Patofisiologi Gastroenteritis
Patofisiologi gastroenteritis yang paling banyak adalah melalui infeksi rotavirus. Zat enterotoksin yang dikeluarkan virus ini akan menyebabkan terjadinya lisis sel enterosit traktus gastrointestinal.
Transmisi penyakit ini umumnya adalah melalui rute fekal-oral dari makanan dan minuman yang terkontaminasi agen kausal penyakit. Rotavirus yang masuk ke dalam mulut akan menginfeksi lapisan mukosa usus kecil, bereplikasi, kemudian virions akan dilepaskan ke dalam lumen usus, dan melanjutkan replikasi pada area lebih distal dari usus kecil. Masa inkubasi rotavirus adalah sekitar dua hari.
Lisis Sel Enterosit
Rotavirus mengeluarkan zat enterotoksin, non structural protein 4 (NSP4), yang memicu mekanisme sekresi Cl- yang Ca2+-dependent secara transien. Kemudian terjadi lisis dari sel-sel enterosit yang mengubah bentuk dari vili usus menjadi atrofi dan berfusi, sehingga luas permukaan usus menjadi berkurang. Dengan demikian absorpsi karbohidrat dan elektrolit juga menjadi berkurang, dan terakumulasi dalam lumen usus. Keadaan ini mengakibatkan perubahan gradien osmotik, sehingga cairan berpindah ke dalam lumen intestinal.
Selain itu, malabsorpsi nutrisi yang bersamaan dengan inhibisi reabsoprsi air, akan memunculkan gambaran diare malabsorpsi. Infeksi virus yang merusakkan sel-sel enterosit gastrointestinal, dan memasuki sel-sel epitelial cukup untuk menginisiasi terjadinya diare. Vili usus yang rusak akan kembali normal dalam waktu 7-10 hari.
Ekses Serotonin
Invasi rotavirus pada sel-sel enterochromaffin yang berlokasi pada lapisan epitelial gaster dan intestinal mengakibatkan sel-sel tersebut mengeluarkan serotonin yang berlebihan. Ekses serotonin ini akan menstimulasi reseptor-reseptor serotonin pada susunan saraf pusat dalam mengaktivasi zona pemicu kemoreseptor dan pusat pengaturan muntah di otak, yang menyebabkan rasa mual dan muntah. [1-3]