Penatalaksanaan Infark Miokard Akut
Penatalaksanaan infark miokard akut (acute myocardial infarct) harus dilakukan secepat mungkin, karena kondisi ini termasuk ke dalam kegawatdaruratan. Diagnosis kerja dibutuhkan secepatnya untuk segera memulai tata laksana inisial. Pasien harus segera dilakukan pemeriksaan serta interpretasi EKG dan pemeriksaan enzim jantung. Pasien harus dipasangi monitor dan diawasi karena pada tahap awal terjadinya infark miokard, dapat terjadi henti jantung yang paling sering disebabkan oleh fibrilasi ventrikel. [12]
Tata Laksana Awal
Setelah diagnosis kerja ditegakkan secepatnya maka tatalaksana awal yang dilakukan tidak berbeda dengan sindroma koroner akut yaitu:
- Pemberian oksigen
Oksigen hanya diberikan bila ada tanda hipoksia dan saturasi oksigen dipertahankan 93-96%.
- Pemberian analgesik
Nitrat sublingual atau spray dapat diberikan dalam interval 3-5 menit namun tidak diberikan bila keadaan hipotensi. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg secara intravena dan dapat diulang dalam 5-10 menit.
- Pemberian aspirin dan klopidogrel
Dosis inisial aspirin adalah 160-320 mg yang pada umumnya sediaannya dapat dikunyah, sedangkan dosis klopidogrel inisial adalah 300-600 mg. Selanjutnya, bisa diberikan aspirin 80 mg per hari dan klopidogrel 75 mg per hari. [13,14]
Terapi Reperfusi
Tujuan penanganan infark miokard akut (acute myocardial infarct) adalah untuk mengembalikan perfusi sesegera mungkin. Pada kasus NSTEMI, terapi reperfusi dapat ditunda sesuai dengan stratifikasi risiko. Namun pada kasus STEMI dengan onset kurang dari 12 jam, terapi reperfusi secara mekanik atau farmakologis harus dilakukan secepatnya. Sesuai panduan yang dikeluarkan oleh European Society of Cardiology (ESC), berdasarkan onset serangannya, terapi reperfusi dilakukan pada keadaan infark miokard akut sebagai berikut:
- Kurang 12 jam
Pada pasien yang datang dengan onset keluhan kurang dari 12 jam, terapi reperfusi dilakukan pada seluruh pasien dengan gejala dan elevasi segmen ST dan LBBB baru yang persisten.
- Lebih dari 12 jam dan terdapat proses iskemik yang sedang berlangsung
Pada pasien yang datang setelah 12 jam dari onset, maka dapat diutamakan untuk dilakukan primary PCI.
Pada pasien yang datang dalam rentang 12 – 24 jam setelah onset, PCI dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien yang kondisinya stabil.
Sedangkan pada pasien yang datang setelah lebih dari 24 jam, tidak dianjurkan dilakukan PCI walaupun sebelumnya telah dilakukan terapi fibrinolisis. [12]
Primary Percutaneus Coronary Intervention (pPCI)
Primary Percutaneous Coronary Intervention (pPCI) merupakan pilihan utama dalam terapi reperfusi dibandingkan dengan fibrinolisis. Dengan pPCI maka risiko perdarahan akibat fibrinolisis dapat dihindarkan. Risiko perdarahan intrakranial dapat meningkat pada pemberian fibrinolisis.[15]
Indikasi dilakukan primary PCI adalah :
- Diutamakan dilakukan dalam kurang dari 120 menit setelah kontak dengan petugas medis
- Pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali pada kondisi yang diakibatkan oleh keterlambatan prosedur PCI. [12]
Aspek-aspek dalam prosedur PCI yang harus diperhatikan antara lain:
- Diutamakan pemasangan stent pada semua kasus dibandingkan hanya dengan angioplasti dengan balon.
- Tindakan primary PCI hanya terbatas pada pembuluh darah yang memiliki lesi, kecuali bila dibarengi syok kardiogenik atau iskemik yang menetap setelah PCI.
- Akses melalui radial diutamakan dibandingkan femoral dan dilakukan oleh dokter yang berpengalaman.
- Aspirasi trombus secara rutin diutamakan untuk dilakukan
- Penggunaan rutin alat proteksi distal tidak direkomendasikan
- Penggunaan rutin intraaortic baloon pump (IABP) selain pada syok kardiogenik tidak direkomendasikan. [12]
Fibrinolisis
Terapi reperfusi dengan fibrinolisis adalah dengan memberikan agen farmakologis yang bertujuan melisiskan trombus. Fibrinolisis sangat penting terutama bila tidak terdapat fasilitas untuk PCI. Dalam beberapa panduan disebutkan untuk pemberian terapi fibrinolisis pra rumah sakit namun hal ini tidak umum dilakukan.
Fibrinolisis dianjurkan dilakukan dalam kurang dari 12 jam setelah onset, jika primary PCI tidak dapat dilakukan dalam 90 menit di awal sejak onset gejala. Selain itu fibrinolisis hanya dapat dilakukan bila tidak ada kontraindikasi absolut. Fibrinolisis dikontraindikasikan secara absolut pada kondisi berikut:
- Riwayat perdarahan intrakranial
- Stroke iskemik dalam 6 bulan terakhir
- Aneurisma serebrovaskular
- Tumor intrakranial
- Trauma kepala dalam 3 bulan terakhir
- Diseksi aorta
- Perdarahan gastrointestinal dalam sebulan terakhir
- Riwayat pungsi lumbal dalam 24 jam sebelumnya [12]
Sedangkan kontraindikasi yang bersifat relatif adalah:
- Serangan iskemik transien dalam 6 bulan terakhir
- Mendapat terapi antikoagulan
- Hamil atau postpartum 1 minggu
- Hipertensi yang refrakter
- Penyakit liver tahap lanjut
- Endokarditis infektif
- Ulkus peptikum aktif
- Trauma akibat resusitasi
Fibrinolisis dapat dilakukan dengan pemberian:
Streptokinase 1,5 juta unit yang dilarutkan dengan 100 ml Dekstrosa 5% atau normal salin, diberikan selama 30-60 menit.
- Alteplase 15 mg melalui intravena dan dilanjutkan 0,75 mg/kgBB untuk 30 menit berikutnya dan 0,6 mg/kgBB untuk 60 menit berikutnya.
- Pemberian Streptokinase atau alteplase diberikan diikuti pemberian heparin
Unfractionated Heparin diberikan sebanyak 60 unit/kgBB dan dilanjutkan 12 unit/kgBB/jam
Low Molecular Weight Heparin, diberikan dengan dosis inisial 30 mg secara intravena dan rumatan 1 mg/kgBB secara subkutan. [16]
Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)
Tidak banyak pasien dengan infark miokard akut (acute myocardial infarct) yang membutuhkan tindakan coronary artery bypass grafting (CABG). CABG diindikasikan pada pasien dengan kelainan anatomis dan tidak dapat dilakukan PCI serta pasien dengan komplikasi gangguan mekanik pada jantung.
Rujukan
Terapi reperfusi pada umumnya tidak dapat dilakukan oleh dokter layanan primer. Bila pasien diterima di rumah sakit yang tidak memiliki fasilitas terapi reperfusi harus segera dirujuk ke fasilitas yang memadai.
Rujukan harus dipertimbangkan demi target tata laksana reperfusi yang terbaik.
- Bila pasien didiagnosa infark miokard di rumah sakit yang memiliki fasilitas pPCI, maka dilakukan pPCI dalam kurang dari 60 menit
- Pasien di fasilitas tanpa pPCI, bila memungkinkan dirujuk ke rumah sakit dengan pPCI yang waktu tempuhnya kurang dari 120 menit
- Bila tidak terdapat fasilitas pPCI dengan waktu tempuh kurang dari 120 menit, lakukan terapi reperfusi segera dalam waktu kurang dari 30 menit, lalu rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas pPCI
- Bila terapi fibrinolisis tidak berhasil, segera lanjutkan dengan tindakan pPCI. Bila berhasil maka dilakukan angiografi. [12]