Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini
Penatalaksanaan ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of membrane (PROM) berbeda tergantung dari usia gestasi. Pada pasien yang aterm, induksi persalinan segera lebih direkomendasikan karena dapat mengurangi risiko korioamnionitis. Pada pasien yang belum aterm, penatalaksanaan bergantung pada klinis masing-masing pasien. [2]
Usia Kehamilan Aterm
Pada prinsipnya, untuk pasien dengan usia kehamilan ≥ 37 minggu, penatalaksanaan ketuban pecah dini (KPD) difokuskan pada induksi persalinan dengan oxytocin. Manajemen aktif berkaitan dengan penurunan risiko infeksi maternal, penurunan kebutuhan rawat intensif neonatus, dan antibiotik postnatal. [2,14]
Indikasi Manajemen Expectant
Pada pasien tertentu, induksi persalinan dengan manajemen aktif secara langsung bisa saja tidak memungkinkan. Kriteria dilakukannya expectant management adalah :
- KPD aterm dengan presentasi sefalik menetap
Group B Streptococcus negatif
- Tidak ada tanda infeksi
- Cardiotocography normal
- Tidak ada riwayat pemeriksaan bimanual dan sutura servikal
- Pemantauan suhu maternal, hilangnya cairan ketuban, dan status janin setiap 4 jam memungkinkan. [2]
Antibiotik
Studi yang ada tidak mendukung penggunaan antibiotik profilaksis pada pasien KPD yang aterm. [15,16] Penggunaan antibiotik profilaksis boleh dilakukan pada pasien dengan infeksi Group B Streptococcus. Antibiotik yang dipilih adalah Penicillin G 5 juta unit secara intravena sebagai dosis inisial, dilanjutkan 2,5-3 juta unit setiap 4 jam hingga persalinan.
Jika pasien alergi penicillin dapat diberikan clindamycin 900 mg intravena setiap 8 jam hingga persalinan. [2,17]
Usia Kehamilan Preterm
Ketuban pecah dini yang terjadi pada usia gestasi < 37 minggu disebut sebagai ketuban pecah dini preterm atau preterm premature rupture of membrane (PPROM). Tatalaksana bergantung pada usia kehamilan.
Kehamilan 34-36 Minggu
Bukti ilmiah yang ada menunjukkan bahwa induksi persalinan lebih menguntungkan dibandingkan expectant management pada pasien PPROM dengan usia kehamilan 34-36 minggu.
Sebelum melakukan persalinan, berikan terlebih dulu antibiotik menggunakan kombinasi ampicillin 2 gram + erithromycin 250 mg intravena setiap 6 jam selama 48 jam. Diikuti dengan amoxicillin 250 mg + erithromycin 333 mg setiap 8 jam selama 5 hari. [4]
Kehamilan 32-33 Minggu
Pada pasien dengan usia kehamilan 32-33 minggu, tatalaksana yang direkomendasikan adalah expectant management kecuali jika maturitas paru janin dapat dipastikan.
Pada pasien dapat diberikan kortikosteroid seperti betamethasone 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari, atau dexamethasone 6 mg setiap 12 jam selama 2 hari untuk membantu kematangan paru fetus.
Antibiotik kombinasi ampicillin 2 gram + erithromycin 250 mg intravena setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti dengan amoxicillin 250 mg + erithromycin 333 mg setiap 8 jam selama 5 hari juga direkomendasikan. Berikan pula profilaksis infeksi Group B Streptococcus, yaitu Penicillin G 5 juta unit secara intravena sebagai dosis inisial, dilanjutkan 2,5-3 juta unit setiap 4 jam hingga persalinan. [4, 17]
Usia Gestasi 24-31 Minggu
Persalinan pada usia gestasi kurang dari 32 minggu memiliki risiko yang tinggi bagi janin. Oleh karena itu, kehamilan perlu dipertahankan minimal hingga usia gestasi 34 minggu. Namun hal tersebut tidak dapat dilakukan jika terdapat kondisi kontraindikasi, seperti korioamnionitis, abrupsio plasenta, dan kondisi janin yang nonreassuring berdasarkan cardiotocography.
Kondisi janin, kontraksi, dan tanda-tanda korioamnionitis (demam, kontraksi yang teratur, kekakuan uterus, dan leukositosis) perlu dimonitor setiap hari. Pada penderita korioamnionitis, persalinan perlu dilakukan segera.
Selain daripada itu, pada pasien ini juga disarankan pemberian antibiotik dan kortikosteroid yang sama seperti pada usia kehamilan 32-33 minggu. [4]
Usia Gestasi < 24 Minggu
Pada pasien yang mengalami PPROM pada usia gestasi <24 minggu, sebagian besar akan mengalami persalinan dalam waktu kurang lebih 6 hari. Akibatnya, bayi berisiko mengalami berbagai permasalahan prematuritas, seperti gangguan paru, gangguan perkembangan, kelainan kongenital, hidrosefalus, dan cerebral palsy. [4]