirakan dapat membantu menjaga kesadaran dan mengurangi rasa kantuk saat jaga malam. Sayangnya, suatu meta analisis pada tahun 2016 menyatakan bahwa penelitian tentang hal ini masih sedikit. Meskipun seluruh studi menunjukkan manfaat cahaya terang saat jaga malam, beberapa hasil studi tersebut tidak signifikan secara statistik.[9,15]

Jaga malam juga sering meningkatkan konsumsi kopi oleh tenaga medis. Meskipun memiliki efek untuk mengurangi kantuk, saat ini penelitian yang mempelajari konsumsi kopi dan performa tenaga medis saat bertugas masih terbatas. Tidak ada batasan jumlah kopi yang boleh diminum seseorang saat jaga malam. Hal ini tergantung pada toleransi masing-masing individu terhadap kopi.

Namun, efek samping kopi (seperti palpitasi dan peningkatan tekanan darah) perlu dipertimbangkan sebelum dokter meminum bergelas-gelas kopi. Selain itu, hindari konsumsi kopi mendekati akhir jaga malam (sekitar 4 jam). Hal ini dapat menyebabkan kesulitan beristirahat saat sudah tiba di rumah.[9,16]

Anjuran Setelah Jaga Malam Selesai

Setelah jaga malam, usahakan untuk segera pulang dan tidak mengerjakan hal lain di tempat kerja. Jika merasa lelah, sebaiknya dokter menggunakan transportasi publik dan tidak menyetir kendaraan sendiri. Seperti yang telah disebutkan di atas, kurang tidur meningkatkan risiko kecelakaan bagi tenaga kesehatan.[7,9]

Setelah jaga malam, tubuh akan berusaha untuk mengembalikan siklus sirkadian sebelumnya. Namun, hal ini dapat memakan waktu lebih dari sehari atau semalam. Hindari tidur setelah shift jaga. Hal ini akan membuat siklus sirkadian semakin terganggu. Jika dokter sangat mengantuk, dokter dianjurkan untuk tidur sekitar 30 menit hanya untuk menyegarkan badan kembali.

Dokter disarankan untuk melakukan kegiatan harian seperti biasa dan mendapatkan paparan sinar yang cukup saat siang hari, lalu tidur lebih awal di malam hari. Hal ini akan mempercepat pulihnya siklus sirkadian dan ‘membayar’ sleep debt.[9,11]

Namun, jika dokter memiliki shift malam yang berturut-turut, recovery sleep sebaiknya segera dilakukan dan jangan ditunda. Penundaan akan menambah sleep debt dan tidur menjadi sulit meskipun badan merasa lelah. Jika merasa lapar, sebaiknya makan dan minum secukupnya sebelum tidur.[9]

Kesimpulan

Performa kerja dokter dapat dijaga dengan menerapkan sleep hygiene. Kurang tidur dan kelelahan yang kronis dihubungkan dengan terjadinya gangguan kesehatan pada dokter, burn-out, dan peningkatan risiko kecelakaan kendaraan. Selain itu, beberapa studi melaporkan bahwa kurang tidur mungkin berhubungan dengan peningkatan medical error, meskipun bukti tentang hal ini masih kontroversial.

Untuk menjaga sleep hygiene, dokter yang akan menjalani jaga malam sebaiknya tidur selama 2 jam sebelum jadwal jaga, menerapkan night shift napping saat jaga, dan segera pulang setelah jadwal jaga selesai.

Setelah itu, untuk mengembalikan siklus sirkadian, dokter disarankan untuk melakukan kegiatan seperti biasa dan mendapatkan paparan sinar yang cukup saat siang hari, lalu tidur lebih awal di malam hari. Akan tetapi, apabila dokter memiliki shift malam yang berturut-turut, recovery sleep sebaiknya segera dilakukan.

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi