Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Anafilaksis yogi 2025-05-27T11:43:28+07:00 2025-05-27T11:43:28+07:00
Anafilaksis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Anafilaksis

Oleh :
dr.Adrian Prasetio SpKJ
Share To Social Media:

Penatalaksanaan anafilaksis harus dilakukan secepatnya, dalam hitungan menit, untuk menurunkan risiko fatalitas. Hal pertama yang dilakukan adalah menghilangkan paparan alergen, misalnya dengan menghentikan infus obat yang dicurigai mencetuskan reaksi. Kemudian lakukan survey primer dan berikan injeksi epinefrin.

Tata Laksana Awal

Anafilaksis adalah kondisi emergensi yang membutuhkan penanganan segera. Tindakan pertama yang dilakukan adalah manajemen jalan napas. Klinisi harus mengidentifikasi obstruksi jalan napas, misalnya edema perioral atau adanya suara napas tambahan. Intubasi mungkin dibutuhkan untuk memastikan patensi jalan napas.

Posisi

Pasien diposisikan berbaring dengan kedua tungkai diangkat untuk meningkatkan aliran balik vena. Ketika ada gangguan pernapasan, pasien dapat diposisikan duduk dengan kedua tungkai diangkat. Pasien hamil bisa diposisikan berbaring pada sisi kiri dengan posisi kepala menunduk. Hindari perubahan posisi bangun secara mendadak. Pasien tidak boleh bangun atau berjalan.[1,4]

Epinefrin

Epinefrin harus diberikan sedini mungkin sebelum memberikan terapi lain. Epinefrin diberikan secara intramuskular pada posisi otot vastus lateralis paha. Satu ampul epinefrin berisi 1 mg per 1 mL dalam konsentrasi 1:1000. Dosis epinefrin adalah 0,15 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 25-30 kg dan 0,3 mg untuk anak lebih dari 30 kg dan dewasa. Apabila tidak ada perubahan dalam 5 menit, maka ulangi injeksi epinefrin intramuskular dan berikan cairan intravena. Epinefrin dapat diberikan hingga gejala membaik.[1,4,13]

Epinefrin Autoinjector

Epinefrin bisa diberikan dengan autoinjector. Dosisnya adalah:

  • 0,15 mg untuk anak 7,5 hingga 20 kg
  • 0,3 mg untuk anak 20 hingga 50 kg
  • 0,3 mg atau 0,5 mg untuk anak dengan berat di atas 50 kg dan pasien dewasa.

Apabila dibutuhkan dosis kedua, sebaiknya epinefrin diberikan dengan injeksi untuk mengantisipasi kegagalan autoinjector. Tingkatkan dosis menjadi 0,5 mg pada remaja dan dewasa.[1,4,13]

Pemberian Epinefrin Infus Kontinu

Pada pasien yang membutuhkan injeksi berulang, klinisi bisa mempertimbangkan pemberian intravena kontinu. Pemberian dimulai dari 0,1 mg (konsentrasi 1:10.000) dalam 5-10 menit. Apabila dibutuhkan dosis tambahan, infus epinefrin dimulai dalam dosis 1 mcg/menit dan titrasi bertahap sampai ada respon yang diinginkan. Hentikan apabila pasien mengalami aritmia atau nyeri dada.[1,4,13]

Dekontaminasi dan Oksigenasi

Zat pencetus atau yang diduga mencetuskan reaksi anafilaksis harus disingkirkan segera untuk mencegah perburukan progresif dari gejala pasien. Pasien diberikan oksigen aliran tinggi 10 liter per menit dengan non rebreathing mask.[1,4]

Cairan

Pada pasien dengan gangguan sirkulasi berat, diberikan cairan kristaloid intravena. Pada anak dengan berat badan <25-30 kg diberikan cairan 10 ml/kg maksimal 500 ml per pemberian dan bisa diulang ketika dibutuhkan. Untuk dewasa dan anak >30 kg diberikan 500 ml bolus, dan bisa diulang ketika dibutuhkan. Cairan yang dapat digunakan antara lain ringer laktat dan cairan salin normal.

Cairan juga dapat diberikan pada anafilaksis berat dengan gangguan pernapasan yang membutuhkan pemberian epinefrin dosis kedua. Cairan albumin dan hipertonik tidak diindikasikan untuk anafilaksis.[1,4]

Antihistamin

Antihistamin berguna untuk gejala kutaneus, dan sejauh ini efek untuk gejala selain kutaneus belum terkonfirmasi. Umumnya antihistamin yang diberikan adalah diphenhiydramine 25-50 mg intravena atau intramuskular. Antihistamin tidak mencegah gejala anafilaksis, dan membutuhkan waktu 1-3 jam untuk bekerja.[2,4]

Kortikosteroid

Kortikosteroid sering digunakan karena diduga mencegah gejala berulang dan reaksi fase lambat, namun hingga saat ini efektivitas kortikosteroid belum jelas. Kortikosteroid diduga bermanfaat untuk gejala pernapasan. Methylprednisolone 80-125 mg intravena atau hidrokortison 250-500 mg intravena bisa diberikan dalam fase akut dan kemudian diberikan prednison oral 1 mg/kg/hari dalam dosis terbagi selama 3-5 hari.[1,2,4]

Obat Inhalasi

Inhalasi beta agonis dan epinefrin diberikan pada obstruksi bronkus, serta edema laring atau faring. Pasien dengan riwayat asthma atau penyakit pernapasan lain berisiko lebih tinggi mengalami bronkospasme. Pemberian inhalasi dilakukan dengan nebulizer bersama dengan oksigen. Inhalasi epinefrin tidak menggantikan injeksi dan hanya sebagai terapi tambahan.[1,4]

Pemantauan Pasien

Kondisi anafilaksis berisiko mengalami gejala yang memanjang dan reaksi bifasik (terjadi serangan anafilaksis berulang). Umumnya pasien diobservasi selama 4 jam setelah memberikan dosis epinefrin terakhir. Pasien dengan gangguan pernapasan harus dipantau selama 6-8 jam, dan pasien dengan hipotensi dipantau selama 12-24 jam.[4,13]

Terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan observasi lebih lama pada pasien menurut European Academy of Allergy and Clinical Immunology.

Faktor pasien antara lain:

  • Anafilaksis pada pasien dengan asthma berat
  • Pasien yang datang pada malam hari, atau mereka yang mungkin tidak dapat merespon perburukan gejala
  • Pasien pada daerah dimana sulit mendapatkan penanganan emergensi
  • Pasien dengan riwayat reaksi bifasik

Faktor terkait reaksi bifasik yang mungkin meningkatkan risiko reaksi bifasik:

  • Keterlibatan multiorgan
  • Gangguan pernapasan berat
  • Pasien yang membutuhkan >1 dosis epinefrin untuk menangani anafilaksis
  • Disebabkan oleh alergen dengan absorbsi kontinu, misalnya makanan
  • Tidak diketahui penyebabnya[4]

Pasien dengan risiko serangan bifasik harus diberikan autoinjector epinefrin untuk berjaga-jaga dan diedukasi mengenai penggunaannya ketika muncul gejala. Dokumentasikan paparan makanan, obat, dan sengatan binatang dalam 2-4 jam sebelum muncul reaksi anafilaksis.[4,13]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Khrisna Rangga Permana

Referensi

1. McLendon K, Britni T S. Anaphylaxis. StatPearls. 2021.
2. Mustafa S. Anaphylaxis: Practice Essentials, Background, Pathophysiology. Medscape. 2018.
3. Reber LL, Hernandez JD, Galli SJ. The pathophysiology of anaphylaxis. J Allergy Clin Immunol. 2017;140(2):335–48.
4. Muraro A, Worm M, Alviani C, Cardona V, DunnGalvin A, Garvey LH, et al. EAACI guidelines: Anaphylaxis (2021 update). Allergy Eur J Allergy Clin Immunol. 2022;77(2):357–77.
13. Anaphylaxis: emergency management for health professionals. Aust Prescr. 2018 Apr;41(2):54. doi: 10.18773/austprescr.2018.014. Epub 2018 Apr 3. PMID: 29670313; PMCID: PMC5895473.

Diagnosis Anafilaksis
Prognosis Anafilaksis

Artikel Terkait

  • Pemberian Epinefrin yang Tepat untuk Kasus Anafilaksis
    Pemberian Epinefrin yang Tepat untuk Kasus Anafilaksis
  • Reaksi Alergi dan Anafilaksis terkait Vaksin COVID-19
    Reaksi Alergi dan Anafilaksis terkait Vaksin COVID-19
  • Antibiotic Skin Test Bukan Prediktor yang Tepat untuk Reaksi Alergi
    Antibiotic Skin Test Bukan Prediktor yang Tepat untuk Reaksi Alergi
  • Omalizumab untuk Penanganan Berbagai Alergi Makanan
    Omalizumab untuk Penanganan Berbagai Alergi Makanan
  • Efikasi Premedikasi Oral untuk Hipersensitivitas terhadap Media Kontras Imaging
    Efikasi Premedikasi Oral untuk Hipersensitivitas terhadap Media Kontras Imaging

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr.fahmi abadi
Dibalas 04 Desember 2024, 14:16
Urtikaria dan takikardi tidak disertai dengan sesak dan pembengkakan di area mukosa
Oleh: dr.fahmi abadi
2 Balasan
Ijin bertanya dokter.Saya ada pasien dengan urtikaria.Saat di lakukan pemeriksaan HR nya 120 x.Di EKG irama regular.Sesak di sangkal.Pembengkakan area mukosa...
dr. Radi Prawira Darma
Dibalas 16 Oktober 2024, 16:45
Reaksi anafilaktik setelah pemberian injeksi ranitidin
Oleh: dr. Radi Prawira Darma
1 Balasan
Alo dokter. Izin Bertanya, saya memiliki pasien di klinik wanita usia 65 tahun dengan keluhan nyeri ulu hati(+), mual (+), muntah (-), dan nyeri perut...
Anonymous
Dibalas 27 September 2023, 21:08
Pilihan terapi untuk reaksi anafilaksis
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Dok, sy mau tanya pada kasus anafilaksis kapan sebaiknya kta memberikan inj. Dexamethasone, inj. Diphenhydramine atau inj. Epinephrin? Karena pada prakteknya...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.