Diagnosis Abses Perianal
Diagnosis abses perianal dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien dapat mengeluhkan nyeri dan bengkak pada regio perianal. Pada inspeksi anoperineum bisa didapatkan eritema superfisial dengan fluktuasi dan nyeri tekan. Pemeriksaan penunjang berupa CT Scan, USG, MRI, atau fistulografi dapat dipertimbangkan pada pasien dengan abses yang tersembunyi, fistula yang kompleks, atau abses perianal terkait Crohn’s disease. [6]
Anamnesis
Pasien dengan abses perianal biasanya mengeluhkan nyeri sekitar anus, dengan bengkak dan kemerahan. Kadang pasien juga datang mengeluhkan nyeri pada pelvis dengan demam. Riwayat infeksi pelvis, adanya penyakit pencernaan, dan penyakit infeksi anorektal juga perlu ditanyakan. Selain itu, riwayat seksual pasien juga perlu diketahui karena perilaku seksual tertentu dan infeksi menular seksual dapat menyebabkan lesi anus dan nyeri sekitar anus.
Nyeri yang disebabkan oleh abses perianal biasanya bersifat konstan. Nyeri kadang dirasakan tajam, kadang terasa dull dan biasanya tidak berhubungan dengan gerakan usus. Selain itu, konstipasi atau diare kadang dapat ditemukan pada pasien dengan abses perianal. Abses ischiorektal biasanya lebih lama menimbulkan benjolan karena lokasi yang lebih dalam. [2,3]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berperan penting dalam diagnosis abses perianal. Pemeriksaan fisik dapat membantu praktisi melakukan rule out penyebab nyeri perianal lain seperti hemoroid dan menunjukkan batas abses. Selulitis perlu dipertimbangkan jika kemerahan pada perianal meluas ke area tanpa fluktuasi.
Pada beberapa kasus, abses dapat menyebabkan keluarnya cairan purulen atau darah dari anus. Pemeriksaan digital rectal examination dapat menyebabkan nyeri pada pasien jika dilakukan tanpa anestesi. Namun, digital rectal examination bermanfaat untuk menunjukkan fluktuasi pada bagian dalam anus pasien. [2,3]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding abses perianal antara lain hemoroid dan fisura anal. Kedua penyakit ini sama-sama dapat menyebabkan nyeri pada area anus.
Hemoroid
Pada hemoroid terjadi pelebaran pembuluh darah pada rektum bagian distal akibat adanya kongesti pada vena hemorrhoidalis karena gangguan aliran balik. Pada anamnesis gejala yang sering dikeluhkan adalah perdarahan saat buang air besar, rasa sakit saat buang air besar, benjolan, serta gatal pada anus.
Fisura Anal
Fisura anal adalah adanya robekan kecil pada mukosa anus, umumnya akibat konsistensi feses yang keras. Pasien dengan fisura anal akan mengeluhkan nyeri pada anus seperti dirobek. Pasien juga dapat mengeluhkan timbul perdarahan saat buang air. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan fisura dan nyeri tekan. Kondisi ini dapat sembuh dengan sendirinya.
Pemeriksaan Penunjang
Abses superfisial umumnya tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang dalam menentukan tata laksana. Namun CT scan, USG, MRI, atau fistulografi dilaporkan bermanfaat dalam penilaian pasien dengan abses anorektal tersembunyi, fistula-in-ano rekuren, dan abses perianal terkait Crohn’s disease.
Studi retrospektif pada pasien dengan abses anorektal menunjukan sensitivitas CT scan sebesar 77% pada pasien imunokompeten. Keunggulan MRI dibandingkan CT scan adalah mampu mengidentifikasi abses beserta jalur fistula yang terbentuk. Pada sebuah studi, MRI dilaporkan memiliki positive predictive value 93% dan negative predictive value 90% untuk abses anorektal, serta sensitivitas lebih dari 90% untuk fistula-in-ano.
Studi terkait penggunaan endoanal ultrasound (EUS) 2 atau 3 dimensi, dengan atau tanpa peroxide enhancement, juga menunjukan bahwa modalitas ini berguna dalam diagnosis dan klasifikasi abses anorektal dan fistula-in-ano. Gambaran EUS yang sesuai dengan temuan intraoperatif didapatkan pada 73-100% pasien.
Transperineal ultrasound (TPUS) adalah alternatif EUS. TPUS bersifat lebih tidak invasif. Pada studi yang membandingkan EUS dan TPUS untuk pasien dengan Crohn’s disease perianal, di mana EUS digunakan sebagai standar referensi, didapatkan bahwa TPUS memiliki sensitivitas 85% dan positive predictive value 86% untuk fistula anal. Studi yang sama juga menunjukkan nilai diagnosis TPUS sama baik dengan EUS terhadap abses anorektal. [6]