Patofisiologi Torsio dan Ruptur Kista Ovarium
Patofisiologi torsio dan ruptur kista ovarium masih terus berkembang. Pada ovarium terdapat ligamentum infundibulo pelvikum yang berfungsi sebagai penahan ovarium, dan mempertahankan posisi ovarium ke arah posterolateral dari uterus. Pembuluh darah yang memvaskularisasi ovarium berjalan di sepanjang ligamentum yang terletak di dinding pelvis tersebut. Pada sisi lain, ovarium terhubung ke uterus melalui ligamentum utero ovarian yang terdiri dari jaringan otot dan fibrosa. Ligamentum ini berfungsi sebagai penghubung dan penopang ovarium ke uterus, dan menyuplai darah ke ovarium melalui arteri uterina.[3-5]
Kista ovarium sendiri memiliki beberapa jenis, yaitu kista fisiologis atau fungsional dan kista patologis. Kista patologis terjadi karena adanya pertumbuhan berlebih sel-sel ovarium, dapat bersifat ganas maupun jinak. Sedangkan kista fungsional terbentuk saat ovulasi, yaitu disebut kista folikuler jika ruptur folikel gagal atau kista luteal ketika korpus luteum gagal involusi. Kedua kista fungsional tersebut dapat menjadi kista hemoragik karena pada fase ovulasi lapisan granulosa akan tervaskularisasi oleh pembuluh darah berdinding tebal yang mudah pecah.[5]
Kista luteal dapat berupa kista granulosa atau kista teka-lutein. Kista granulosa merupakan pembesaran ovarium yang bersifat non-neoplastik, sedangkan kista teka-lutein merupakan kista yang terbentuk akibat adanya stimulasi berlebih pada peningkatan level human chorionic gonadotropin (hCG). Kista teka-lutein sering terjadi pada wanita hamil dengan penyakit trofoblastik, kehamilan multipel, dan hiperstimulasi ovarium.[5]
Patofisiologi Torsio Kista Ovarium
Anatomi jaringan adneksa uterus tidak terfiksasi, sehingga jika terdapat jaringan yang membesar seperti tumor dapat mengalami rotasi/puntiran. Kista ovarium dengan diameter lebih dari 5 cm dapat memutar ligamentum infundibulo pelvikum dan ligamentum utero ovarian. torsio juga dapat terjadi pada ovarium normal, terutama pada anak-anak fase premenarche. Setelah memasuki usia pubertas, angka kejadian torsio ovarium normal menurun karena terjadi pemendekan ligamen.[3-5]
Patofisiologi Ruptur Kista Ovarium
Ruptur kista ovarium sering berkaitan dengan siklus ovarium. Setiap bulannya, folikel ovarium yang sudah matang akan melepaskan sel telur. Terkadang, pelepasan folikel yang matang ini sering menyebabkan perdarahan, peregangan, dan nyeri pada daerah kortikal. Ruptur pada kista ovarium sering bersifat fisiologis, yaitu terjadi pada kista korpus luteum. Kondisi ini umumnya terjadi setelah masa ovulasi, atau pada masa awal kehamilan.[1,2,5]
Kejadian ruptur kista ovarium lebih sering terjadi pada ovarium sebelah kanan, dan 2/3 kasus terjadi pada hari ke-20 hingga ke-26 siklus menstruasi. Pada wanita hamil, perdarahan kista korpus luteum seringkali terjadi pada trimester pertama dan berhenti pada usia kehamilan 12 minggu.[1,2,5]
Kebanyakan kasus ruptur kista ovarium bergejala ringan hingga sedang, dan tidak menyebabkan komplikasi. Perdarahan hebat dan syok hipovolemik dapat muncul dengan onset yang lambat, terutama apabila terdapat kelainan lain. Penyebab meningkatnya perdarahan pada ruptur kista ovarium masih belum diketahui. Trauma abdomen dan terapi antikoagulan dapat meningkatkan risiko perdarahan hebat. Darah akan menumpuk di rongga peritoneum dan menyebabkan nyeri akut abdomen, hingga tanda penurunan volume intravaskular.[1,2,5]
Meskipun jarang, pada kista ovarium nonfisiologis seperti kista adenoma dan kista dermoid, dapat terjadi ruptur dan menyebabkan gejala yang lebih berat. Selain perdarahan, nyeri juga terasa lebih berat. Diperkirakan cairan sebaceous dari kista dermoid menyebabkan peritonitis kimiawi yang difus.[1,2,5]