Penatalaksanaan Hiperparatiroid
Penatalaksanaan hiperparatiroid dapat berupa pembedahan dan/atau medikamentosa, tergantung pada jenis hiperparatiroid yang dialami. Pada hiperparatiroid primer, operasi merupakan tata laksana definitif. Sementara itu, pada hiperparatiroid sekunder dan tersier, tata laksana medikamentosa yang bertujuan untuk mempertahankan kadar serum kalsium dan fosfat normal seiring dengan kontrol hormon paratiroid dan vitamin D adalah kunci terapi.[2,3]
Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan definitif untuk kasus hiperparatiroid primer. Keputusan pembedahan ditentukan berdasarkan usia pasien, derajat hiperkalsemia, dan ada tidaknya komplikasi akibat hiperparatiroid. Pembedahan adalah pengobatan pilihan bagi pasien yang mengalami batu ginjal berulang.[2]
Pedoman saat ini menganjurkan bahwa pembedahan harus dilakukan pada pasien hiperparatiroid asimtomatik jika terdapat kondisi berikut:
- Kadar kalsium serum >1 mg/dL dari batas atas nilai rujukan
- Usia pasien <50 tahun
- Osteoporosis
Glomerular filtration rate <60 mL/menit
- Kalsium urine >400 mg/24 jam
- Terdapat kalsifikasi atau batu pada ginjal[16]
Medikamentosa
Tata laksana medikamentosa mungkin merupakan pilihan untuk beberapa kasus hiperparatiroid primer, terutama untuk pasien usia lanjut dengan hiperkalsemia ringan tanpa komplikasi yang signifikan. Perawatan medis dengan bifosfonat atau cinacalcet dapat berguna pada pasien tertentu.
Bifosfonat dapat meningkatkan densitas mineral tulang pada pasien osteoporosis atau osteopenia. Agonis reseptor kalsium (calcimimetic) seperti cinacalcet bisa menurunkan hormon paratiroid dan kadar kalsium, tetapi tidak meningkatkan densitas tulang.[2]
Pada hiperparatiroid sekunder, tata laksana medikamentosa fokus pada metabolisme fosfat-kalsium yang abnormal. Upaya mempertahankan kadar kalsium dan fosfat serum yang normal bersama kontrol kadar hormon paratiroid dan vitamin D adalah kunci penatalaksanaan hiperparatiroid sekunder.
Pengikat fosfat, vitamin D, dan calcimimetic telah dilaporkan dapat mempertahankan keseimbangan kadar kalsium dan fosfat pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Selain itu, pasien disarankan untuk membatasi asupan makanan kaya fosfat.[3]
Pengikat Fosfat
Pengikat fosfat mencakup aluminum hydroxide, sevelamer hydrochloride, sevelamer carbonate, dan lanthanum carbonate. Pengikat fosfat dapat mengandung kalsium tetapi mungkin pula tidak. Pengikat fosfat dengan kandungan kalsium dapat meningkatkan kalsifikasi vaskular dan jaringan ikat, sehingga diasosiasikan dengan survival rate yang lebih rendah.[15]
Vitamin D
Metabolit vitamin D dapat mencakup cholecalciferol (1,25-dihydroxyvitamin D3) dan ergocalciferol (D2). Beberapa analog vitamin D adalah calcitriol, paricalcitol, dan alfacalcidol. Penggunaan analog vitamin D dalam penyakit ginjal kronis telah terbukti menurunkan kadar hormon paratiroid dan inflamasi.
Selain itu, penggunaan analog vitamin D juga dilaporkan bisa menurunkan fibrosis tubulointerstitial, meningkatkan fungsi endotel, menghambat sistem renin-angiotensin, mencegah kalsifikasi vaskular, dan menurunkan risiko kardiovaskular.[3]
Calcimimetic
Calcimimetic adalah agen yang meningkatkan sensitivitas calcium-sensing reseptor (CaSR) di kelenjar paratiroid, sehingga mengurangi produksi hormon paratiroid. Cinacalcet adalah calcimimetic yang tersedia secara komersial dan digunakan secara luas pada pasien dialisis.
Efek samping calcimimetic adalah hipokalsemia, perpanjangan interval QT, aritmia, perburukan gagal jantung, dan kejang. Calcimimetic telah terbukti menekan kadar hormon paratiroid tetapi tidak meningkatkan kadar kalsium atau fosfat. Cinacalcet bersama vitamin D dosis rendah meminimalkan risiko kalsifikasi sekaligus menawarkan manfaat terapi penurun paratiroid.[3]