Doctor icon

Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Pterygium general_alomedika 2022-10-12T09:40:30+07:00 2022-10-12T09:40:30+07:00
Pterygium
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Pterygium

Oleh :
dr. Ida Bagus Nugraha
Share To Social Media:

Penatalaksanaan pterygium dengan gejala yang tidak terlalu mengganggu dapat dilakukan dengan medikamentosa, seperti tetes mata lubrikasi dengan gliserin 1%. Penggunaan tetes mata steroid, misalnya loteprednol, hanya diindikasikan dalam jangka waktu pendek bila tetes mata lubrikan tidak meredakan inflamasi.

Tindakan pembedahan diindikasikan apabila pterygium menyebabkan iritasi persisten yang resisten terhadap terapi medikamentosa, atau jika pterygium mengganggu penglihatan.[2,3,5]

Medikamentosa

Penatalaksanaan pterygium di awal, saat keluhan terbatas pada mata kering, adalah dengan pemberian terapi topikal seperti obat tetes mata lubrikasi, misalnya gliserin 1%, atau sodium hyaluronate 1%. Obat dapat diberikan 1–2 tetes tiap 8 jam.[1]

Untuk mengatasi inflamasi yang lebih berat, dapat digunakan tetes mata steroid, misalnya dengan prednisolone 1%, atau loteprednol. Penggunaan steroid topikal hanya jika gejala inflamasi tidak teratasi dengan tetes mata lubrikan, dan tidak direkomendasikan untuk pemakaian jangka panjang. Selain itu, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) topikal, seperti tetes mata ketorolac, juga dapat digunakan.[2,3,5]

Indikasi Pembedahan

Pembedahan pada pterygium berpotensi menyebabkan rekurensi lesi yang bersifat lebih agresif. Pengambilan keputusan untuk operasi perlu dipertimbangkan dengan matang.

Eksisi pterygium dapat dilakukan jika lesi menyebabkan iritasi yang tidak membaik, meskipun telah diberikan terapi medikamentosa. Indikasi lainnya adalah bila lesi pterygium menghalangi aksis visual, serta jika lesi menyebabkan penglihatan kabur akibat astigmatisme, lesi yang membesar, atau mengganggu motilitas bola mata.[2,14]

Pembedahan

Tujuan dari terapi pembedahan adalah mengeksisi jaringan pterygium yang menempel pada permukaan kornea. Beberapa teknik yang dapat dilakukan antara lain bare sclera technique, conjunctival autograft technique, dan amniotic membrane grafting. Ketiga teknik pembedahan di atas masih memiliki risiko rekurensi yang cukup tinggi. Sekitar 97% rekurensi terjadi dalam 1 tahun pertama pascaoperasi.[2,15,16]

Conjunctival Autograft

Conjunctival autograft dianggap sebagai baku emas terapi pterygium, sebab rekurensinya yang cukup rendah. Risiko rekurensi pada teknik ini paling baik bila dibandingkan dengan teknik lainnya, yaitu 5–10%, dengan risiko komplikasi yang minimal.

Teknik pembedahan conjunctival autograft serupa dengan teknik bare sclera, hanya saja lapisan sklera yang terluka akibat proses eksisi akan ditutup dengan jaringan autograft. Penutupan dapat dilakukan dengan lem fibrin atau dengan dijahit/suture. Jaringan autograft didapatkan dari lapisan konjungtiva bulbar superotemporal.

Keterbatasan dari teknik ini adalah waktu pembedahan lebih lama dan dibutuhkan operator yang berpengalaman. Penggunaan lem fibrin dapat mempersingkat durasi operasi, serta meningkatkan kenyamanan pasien postoperatif, dibandingkan penggunaan benang jahit bedah.[3,15,16]

Bare Sclera Technique

Teknik ini meliputi eksisi pterygium bagian head dan body. Setelah eksisi, lapisan sklera dibiarkan terbuka untuk mengalami reepitelisasi secara alami. Teknik ini memiliki angka rekurensi pterygium yang tinggi, tercatat sekitar 24–89% dalam 1 tahun pascaoperasi. Oleh karena itu, bare sclera technique sudah tidak direkomendasikan.[15,16]

Amniotic Membrane Grafting

Teknik ini mirip dengan conjunctival autograft, tetapi lapisan graft yang digunakan adalah lapisan membran amniotik. Membran amniotik akan ditempatkan pada sisi stroma menghadap ke dasar sklera dan dilakukan fiksasi menggunakan lem fibrin dan/atau jahitan. Berdasarkan teori, lapisan membran amniotik memiliki sifat antiinflamasi dan anti fibrosis, serta promotor epitelisasi kornea.

Angka rekurensi setelah melakukan teknik ini adalah 2,6-42,3% dalam 1 tahun pascaoperasi.[2,15,16]

Terapi Adjuvan

Tantangan terbesar dari tatalaksana pterygium adalah angka rekurensi yang masih tinggi. Hal ini mendorong penggunaan terapi adjuvan. Studi menunjukkan angka rekurensi menurun pada pterygium yang dilakukan terapi pembedahan dan terapi adjuvan.

Terapi adjuvan yang digunakan umumnya, adalah obat-obatan, seperti mitomycin-C dan ciclosporin, serta tindakan beta irradiation. Tujuan dari terapi adjuvan adalah menghambat pertumbuhan jaringan fibroblast ataupun mitosis dari sel pterygium.[15,16]

Antimetabolit

Antimetabolit yang umum digunakan adalah mitomycin-C (MMC) dan fluorourasil. Antimetabolit berperan untuk mensupresi sel tumor dan mitosis sel fibroblas. Pemberian obat antimetabolit bersamaan terapi pembedahan diketahui menurunkan angka rekurensi pterygium sebanyak 10%.

MMC dan fluorouracil dapat digunakan secara topikal atau injeksi subkonjungtiva. Sekalipun efektif menurunkan angka rekurensi, obat antimetabolit memiliki efek samping, antara lain penipisan lapisan sklera¸ iritis, delay epithelialization, dan endoftalmitis.[2,15,16]

Cyclosporin

Cyclosporin merupakan immunosuppressant yang bekerja pada limfosit sel T, untuk menghambat sintesis dan sekresi interleukin, sehingga mengakibatkan menurunkan respons inflamasi.

Metaanalisis oleh Fonseca, et al. pada tahun 2018 menemukan terapi adjuvan terbaik untuk mencegah rekurensi pterygium adalah dengan conjunctival autograft dan tetes mata cyclosporin 0,05%. Meskipun terbukti lebih baik dari MMC dan fluorourasil, tetapi harga cyclosporin lebih mahal.[17]

Beta Irradiation

Penyinaran menggunakan sinar beta digunakan untuk menekan rekurensi pterygium. Hal ini dikarenakan paparan sinar beta menghambat proses mitosis dari sel pterygium. Pemberian sinar beta dosis tunggal sebanyak 1000–2500 cGy dapat menurunkan rekurensi pterygium. Selain itu, beta irradiation memiliki harga yang cukup terjangkau.

Efek samping dari beta irradiation antara lain nekrosis lapisan sklera, scleromalacia, katarak, atau endoftalmitis.[15,16]

 

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi

1. Serra, HM, et al., Pterygium: A Complex and Multifactorial Ocular Surface Disease. A Review on its Pathogenic Aspects. 2018. https://www.researchgate.net/publication/325542537_Pterygium_A_Complex_and_Multifactorial_Ocular_Surface_Disease_A_Review_on_its_Pathogenic_Aspects\
2. Caldwell M, Hirst Lawrie, Bunya VY, et al. Pterygium. American Academy Ophthalmology. 2022. https://eyewiki.org/Pterygium#cite_note-10
3. Sarkar P, Tripathy K. Pterygium. StatPearls Publishing. 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558907/
5. Fisher JP. Pterygium. Medscape. 2019. https://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview
14. College of Optometrists. Pterygium. College of Optometrists. 2019. https://www.college-optometrists.org/clinical-guidance/clinical-management-guidelines/pterygium
15. Fuest, M., J.S. Mehta, and M.T. Coroneo, New treatment options for pterygium. Expert Review of Ophthalmology, 2017. 12(3): p. 193-196.
16. Nuzzi, R. and F. Tridico, How to minimize pterygium recurrence rates: clinical perspectives. Clin Ophthalmol, 2018. 12: p. 2347-2362.
17. Fonseca EC, Rocha EM, Arruda GV. Comparison among adjuvant treatments for primary pterygium: a network meta-analysis. Br J Ophthalmol. 2018;102:748–56. doi: 10.1136/bjophthalmol-2017-310288

Diagnosis Pterygium
Prognosis Pterygium

Artikel Terkait

  • Pterigium Sebagai Prediktor Kejadian Melanoma Kutaneus
    Pterigium Sebagai Prediktor Kejadian Melanoma Kutaneus
Diskusi Terkait
dr. Reren Ramanda
Dibalas 25 November 2020, 13:55
Pasien seorang petani dengan keluhan mata tumbuh daging pada tepi mata dan mata terasa gatal serta berair
Oleh: dr. Reren Ramanda
2 Balasan
Alo dr. UtamiIzin bertanya dokter, pasien dgn pekerjaan petani sering mengeluhkn rasa gatal, berair dan tumbuh daging d tepi mata yg merupakan pterigium, pd...
dr. Jeffry Kristiawan
Dibalas 01 Mei 2019, 16:48
Konsul pasien dengan rasa mengganjal di mata dan selaput pada bagian lateral
Oleh: dr. Jeffry Kristiawan
10 Balasan
User mengeluhkan mata mengganjal sejak beberapa hari ini.Tidak ada gatal, tidak ada nyeri, dan segitu saja tidak membesar.Baru dirasa beberapa hari ini.Tajam...
dr.IGusti Nyoman Tirta Adi Prabawa
Dibalas 07 Februari 2019, 17:28
graft pada pterigium?
Oleh: dr.IGusti Nyoman Tirta Adi Prabawa
5 Balasan
alodokter, mohon penjelasan apakah graft yang dilakukan pada operasi pterigium derajat 3-4 memang sudah terbukti ampuh menurunkan angka kekambuhan? Kalo...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.