Epidemiologi Trombositopenia
Trombositopenia dari data epidemiologi sering ditemukan pada penyakit kritis seperti Systemic Inflammation Responses Syndrome (SIRS), sepsis, penyakit autoimun, penyakit kanker, serta pada pasien pasca operasi.[2,9] Prevalensi trombositopenia yang tinggi juga ditemukan pada infeksi virus, seperti demam berdarah dan malaria, menjadikan penyakit-penyakit tersebut sebagai 2 penyebab trombositopenia paling sering di Indonesia. Trombositopenia meningkat seiring bertambahnya usia dan lebih banyak terjadi pada laki-laki. Selain itu prevalensi trombositopenia juga dipengaruhi oleh penyakit penyebabnya (underlying disease).
Global
Prevalensi trombositopenia pada penelitian yang dilakukan oleh Institute of Clinical Medicine Denmark tahun 2018 menunjukkan bahwa prevalensi pasien trombositopenia yang dirawat inap di bangsal interna adalah 6,8% dengan persentase trombositopenia ringan, sedang dan berat masing-masing adalah 5,04%, 1,76%, dan 0,5%. Dalam penelitian ini juga menunjukkan prevalensi trombositopenia meningkat seiring bertambahnya usia dan lebih banyak terjadi pada laki-laki (9,02%) daripada perempuan (4,61%).
Studi penelitian di China oleh Lu et al yang melibatkan pasien-pasien diabetes mellitus dan penyakit kardiovaskular melaporkan mengenai prevalensi terjadinya trombositopenia sebesar 16,6% dengan prevalensi pada pria sebesar 18,97%, lebih tinggi daripada wanita yaitu 14,3%.[17,18]
Indonesia merupakan negara tropis, dimana penyakit seperti demam dengue dan malaria merupakan penyakit endemis di sini. India, di lain sisi juga merupakan negara dengan iklim tropis dan subtropis, sehingga memiliki persebaran penyakit yang hampir serupa dengan di Indonesia. Katiyar et al telah melakukan penelitian di India yang mencari jenis-jenis penyakit tropis tersering yang dapat menyebabkan trombositopenia.
Katiyar et al melakukan penelitian dengan melibatkan 218 pasien dewasa (usia > 18 tahun) yang memiliki gejala klinis demam dengan trombositopenia (jumlah trombosit <150.000/µL), menunjukkan bahwa demam dengue merupakan penyebab tersering terjadinya trombositopenia yaitu sebesar 58,71%, diikuti oleh malaria P. falciparum sebesar 8,71% dan malaria P. vivax sebesar 6,88%.
Pada penelitian tersebut juga melaporkan 24,31% pasien mengalami manifestasi perdarahan. Manifestasi perdarahan yang muncul adalah petechiae atau purpura sebesar 58,49% dan hematuria sebesar 16,98%.[13,17,18]
Sebuah studi kohort dilakukan dengan melibatkan pasien neonatus yang dirawat di neonatal intensive care unit (NICU) menunjukkan bahwa trombositopenia berat dapat terjadi pada kondisi sepsis neonatorum.[28] Kriteria pasien yang diteliti adalah neonatus yang mengalami sepsis dan hasil kultur positif. Pada 20% pasien neonatus yang mengalami sepsis neonatorum ternyata juga mengalami trombositopenia berat yaitu jumlah trombosit < 50x109/L.
Indonesia
Data epidemiologi trombositopenia secara umum di Indonesia masih terbatas. Studi deskriptif analitik di sebuah rumah sakit pusat rujukan nasional di Jakarta menunjukkan prevalensi trombositopenia pada 97 orang subjek penelitian sebesar 36% dan 88,2% pasien Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) mengalami trombositopenia dengan rasio prevalens 32,5 (95% IK 6,70-157,57).[20]
Indonesia merupakan negara endemis malaria dan demam dengue, dimana kasus trombositopenia sering ditemui, sehingga klinisi harus menelusuri dan menilai kemungkinan penyebab trombositopenia akibat infeksi. Sebuah penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit di Balikpapan yang melibatkan 81 pasien malaria, melaporkan adanya korelasi antara derajat trombositopenia dengan insiden malaria berat.[38]
Pada penelitian tersebut distribusi penderita malaria berdasarkan derajat trombositopenia adalah sedang, berat dan ringan masing-masing 41,98%; 40,79% dan 17,28%. Malaria berat ditemukan pada 13,58% pasien, didapatkan adanya korelasi antara derajat trombositopenia dengan insiden malaria berat melalui uji Fisher (dengan p=0,043).[38]
Penelitian lainnya yang memperlihatkan adanya korelasi erat antara demam dengue dengan trombositopenia dilakukan di rumah sakit umum Manado, melaporkan sebanyak 50 pasien (89,3%) dari 56 subjek penelitian pasien anak yang menderita demam berdarah dengue mengalami kondisi trombositopenia. Pada penelitian ini rata-rata jumlah trombosit adalah 11,1017/mm3, dengan nilai tertinggi 12,44/mm3, nilai terendah 8,70/mm3, dan simpangan baku 0,69582/mm3.[41]
Mortalitas
Mortalitas yang disebabkan oleh kondisi trombositopenia bervariasi mulai dari yang tidak berbahaya seperti trombositopenia gestasional hingga kasus berat yang dapat mengancam jiwa seperti Heparin-induced thrombocytopenia, dimana kasus kematiannya sekitar 20%. Di Indonesia, penyebab trombositopenia paling sering adalah demam dengue dan malaria. Menurut data Kementerian Kesehatan di tahun 2019 malaria termasuk dalam penyakit yang menyebabkan mortalitas tertinggi pada balita.[47] Sedangkan mortalitas demam dengue di tahun 2020 pada kelompok usia 5 – 14 tahun sebesar 34,13 % dan usia > 44 tahun sebesar 11,11 %.[44,45]
Mortalitas Trombositopenia pada COVID-19
Studi penelitian terbaru tahun 2020 di Wuhan (Cina), tentang hubungan trombositopenia dengan mortalitas pada infeksi COVID-19 melaporkan bahwa 20,7% dari 1.476 pasien covid-19 yang dirawat inap mengalami trombositopenia. Studi penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah jumlah trombosit semakin tinggi tingkat mortalitasnya.[21]