Penatalaksanaan Hemoroid
Penatalaksanaan hemoroid internal dilakukan berdasarkan derajat keparahan. Terapi utama adalah terapi non farmakologi berupa modifikasi diet serta perbaikan bowel habit. Terapi selanjutnya adalah medikamentosa dan pembedahan. [10]
Secara umum, berdasarkan derajat keparahan, penatalaksanaan hemoroid adalah :
Tabel 1 Penatalaksanaan Hemoroid Berdasarkan Jenisnya
Jenis Hemoroid | Penatalaksanaan |
Hemoroid Interna derajat I | Penatalaksanaan konservatif medikamentosa disertai dengan modifikasi gaya hidup, menghindari OAINS, dan menghindari makanan pedas maupun berlemak |
Hemoroid Interna derajat II dan III | Penatalaksanaan konservatif medikamentosa, modifikasi gaya hidup, dan tindakan non-operatif bila diperlukan |
Hemoroid Interna derajat III yang sangat simtomatik dan derajat IV | Paling baik dilakukan hemorhoidektomi |
Hemoroid Interna derajat IV dengan gangren atau inkarserata | Diperlukan tindakan bedah segera |
Hemoroid Eksternal dengan thrombosis | Dapat berespon baik dengan enukleasi |
Hemoroid Eksternal dengan gangguan hygiene atau skin tag | Lebih baik ditatalaksana dengan reseksi operatif |
Terapi Non Farmakologi
Terapi non farmakologi dapat berupa perubahan diet, pola hidup, serta bowel habit. Diet harus tinggi serat dan cairan oral agar konsistensi tinja tidak keras. Jumlah konsumsi serat yang direkomendasikan yakni 25-40 gram serat per hari. Konsumsi air disarankan minimal 1800 mL per hari atau 30-40 ml/kgBB/hari (pastikan pasien tidak dalam kondisi yang mengharuskan restriksi cairan).
Perubahan bowel habit dilakukan dengan cara merubah posisi saat defekasi dan menghindari mengedan saat buang air besar. Posisi jongkok merupakan posisi yang paling baik untuk buang air besar. Pada posisi jongkok, sudut anorectal yang terbentuk lebih besar dibanding posisi duduk. Sudut anorectal menjadi lurus ke bawah sehingga mempermudah pengeluaran tinja. Selain itu tekanan intra abdominal lebih rendah pada posisi jongkok. Jika hanya ada kloset duduk maka pasien dapat disarankan untuk meletakkan bangku di bawah kaki serta menyondongkan tubuh ke depan. Walaupun sudut anorektal yang terbentuk tidak serupa seperti posisi jongkok, hal tersebut dapat membuat perubahan sudut anorectal yang lebih baik dibanding posisi duduk.
Kebiasaan saat di toilet juga harus diperbaiki. Beritahu pasien untuk tidak menghabiskan waktu lama duduk di kloset jika tinja tidak keluar. Selain daripada itu, pasien juga disarankan untuk menjaga pola hidup yang baik dengan makanan bergizi seimbang dan olahraga. Aktivitas fisik dapat membantu pergerakan usus dan memperbaiki bowel habit.[11,12]
Medikamentosa
Tujuan utama terapi medikamentosa adalah untuk mengendalikan gejala akut hemoroid dibandingkan mengobati keadaan yang mendasari. Terdapat banyak obat-obatan dan pengobatan tradisional dalam bentuk pil, suppositoria, krim, dan topikal wipes. Untuk sediaan oral, flavonoid adalah agen phlebotonik yang paling sering digunakan unruk meningkatkan tonus vaskular, mengurangi kapasitas vena, mengurangi permeabilitas kapiler, memfasilitasi drainase limfatik dan memiliki efek anti-inflamasi.[10]
Pada trombosis hemoroid eksternal yang menyebabkan nyeri akut yang hebat, jika tidak diberikan terapi gejala dapat hilang dalam 2-3 hari dan trombosis kembali terabsorpsi. Terapi oral lain yang dapat diberikan adalah analgetik dan laksatif, sedangkan untuk topikal dapat diberikan lidokain krim ataupun kombinasi nifedipin dan lidokain krim.[6]
Tindakan Non-Operatif
Tindakan tanpa pembedahan untuk penatalaksanaan hemoroid berupa ligase rubber band, skleroterapi, fotokoagulasi inframerah atau diatermi bipolar.
Ligasi Rubber Band
Tindakan yang paling sering dilakukan, dapat dilakukan di poliklinik dengan atau tanpa anestesi dan persiapan. Efektif pada hemoroid internal derajat satu dan dua serta beberapa pada hemoroid internal derajat tiga. Angka keberhasilan mencapai 80%, gejala rekurensi dapat diatasi dengan pemasangan ulan rubber band dan hanya 10% yang akhirnya harus menjalani operasi eksisi. Pasien yang menjalani ligasi dapat merasakan nyeri ringan dan tumpul selama 48 jam setelah tindakan yang berkurang dengan analgetik. Perdarahan minor atau spotting dilaporkan sekitar 5% dan kurang dari 0,1% mengalami perdarahan hebat yang memerlukan tindakan gawat darurat. Komplikasi paling jarang adalah sepsis perineal akibat retensi urin atau gangren pada ligasi. Risiko sepsis lebih tinggi pada pasien dengan imunokompromais, diabetis, dan neutropenia.[9]
Skleroterapi
Skleroterapi adalah injeksi agen kaustik pada submukosa hemoroid sehingga menghilangkan vaskularitas, trombosis intravaskular, dan fibrosis. Fibrosis dipercaya mengakibatkan fiksasi jaringan dan menghilangkan prolapsus. Efektivitas terapi sebesar 75%-89% pada hemoroid derajat 1,2 dan 3, namun rekurensi didapatkan sebesar 40% dalam 4 tahun. Agen kaustik yang digunakan adalah fenol 10% sebanyak 1 ml menggunakan jarum 21 atau 25, jarum yang lebih besar dapat menimbulkan perdarahan. Komplikasi jarang terjadi, dilaporkan adanya disfungsi ereksi karena injeksi mengenai saraf parasimpatetik periprostatik.[9]
Fotokoagulasi Inframerah Dan Diatermi Bipolar
Fotokoagulasi menggunakan cahaya inframerah pada hemoroid menghasilkan koagulasi protein sel dan evaporasi cairan intraselular, sehingga terjadi sklerosis dan fiksasi akibat fibrosis jaringan. Direkomendasikan diberikan pada hemoroid derajat 1 dan 2 selama prolaps tidak terlalu besar, dengan gejala rekuren setelah ligasi dimana ligasi ulang tidak dapat dilakukan. Koagulasi bipolar diatermi menggunakan energi elektrik yang memiliki efek sama dengan fotokoagulasi dengan mengurangi vaskularitas dan memfiksasi jaringan ke muskulatorum anal.[9,13]
Terapi operatif
Doppler-Guided Transanal Hemorrhoid Ligation (DG-HTL)
Tindakan ini menggunakan proktoskopi khusus dengan probe Doppler dan lampu untuk mengidentifikasi arteri dan jahitan ligasi. Tindakan ini dilakukan pada hemoroid derajat 2,3, dan 4. Jahitan ligasi dilakukan dari pedikel hemoroid terus ke bawah sampai linea dentata untuk meligasi hemoroid. Jahitan disimpul kempali ke apeks untuk mengangkat hemoroid kembali ke posisi anatomi. Sebuah penelitian menunjukkan 1,2% muncul komplikasi perdarahan dan 2,3% berkembang menjadi trombosis pasca operasi. Angka rekurensi dalam satu tahun sebesar 4,1%dan tidak ditemukan adanya inkontinensia fekal. DG-HTL yang dilakukan setelah kegagalan ligasi rubber band dilaporkan 23% mengalami rekurensi perdarahan dan atau prolaps dalam 18 bulan namun mengurangi tindakan operasi hemoroidektomi.[9]
Hemoroidektomi Stapler
Tindakan ini menggunakan stapler sirkular untuk mengatasi prolaps hemoroid internal termasuk membuang bagian proksimal dari mukosa rektal distal hemoroid dan linea dentata. Tindakan ini mengurangi prolaps dan memfiksasi jaringan ke dinding rektal. Tindakan ini lebih tidak nyeri pada pasca operasi karena jaringan yang dieksisi berada proksimal dari serabut saraf somatik anus. Komplikasi berat dapat terjadi antara lain perdarahan, inkontinensia, stenosis, fistula, dan sepsis perineal. Pada wanita harus dipastikan bahwa jaringan vagina atau septum rektovagina tidak terlibat karena dapat mengakibatkan terbentuknya fistel rektovagina. Komplikasi yang lebih jarang terjadi antara lain perforasi, sepsis retroperitoneal, dan obstruksi total rektum.[9]
Hemoroidektomi
Sekitar 5-10% pasien hemoroid memerlukan operasi hemoroidektomi. Pasien yang memerlukan operasi terbuka hemoroidektomi adalah pasien dengan: 1) hemoroid derajat 3 yang tidak responsif terhadap terpi non-operatif, 2) hemoroid derajat 4, 3) hemoroid eksternal besar atau hemoroid campuran, dan 4) dengan kondisi patologis anorektal.
Prosedur yang paling banyak digunakan adalah hemoroidektomi tertutup Ferguson dan hemoroidektomi terbuka Milligan-Morgan. Pada pendekatan Ferguson, hemoroid dielevasi, kulit eksternal dan anoderm diinsisi. Pedikel diligasi dan luka ditutup dengan jahitan kontinu. Pada pendekatan Milligan-Morgan, hemoroid dieksisi namun luka dibiarkan terbuka untuk epitelisasi.[9]
Komplikasi pasca operasi yang paling sering ditemukan adalah perdarahan pada satu minggu setelah operasi, 34% terjadi retensi urin temporer yang dapat diatasi dengan pemasangan kateter. Stenosis anal umum terjadi terutama jika eksisi dilakukan pada multipel kuadran.[8] Nyeri pasca operasi dapat diatasi dengan OAINS, suplementasi narkotik terkadang dibutuhkan. Namun obat-obatan narkotika dapat menyebabkan konstipasi, yang berlanjut pada perdarahan, nyeri, lepasnya jahitan, dan mengendurnya staples. Laksatif direkomendasikan pada setiap perawatan pasca tindakan. Topikal metronidazol 10% diberikan tiga kali sehari dan topikal diltiazem dapat mengurangi nyeri.[6]