Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis
Konsep penatalaksanaan pada penyakit ginjal kronis adalah menunda atau menghentikan proses perburukan penyakit, diagnosis dan tata laksana manifestasi serta penyebab penyakit ginjal kronis, serta merencanakan terapi pengganti ginjal (hemodialisis) untuk jangka panjang.[1,2]
Menunda atau Menghentikan Proses Perburukan Penyakit
Aspek utama untuk menunda atau menghentikan proses perburukan penyakit adalah dengan melakukan kontrol tekanan darah sesuai usia. Menurut kidney disease: improving global outcomes (KDIGO), aturan kontrol tekanan darah untuk penyakit ginjal kronis adalah:
- Bila ekskresi albumin urin < 30 mg/24 jam (atau ekuivalen) dengan tekanan darah > 140/90 mmHg, target tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤ 140 mmHg pada sistolik dan ≤ 90 mmHg pada diastolik
- Bila ekskresi albumin urin ≥ 30 mg/24 jam (atau ekuivalen) dengan tekanan darah > 130/80 mmHg, target tekanan darah dengan obat anti-hipertensi yaitu ≤ 130 mmHg pada sistolik dan ≤ 80 mmHg pada diastolik
-
Angiotensin Receptor Blocker (ARB) atau Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) direkomendasikan digunakan untuk pasien penyakit ginjal kronis dengan diabetes dan ekskresi albumin urin 30 – 300 mg/24 jam (atau ekuivalen)
- ARB atau ACEI direkomendasikan pada pasien penyakit ginjal kronis dengan atau tanpa diabetes dengan ekskresi albumin urin > 300 mg/24 jam (atau ekuivalen)
- Pada pasien anak-anak dengan penyakit ginjal kronis, obat antihipertensi diberikan bila tekanan darah secara konsisten berada di atas persentil 90 sesuai usia, jenis kelamin dan tinggi badan dan disarankan untuk menggunakan ARB dan ACEI untuk mencapai persentil 50, kecuali timbul tanda dan gejala hipotensi
- Perlu diperhatikan hipotensi postural pada pasien penyakit ginjal kronis dengan obat antihipertensi
Pasien juga harus dibatasi asupan proteinnya sebanyak < 0.8 gr/kg/hari pada LFG < 30 ml/min/1.73 m2. Pasien yang dibatasi asupan proteinnya harus mendapat pengawasan status nutrisi secara teratur untuk mencegah terjadinya malnutrisi. Pengaturan gizi pada pasien hendaknya berkonsultasi dengan ahli gizi atau dokter spesialis gizi.[18,19]
Dokter juga harus melakukan kontrol gula darah dengan target HbA1c 7.0%, kecuali bila timbul hipoglikemia saat menurunkan gula darah, serta membatasi asupan garam <2 gram per hari. Pasien juga harus dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik sekitar 30 menit selama 5x seminggu untuk mencapai berat badan ideal, kecuali pada pasien dengan gangguan kardiovaskular, dan berhenti merokok.
Diagnosis dan Tata Laksana Manifestasi serta Penyebab Penyakit Ginjal Kronis
Dokter menentukan dan menangani penyebab penyakit ginjal kronis, misalnya batu ginjal, untuk mencegah perburukan penyakit ginjal kronis pasien. Pada penyebab yang tidak jelas, biopsi ginjal dapat dipertimbangkan. Pada penyakit ginjal kronis dengan diabetes, metformin lebih disarankan dibandingkan sulfonilurea.
Selain itu, dokter juga harus menangani manifestasi yang disebabkan oleh penyakit ginjal kronis, yaitu anemia, gangguan mineral tulang, edema/asites, asidosis metabolik, manifestasi uremia, komplikasi kardiovaskular, serta pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan.
Anemia
Pengecekan Hb pada penyakit ginjal kronis tidak perlu dilakukan secara rutin pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus (LFG) ≥ 60 mL/min/1.73 m2. Pada pasien dengan LFG 30 – 59 mL/min/1.73 m2, pemeriksaan dilakukan minimal 1 kali/tahun, dan pada LFG <30 mL/min/1.73 m2, pemeriksaan dilakukan minimal 2 kali/tahun.
Pemberian eritropoietin disarankan dimulai bila Hb < 10 mg/dL dengan target Hb 10 – 12 mg/dL. Sebelum memulai terapi, sebaiknya dilakukan studi kadar besi di dalam darah. Target saturasi besi adalah 30 – 50% dan feritin 200 – 500 ng/mL.
Gangguan Mineral Tulang
Pengukuran kadar kalsium, fosfat, hormon paratiroid dan alkalin fosfatase dilakukan setidaknya satu kali pada pasien dengan LFG < 45 mL/min/1.73 m2. Bila diperlukan pemberian vitamin D, pemeriksaan ulang dilakukan setidaknya 3 bulan sekali. Bone mineral density tidak disarankan dilakukan pada pasien dengan LFG < 45 mL/min/1.73 m2.
Rekomendasi pemberian vitamin D diberikan hingga kadar kalsium di atas 10.2 mg/dL. Bila kadar fosfat di atas 4.6 mg/dL, berikan pengikat fosfat, seperti kalsium asetat, sevelamer karbonat, atau lanthanum karbonat. Bila tetap tinggi setelah pemberian pengikat fosfat, hentkan terapi vitamin D.[20,21]
Kelebihan Cairan
Kelebihan cairan pada pasien yang terlihat dari adanya edema atau asites dapat ditatalaksana dengan loop diuretik atau ultrafiltrasi.
Asidosis Metabolik
Untuk penanganan asidosis metabolik, berikan suplemen bikarbonat per oral pada konsentrasi bikarbonat serum < 22 mmol/L hingga mencapai nilai normal, kecuali dikontraindikasikan.
Manifestasi Uremik
Pada manifestasi uremik yang berat, misalnya perikarditis, pertimbangkan untuk terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis.
Komplikasi Kardiovaskular
Semua pasien penyakit ginjal kronis disarankan dipertimbangkan berada dalam risiko tinggi penyakit kardiovaskular. Terapi kejadian kardiovaskular pasien penyakit ginjal kronis disamakan dengan pasien yang tidak menderita penyakit ginjal kronis, tetapi pada pasien dengan gagal jantung, sebaiknya lakukan pengawasan laju filtrasi glomerulus dan kadar kalium darah.
Gangguan Pertumbuhan pada Anak-anak
Pada pasien anak dengan penyakit ginjal kronis yang mengalami gangguan pertumbuhan, pertimbangkan untuk memberikan terapi hormon.
Persiapan Rujukan ke Spesialis
Penyakit ginjal kronis yang ditangani oleh dokter umum harus dirujuk ke spesialis bila ditemukan salah satu kondisi berikut:
- Gagal ginjal akut atau penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) secara drastis
- LFG < 30 mL/menit/1.73 m2
-
Ditemukan albuminuria terus menerus (albumin to creatinine ratio / ACR ≥ 30 mg/g [≥ 30 mg/mmol] atau albumin excretion rate / AER ≥ 300 mg/24 jam)
- Perburukan kondisi
- Terdapat tanda perdarahan dari saluran kemih (sel darah merah > 20 pada lapang pandang besar, dengan penyebab lain telah disingkirkan)
- Penyakit ginjal kronis dan hipertensi yang tidak membaik dengan 4 atau lebih obat-obatan antihipertensi
- Kelainan kalium darah yang terus menerus
- Batu saluran kemih yang berulang atau besar
- Gangguan ginjal bawaan[1]
Kategori dan Rentang Laju Filtrasi Glomerulus | Kategori dan Rentang Albuminuria Persisten | ||||
A1 | A2 | A3 | |||
Normal – kenaikan ringan | Kenaikan sedang | Kenaikan berat | |||
< 30 mg/g atau< 3 mg/mmol | 30 – 300 mg/g atau 3 – 30 mg/mmol | > 300 mg/g atau > 39 mg/mmol | |||
G1 | Normal atau tinggi | > 90 | Pengawasan | Rujuk* | |
G2 | Turun ringan | 60 – 89 | Pengawasan | Rujuk* | |
G3a | Turun ringan – sedang | 45 – 59 | Pengawasan | Pengawasan | Rujuk |
G3b | Turun sedang – berat | 30 – 44 | Pengawasan | Pengawasan | Rujuk |
G4 | Turun berat | 15 – 29 | Rujuk* | Rujuk* | Rujuk |
G5 | Gagal ginjal | < 15 | Rujuk | Rujuk | Rujuk |
*dokter yang merujuk dapat berdiskusi terlebih dahulu dengan ahli nefrologi
Tabel 4. Alat pembantu pembuat keputusan rujukan berdasarkan LFG dan albuminuria.
Indikasi Memulai Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy)
Indikasi memulai cuci darah (hemodialisis) bila terdapat satu atau lebih hal berikut:
- Tanda dan gejala dari gagal ginjal seperti serositis, pruritus, gangguan asam-basa dan elektrolit darah
- Status volume dan tekanan darah yang tidak terkontrol
- Perburukan status nutrisi yang tidak membaik dengan intervensi diet
- Gangguan kognitif[1]
Terapi cuci darah perlu dilakukan pengkajian dan pertimbangan keuntungan dan risiko yang terjadi, terutama pada pasien usia tua dan memiliki penyakit ginjal kronis kategori 5 (kategori paling berat, atau end-stage renal disease / ESRD) dengan berbagai komorbid. Pada pasien-pasien ini, hemodialisis justru berisiko mengurangi kualitas hidup dan status fungsional. Dalam beberapa studi yang melibatkan lebih dari 5200 pasien dalam terapi cuci darah, ditemukan 58% pasien mengalami nyeri kronik dan 49% pasien mengeluhkan nyeri yang bersifat sedang sampai berat [20,21]. Berikan suplementasi oral pada pasien yang menjalani hemodialisis untuk mencegah malnutrisi kurang energi protein (KEP).
Transplantasi ginjal dipertimbangkan bila laju filtrasi glomerulus < 20 ml/menit/1.73 m2 atau terjadi perburukan dari kondisi yang telah terbukti adanya penyakit ginjal kronis lebih dari 6 – 12 bulan.[1,2]
Perawatan Paliatif
Pada pasien penyakit ginjal kronis yang tidak memilih untuk dilakukan hemodialisis atau transplantasi, diperlukan terapi komprehensif, meliputi tata laksana simtomatik dan manajemen nyeri, perawatan psikologis, spiritual dan kultural untuk pasien dan keluarganya. Pada pasien yang menerima terapi penggantian ginjal juga disarankan untuk mendapatkan pelayanan menjelang kematian (end-of-life care). Perawatan paliatif ini diperlukan terutama karena pada pasien geriatri karena gejala nyeri, dispnea, insomnia, cemas dan depresi sering terjadi[22,23].