Panduan Klinis Diet untuk Orang dengan Penyakit Ginjal Kronis

Oleh :
dr. Nathania S. Sutisna

Diet pada orang dengan penyakit ginjal kronis (PGK) perlu disesuaikan untuk menghindari malnutrisi dan mencegah progresivitas PGK, dengan cara mengatur kebutuhan metabolik dan cairan. Intervensi diet pada PGK yang dapat dilakukan adalah intervensi asupan protein, natrium dan cairan, kalium, fosfor, kalsium, vitamin D, karbohidrat, lemak dan makanan yang mempengaruhi asam dan basa.

Protein

Jumlah protein yang dikonsumsi perlu dijaga untuk kesehatan ginjal. Asupan protein yang terlalu tinggi dapat memperparah penyakit ginjal kronis (PGK) dan menyebabkan sindrom uremia, sementara restriksi protein yang berlebihan dapat memicu terjadinya malnutrisi.[1]

Panduan Klinis Diet untuk Orang dengan Penyakit Ginjal Kronis-min

Rekomendasi asupan protein pada PGK stage 3–5 tanpa dialisis dan tidak memiliki diabetes adalah 0,55–0,6 g/kg BB/hari. Pada pasien PGK stage 3–5 tanpa dialisis tetapi memiliki diabetes, rekomendasi asupan protein sebesar 0,6–0,8 g/kg BB/hari.[1]

Pada PGK dengan dialisis, konsumsi protein disarankan lebih tinggi karena pada proses dialisis dapat terjadi penarikan asam amino, peptida, dan protein. Pada PGK dengan dialisis, baik disertai atau tanpa diabetes, anjuran asupan protein adalah 1,0–1,2 g/kg BB/hari. Pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia, asupan protein yang lebih tinggi dapat dipertimbangkan untuk menjaga kadar gula darah.[1–3].

Pengaruh Protein Terhadap Tekanan Intraglomerulus

Diet tinggi protein akan menyebabkan dilatasi arteriol aferen ginjal, sehingga mengakibatkan hiperfiltrasi glomerulus. Sebaliknya, diet rendah protein akan menyebabkan konstriksi arteriol aferen dan dilatasi arteriol eferen ginjal sehingga menurunkan tekanan intraglomerulus.[2]

Pengaruh Protein Terhadap Gangguan Ureum

Sindrom uremia terjadi karena tingginya ureum darah akibat gangguan ginjal. Racun ureum terdiri dari senyawa-senyawa yang terikat protein dan molekul larut air dengan berat molekul rendah–sedang yang sebagian besar diturunkan dari pemecahan protein.[4]

Natrium dan Cairan

Diet natrium ditujukan untuk pengaturan restriksi cairan dan menurunkan risiko hipertensi yang berujung pada berkurangnya risiko kardiovaskular. Rekomendasi asupan natrium adalah <2,3 gram/hari atau <100 mmol/hari.[1]

Dalam sebuah randomized clinical trial (RCT) tahun 2013 pada PGK stadium 3 dan 4 dengan hipertensi, ditemukan bahwa restriksi natrium dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 10 dan 4 mmHg dalam 24 jam. Dalam studi ini, responden dibagi menjadi kelompok tinggi garam, dengan total pemasukan natrium 180–200 mmol, dan rendah garam, dengan total pemasukan natrium 60–80 mmol.[5]

Selain itu, restriksi natrium juga dapat menurunkan volume cairan ekstraseluler, albuminuria dan proteinuria. Penurunan proteinuria dan albuminuria yang terjadi, tidak terikat dengan perubahan tekanan darah.[5]

Hasil serupa didapatkan sebuah RCT oleh Humalda, et al. pada tahun 2019 dilakukan selama 3 bulan. Intervensi yang dilakukan berupa edukasi mengenai pola makan. Pada kelompok intervensi, didapatkan penurunan konsumsi natrium sebesar 40 mmol/hari dan penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 8 mmHg.[6]

Batasan pemasukan cairan yang direkomendasikan pada PGK stadium 3 adalah maksimal 1,5 liter per hari untuk mencegah terjadinya hiponatremia. Jumlah ini perlu disesuaikan keadaan, misalnya cuaca yang panas, atau kondisi-kondisi lain yang meningkatkan kehilangan cairan.[2]

Pasien PGK stage akhir, pasien sering mengalami kelebihan cairan, yang dapat menyebabkan hipertensigagal jantung kongestif, left ventricular hypertrophy (LVH), dan edema. Pemberian diuretik, misalnya furosemide, dapat membantu mengatasi kondisi-kondisi di atas. Namun, diuretik juga bisa mempercepat progresivitas dari PGK dan meningkatkan risiko perlunya dilakukan transplantasi ginjal. Untuk itu, pemantauan asupan cairan pasien PGK perlu dilakukan.[7]

Kalium

Kadar kalium dalam darah harus tetap dijaga dalam rentang normal karena kelebihan atau kekurangan kalium dalam darah berhubungan dengan perburukan penyakit ginjal yang lebih cepat. Kondisi hiperkalemia dan hipokalemia juga dapat menyebabkan gangguan jantung.[2,8]

Pada pasien yang berisiko mengalami hiperkalemia, yaitu kadar kalium dalam darah di atas 5,5 mmol/L, maka dianjurkan untuk membatasi asupan kalium menjadi sebesar 4 gram/hari atau <77 mmol/hari.[2]

Beberapa contoh makanan tinggi kalium, antara lain pisang, alpukat, mangga, pepaya, brokoli, kacang-kacangan, kentang, dan biji-bijian. Makanan-makanan tersebut sebetulnya merupakan makanan yang kaya serat pangan dan menyehatkan. Oleh karena itu, pembatasan asupan kalium perlu dilakukan secara berhati-hati, dan tetap mengonsumsi diet gizi seimbang, dengan konsumsi sayur dan buah yang cukup.[2,9]

Fosfor

Fosfor banyak terkandung pada makanan berprotein dan zat-zat aditif. Diet rendah protein yang diberikan untuk pasien PGK juga membuat asupan fosfor berkurang. Hal ini bergantung dari rasio fosfor-protein pada makanan tertentu.[10]

Tingginya fosfor dalam bentuk fosfat, dapat membuat hiperfosfatemia dan merupakan salah satu komplikasi dari PGK akibat dari berkurangnya fungsi ginjal mengekskresikan kelebihan fosfat. Hiperfosfatemia dapat menyebabkan komplikasi seperti kalsifikasi pembuluh darah, katup jantung, dan miokardium.[10]

Pada pasien PGK mulai dari stadium awal hingga pada perawatan dengan dialisis, asupan fosfor yang dianjurkan adalah <800 mg/hari. Pemberian pengikat fosfat juga dipertimbangkan, terutama pada pasien PGK yang menjalani dialisis.[2]

Konsumsi makanan olahan dengan rasio fosfor-protein yang tinggi juga perlu dibatasi. Beberapa contoh makanan tinggi fosfor yang perlu dihindari adalah makanan siap saji, minuman kaleng, keju, kerang, ikan sarden, telur ikan, jeroan, dan zat-zat aditif makanan.[2,9]

Kalsium dan Vitamin D

PGK menyebabkan penurunan kadar 1,25-dihidroksivitamin D, yang mengakibatkan menurunnya penyerapan kalsium di usus. Namun, difusi pasif, penurunan ekskresi kalsium di ginjal dan pelepasan kalsium dari tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder pada PGK dapat berujung pada peningkatan kadar kalsium darah. Salah satu komplikasi yang diakibatkan hiperkalsemia adalah kalsifikasi pembuluh darah.[2]

Rekomendasi pemberian kalsium pada PGK stage 3–4 yang tidak mengonsumsi analog vitamin D adalah 800–1000 mg/hari kalsium elemental, termasuk diantaranya kalsium dari makanan sumber, suplemen kalsium, dan pengikat fosfor berbasis kalsium. Pada PGK stage 5, asupan kalsium mungkin perlu dikurangi, dengan mempertimbangkan pemakaian analog vitamin D dan calcimimetics, untuk mencegah hiperkalsemia.[1]

Pada sebuah studi literatur, ditemukan bahwa pemberian vitamin D pada dosis terapeutik berdampak pada perubahan biokimia yaitu peningkatan serum 25(OH)D dan penurunan kadar hormon paratiroid (PTH) secara signifikan. Tidak terjadi perubahan signifikan pada hiperkalsemia dan hiperfosfatemia. Jadi, pemberian suplemen vitamin D mungkin diperlukan sebagai terapi tambahan pada gangguan hiperparatiroid pada PGK.[10]

Jumlah Kalori, Karbohidrat dan Lemak

Jumlah asupan energi setiap harinya direkomendasikan sebesar 30–35 kkal/kg BB untuk menghindari wasting dan menjaga balans nitrogen. Pada pasien PGK yang diberikan diet rendah protein, karbohidrat dan lemak harus dapat memenuhi 90% kebutuhan kalori setiap harinya.

Pemilihan karbohidrat yang baik untuk PGK adalah karbohidrat tidak banyak diolah (unrefined), karena tinggi kandungan seratnya, misalnya roti gandum dan brown rice. Kandungan serat yang tinggi dapat mengurangi konstipasi dan menurunkan asupan fosfor dan urea sehingga menurunkan produksi urea dan kreatinin. Untuk jenis lemak sebaiknya memiliki lemak tidak jenuh, seperti minyak zaitun.[2]

Pengaruh Asam Basa dari Asupan Makanan

Keseimbangan asam dan basa difokuskan pada net endogenous acid production (NEAP). Pada konsumsi protein hewani, banyak terdapat sulfur sehingga membentuk asam sulfur, sedangkan metabolisme asam organik dari konsumsi protein nabati dapat memproduksi bikarbonat.[10]

Peningkatan asam dari makanan sumber dihubungkan dengan terjadinya hiperfiltrasi glomerular. Asidosis metabolik diketahui berhubungan dengan perburukan penyakit ginjal dan meningkatkan risiko mortalitas. Oleh karena itu, diet rendah daging merah dan tinggi sayur dan buah direkomendasikan pada PGK, karena dapat menurunkan NEAP.[2,10]

Kesimpulan

Orang dengan penyakit ginjal kronis (PGK) perlu mendapatkan pengaturan diet untuk mencegah perburukan penyakit. Pembatasan protein berguna untuk menurunkan tekanan intraglomerulus dan mencegah sindrom uremia. Kebutuhan energi harus dicukupkan dari karbohidrat unrefined yang kaya serat pangan, dan lemak, terutama lemak tidak jenuh. Diet yang rendah daging merah, serta tinggi sayur dan buah disarankan untuk pasien PGK.

Pada PGK stage lanjut, pembatasan mineral, seperti kalium, natrium, dan fosfor, mungkin juga diperlukan untuk menjaga keseimbangannya dalam darah. Perlu diingat, kadar mineral yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi dalam tubuh dapat membahayakan kesehatan. Oleh sebab itu, pembatasan mineral perlu dilakukan dengan berhati-hati, sambil tetap mengikuti pedoman pola makan gizi seimbang.

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi