Etiologi Torsio dan Ruptur Kista Ovarium
Etiologi torsio dan ruptur kista ovarium disebabkan oleh perubahan anatomi karena adanya kista pada ovarium. Etiologi dari kista ovarium sendiri terdiri dari kista fisiologis seperti kista folikuler atau kista luteal, hingga kista patologis atau keganasan. Kista ovarium dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering pada usia reproduktif.[5]
Etiologi Torsio Kista Ovarium
Lebih dari 80% pasien torsio ovarium memiliki massa pada ovarium yang berukuran 5 cm atau lebih besar. Sehingga etiologi utama dari torsio ovarium adalah adanya massa, dimana besarnya massa pada ovarium berkorelasi dengan risiko terjadinya torsio. Induksi ovulasi pada terapi infertilitas dapat menyebabkan kista ovarium folikuler multipel berukuran besar. Torsio ovarium lebih sering terjadi pada tumor yang jinak dibandingkan pada keganasan. Hal ini karena massa keganasan akan melekat pada jaringan sekitar, sehingga mengurangi risiko terjadinya torsio.[3-5]
Etiologi Ruptur Kista Ovarium
Etiologi ruptur kista ovarium secara fisiologis folikel ovarium yang matur akan ruptur dan melepaskan ovum sehingga proses fertilisasi dapat dimulai. Terkadang, folikel ini akan memunculkan perdarahan ringan pada ovarium. Sedangkan penyebab perdarahan hebat pada ruptur kista ovarium masih belum diketahui dengan pasti etiologinya. Faktor risiko yang diketahui adalah adanya trauma abdomen dan terapi antikoagulan. Penggunaan pil progesteron berkaitan dengan insiden terjadinya kista ovarium dan belum ditemukan data korelasinya dengan peningkatan kejadian ruptur kista ovarium.[2]
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya torsio dan ruptur kista ovarium dihubungkan dengan faktor risiko terjadinya kista ovarium sendiri, misalnya akibat terapi infertilitas yang menginduksi ovulasi. Selain itu, gonadotropin maternal yang dapat melewati transplasenta dapat menyebabkan kista ovarium ada fetus.[5]
Faktor risiko kista ovarium mengalami komplikasi torsio atau ruptur di antaranya akibat penggunaan tamoxifen, kehamilan, hipotiroid, merokok, ligasi tuba, serta aktivitas fisik berat seperti olahraga atau hubungan seksual.[5]