Pentingnya Pelayanan Kesehatan Primer Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan

Oleh :
dr. Putri Kumala Sari

Pelayanan kesehatan primer (primary health care/PHC) merupakan landasan awal yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Namun seringkali peran PHC terabaikan dalam sistem pelayanan kesehatan. Banyak studi telah membuktikan peran PHC sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan yang memberikan manfaat dari segi efektifitas, efisiensi, dan biaya pelayanan kesehatan. Keberlangsungan dan kinerja PHC dalam sistem pelayanan kesehatan perlu keterlibatan berbagai pihak, terutama pemerintah.[1,2]

Kilas Balik Pelayanan Kesehatan Primer dalam Sistem Pelayanan Kesehatan

Pada Deklarasi Alma-Ata tahun 1978, World Health Organization (WHO) mendeklarasi bahwa pelayanan kesehatan primer adalah kunci untuk pencapaian tujuan “kesehatan untuk semua” (“health for all”). Deklarasi ini disepakati oleh 140 negara (termasuk Indonesia) dan menjadi tonggak utama dari bidang kesehatan masyarakat.[2]

Pentingnya Pelayanan Kesehatan Primer Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan-min

Pada Global Conference on Primary Health Care tahun 2018, lahir Deklarasi Astana yang menegaskan kembali pentingnya pengembangan PHC sebagai dasar sistem kesehatan nasional setiap negara demi mencapai universal health coverage (UHC) dan mendukung pembangunan nasional setiap negara (sustainable development goals/SDG).[2]

Hal ini didasarkan melalui pengamatan dalam beberapa dekade terakhir, bahwa PHC kurang diprioritaskan di beberapa negara, meski memegang peran penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Kurang diprioritaskannya PHC disebabkan oleh kurangnya kemauan politik (political will) suatu negara dan investasi untuk PHC, serta mispersepsi terhadap peran dan manfaat dari PHC.[3]

Beberapa mispersepsi mengenai PHC sebagai layanan kesehatan dasar/primer adalah PHC hanya menyediakan pelayanan kesehatan yang minimal, terfokus pada kesehatan ibu dan anak (seperti pelayanan antenatal dan imunisasi anak), serta diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu saja. Mispersepsi ini mungkin muncul karena PHC adalah fasilitas kesehatan yang sering diakses masyarakat golongan menengah ke bawah.[3]

Karakteristik Utama Pelayanan Kesehatan Primer

PHC menerapkan paradigma sehat sebagai dasar upaya strategik bagi pencapaian sehat untuk semua dan semua untuk sehat. Penanganan pasien harus dilakukan dengan pendekatan people-centered (biopsikososio-kultural), berdasarkan keluhan fisik, mental, dan rohani, serta ikut mempertimbangkan kehidupan sekitar yang mempengaruhi hidup dan penyakit pasien. Pendekatan tersebutlah yang membedakan PHC dengan pelayanan kesehatan spesialistik di tingkat lanjutan.[1,2]

Dalam pelaksanaannya, PHC menggunakan pendekatan komprehensif yaitu upaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan dari penyakit, serta perawatan paliatif.[2]

Pendekatan yang dilakukan PHC mencakup 3 komponen, yaitu: (1) memenuhi kebutuhan layanan kesehatan dasar/primer kepada seluruh lapisan masyarakat (health for all), (2) memberdayakan individu, keluarga, dan masyarakat untuk ikut serta bertanggungjawab terhadap kesehatan diri (all for health), dan (3) melibatkan kerjasama lintas sektoral.[2]

Dokter dalam Pelayanan Kesehatan Primer

PHC merupakan pintu utama yang bergerak melalui tim multidisiplin dengan sistem rujukan yang kuat ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut jika dibutuhkan. Sebagai pintu masuk, PHC menjadi kontak pertama individu, keluarga, atau masyarakat dalam sistem pelayanan kesehatan.[1]

PHC umumnya terdiri dari puskesmas, praktik dokter mandiri, dan klinik pratama. Di beberapa negara seperti Amerika, dokter anak umum (general pediatricians) dan dokter penyakit dalam umum (general internists) juga bekerja di PHC.[1]

Dokter memegang peranan penting di PHC, baik dokter puskesmas, dokter praktik mandiri, maupun dokter klinik. Selain memberikan pelayanan kesehatan, dokter berperan mengatur pelayanan kesehatan di PHC, sekaligus bertanggung jawab dalam rujukan pelayanan kesehatan lanjutan sesuai kebutuhan medis pasien. Selanjutnya akan disebut dokter PHC agar tidak rancu dengan DLP (dokter layanan primer) yang ada di Indonesia.[1]

Dokter layanan primer (DLP) yang ada di Indonesia sendiri berbeda dengan dokter PHC pada negara-negara lain. DLP di Indonesia adalah dokter spesialis di bidang generalis, yang secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip ilmu kedokteran keluarga. DLP merupakan program spesialisasi yang mendapatkan pendidikan lebih dalam ilmu kedokteran komunitas dan ilmu kesehatan masyarakat dan mampu memimpin maupun menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer.[4,5]

Dokter Layanan Primer di Indonesia

Meski sempat menimbulkan kontroversi karena memunculkan ketegangan sosial di lingkungan profesi dokter dan konflik legal terkait muatan kebijakan dan kewenangan dokter umum, DLP sebagai keputusan kebijakan diakui menyimpan potensi manfaat.[4,5]

Penyelenggaraan program DLP merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu dan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Program DLP telah berjalan sejak 2016 di Indonesia. DLP diharapkan dapat menjadi penyelenggara layanan kesehatan paripurna di tingkat primer yang lebih asertif, komunikatif, dan holistik dengan pendekatan kedokteran keluarga, sehingga dapat memberikan rasio cost-manfaat yang lebih tinggi dengan pengeluaran minimal (minimum-expenditure) dan hasil yang maksimal (maximum-result).[4,5]

Peran dan Manfaat Pelayanan Kesehatan Primer dalam Sistem Pelayanan Kesehatan

Studi pada tahun 2005 menggunakan berbagai macam penelitian di berbagai negara mengenai pentingnya peran dan manfaat PHC dalam sistem pelayanan kesehatan.[1]

PHC dinilai dapat memberikan manfaat dalam menurunkan pengeluaran biaya kesehatan, memberikan akses ke pelayanan kesehatan yang lebih tepat, dan memberikan pelayanan kesehatan yang merata ke seluruh lapisan masyarakat. Dengan alasan tersebut, WHO mendorong negara-negara untuk melakukan reformasi dalam rangka memperkuat PHC dalam sistem pelayanan kesehatan.[1]

PHC berperan penting dalam mencapai SDG di bidang kesehatan dengan adanya upaya kesehatan esensial yaitu promosi kesehatan (promkes), kesehatan lingkungan (kesling), kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana (KIA-KB), pelayanan gizi, dan pencegahan dan pengendalian penyakit (P2P).[6,7]

Akses Pelayanan Kesehatan ke Seluruh Lapisan Masyarakat

PHC memastikan bahwa layanan kesehatan primer memungkinkan setiap orang menggunakan hak mereka untuk sehat, yaitu dengan memberikan akses pelayanan kesehatan yang merata (equitable access to health care) ke seluruh lapisan masyarakat. Akses terhadap PHC didukung dengan adanya jaminan kesehatan nasional di masing-masing negara, sebagai bagian dari program WHO yaitu universal health coverage (UHC). UHC merupakan sistem penjaminan kesehatan yang memastikan setiap warga memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan, bermutu, dan dengan biaya terjangkau.[1,8]

Pelayanan Kesehatan Berkesinambungan

PHC menyediakan pelayanan holistik yang mengintegrasikan faktor biologis, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual dengan membina hubungan  yang erat dan setara antara dokter dengan pasien. Terjalinnya hubungan dokter-pasien yang berkelanjutan (continuity of care) terbukti dapat meningkatkan kepuasan dan kepatuhan pasien, meningkatkan efisiensi waktu konsultasi, serta secara signifikan menurunkan kunjungan pasien ke spesialis maupun ke unit gawat darurat (UGD), baik atas kemauan sendiri maupun keperluan rujukan.[1]

Menurut studi, dibutuhkan minimal 2 tahun continuity of care untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada setiap pasien. Pasien yang memiliki relasi dengan dokter PHC akan mendapatkan pelayanan preventif yang lebih baik. Masalah/penyakit pasien akan lebih dimengerti/dikenali dengan diagnosis yang lebih akurat, penggunaan tes diagnostik dan obat-obatan menjadi lebih sedikit, tingkat rawat inap dan kunjungan UGD yang lebih rendah, dan pengeluaran biaya kesehatan yang lebih kecil.[1]

Sebuah survey di Amerika membandingkan status kesehatan orang yang memiliki relasi dengan dokter PHC pilihan pribadi (langganan) dengan orang yang tidak memiliki relasi dengan dokter PHC (berobat ke mana saja). Survey menunjukkan bahwa tingkat 5-tahun kematian (five-year mortality rates) lebih rendah pada orang yang memiliki relasi dengan dokter PHC.[1]

Biaya Kesehatan

PHC bergerak dalam upaya promotif dan preventif untuk mencapai kesehatan fisik, mental, dan sosial setiap orang sepanjang hidupnya, sehingga PHC dapat menekan biaya kesehatan untuk pengobatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah. PHC berupaya untuk memanajemen kasus secara paripurna sesuai kompetensinya, sehingga menurunkan angka rujukan kasus non spesialistik yang tidak perlu/tidak tepat yang berimbas pada pengeluaran dana berlebih.[1,2]

Hasil studi di berbagai negara menunjukkan bahwa total pengeluaran biaya kesehatan lebih rendah pada daerah dengan rasio dokter PHC per penduduk yang lebih tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pelayanan preventif yang lebih baik dan tingkat rawat inap yang lebih rendah pada daerah dengan rasio dokter PHC per penduduk yang lebih tinggi.[1]

Pencegahan dan Manajemen Penyakit

PHC dengan fungsinya yang bersifat preventif meliputi edukasi menyusui, aktivitas fisik (olah raga), asupan makanan sehat dan bergizi, edukasi untuk tidak merokok seperti dampak merokok pada sistem kardiovaskular, bahaya merokok pada wanita, termasuk juga edukasi penggunaan sabuk pengaman saat berkendara.[1,2]

Dalam deteksi dini penyakit spesifik (prevensi sekunder), kualitas PHC memang tidak lebih baik dari pelayanan kesehatan spesialis, namun hasil studi menunjukkan bahwa peningkatan suplai dokter PHC dapat meningkatkan deteksi dini kanker payudara, kanker kolon, kanker serviks, dan melanoma.[1]

Sebuah studi di Amerika menunjukkan bahwa manajemen awal penyakit di PHC dapat menurunkan tingkat rawat inap untuk komplikasi penyakit umum yang dapat dicegah. Hal ini berlaku untuk semua usia dari anak sampai lansia.[1]

Studi lain di Inggris menunjukkan bahwa peningkatan suplai dokter PHC sebesar 15-20% per 10.000 penduduk, secara signifikan dapat menurunkan tingkat rawat inap sebesar 14 per 100.000 untuk penyakit akut dan 11 per 100.000 untuk penyakit kronik.[1]

Luaran Status Kesehatan Masyarakat

Beberapa studi meneliti pengaruh suplai tenaga dokter PHC terhadap luaran (outcome) status kesehatan masyarakat (rentang hidup dan mortalitas). Studi dilakukan dengan kontrol terhadap kondisi sosiodemografi (persentase lansia, tingkat pendidikan, tingkat pengangguran, pendapatan, tingkat kepadatan) dan pola hidup (obesitas, merokok) masyarakat yang berbeda-beda di setiap negara.[1]

Hasil studi-studi tersebut secara konsisten menunjukkan bahwa daerah dengan rasio dokter per penduduk yang lebih tinggi, memiliki status kesehatan yang lebih baik, memiliki rentang hidup yang lebih panjang dan mortalitas yang lebih rendah (mortalitas penyakit jantung, kanker, stroke, mortalitas infant, maupun kelahiran bayi dengan berat lahir rendah). Penelitian di Inggris menunjukkan peningkatan suplai tenaga dokter PHC sebesar 15-20% per 10.000 penduduk, dapat menurunkan mortalitas sebesar 6%.[1]

PHC juga memberikan manfaat terhadap luaran post perawatan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut (rujukan). Sebuah penelitian di Kanada menunjukkan luaran post operasi pada anak dengan tonsilitis dan otitis media yang awalnya dirujuk dari PHC, lebih baik dibandingkan dengan anak yang datang langsung ke spesialis (bukan dirujuk dari PHC).[1]

Anak yang dirujuk dari PHC memiliki komplikasi post operasi yang lebih sedikit, episode gangguan napas yang lebih sedikit, dan episode otitis media post operasi yang lebih sedikit. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tindakan atau intervensi spesialis pada pasien di fasilitas kesehatan tingkat lanjut akan memiliki luaran yang lebih baik jika pasien dirujuk dari PHC (tidak datang sendiri atau langsung ke spesialis).[1]

Dokter Spesialis dan Rujukan ke Spesialis

Beberapa studi juga dilakukan untuk menilai hubungan antara suplai dokter spesialis dengan luaran status kesehatan masyarakat. Hampir semua studi menyimpulkan bahwa peningkatan suplai spesialis tidak memberikan efek terhadap luaran status kesehatan masyarakat. Dokter spesialis yang ditempatkan di komunitas, cenderung overestimasi dalam menilai penyakit pasien dengan konsekuensi penggunaan tes diagnostik dan obat-obatan yang mungkin sebetulnya tidak diperlukan/kurang tepat dan dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.[1]

Manajemen pelayanan kesehatan yang baik dan sesuai kompetensi di PHC memungkinkan masalah/penyakit pasien dapat tertangani secara paripurna di PHC dan menyingkirkan overspesialisasi.[1]

Rasio rujukan untuk kasus non spesialistik adalah indikator untuk mengetahui optimal/tidaknya koordinasi dan kerjasama antara PHC dengan fasilitas kesehatan yang lebih tinggi sehingga sistem rujukan terselenggara sesuai indikasi medis dan kompetensinya.[1,9]

Kasus non spesialistik yang dimaksudkan adalah kasus penyakit yang seharusnya dapat ditangani di PHC tanpa dirujuk ke pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Tingginya angka rujukan non spesialistik dapat menjadi salah satu permasalahan layanan kesehatan di tingkat primer, yang membawa dampak pada konsekuensi pengeluaran biaya kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan jika kasus penyakit dapat diselesaikan di PHC.[1,9]

Tantangan PHC di Masa Depan

Berbagai peran dan manfaat PHC yang telah disebutkan mendorong setiap negara untuk melakukan reformasi dalam rangka memperkuat PHC dalam sistem pelayanan kesehatan. Adapun yang menjadi tantangan utama  bagi PHC antara lain mengenali distribusi dan kecenderungan penyakit-penyakit komorbid di masyarakat yang seringkali terlewatkan dalam diagnosis, menatalaksana sesuai kompetensi PHC, serta mempertahankan kualitas karakter PHC dalam memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif.[1]

Selain itu, PHC harus dapat mencapai dan menjaga kesetaraan (equity) dalam pelayanan kesehatan masyarakat, baik untuk masyarakat golongan menengah ke atas, menengah ke bawah, daerah perkotaan (urban) maupun pedesaan (rural). Distribusi PHC, kuantitas dan kualitas pelayanan, sebaran sumber daya manusia dan distribusi sarana penunjangnya menjadi indikator equity dalam pelayanan kesehatan.[1]

Relevansi Kebijakan terhadap PHC

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kurangnya political will suatu negara dan investasi untuk PHC dapat mempengaruhi kinerja PHC. Political will seperti regulasi pendirian fasilitas kesehatan, rayonisasi/regionalisasi fasilitas kesehatan sesuai pola rujukan, redistribusi kepesertaan antara fasilitas kesehatan pemerintah dan non pemerintah, regulasi biaya kapitasi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur kesehatan.[3]

Pemerintah dan pemegang kebijakan perlu memperkuat dan mendukung PHC dengan mendistribusikan sumber daya kesehatan secara merata, menstabilkan sistem rujukan, mengatur sistem jaminan kesehatan, serta memberi dukungan finansial untuk penelitian-penelitian dalam upaya mengembangkan dan memperkuat PHC.[2]

Dukungan pemerintah untuk memperkuat sistem PHC dapat meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya peran PHC dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Negara/daerah dengan PHC yang kuat, secara umum akan memiliki masyarakat yang lebih sehat. PHC yang efektif akan meningkatkan kesadaran masyarakat sendiri untuk skrining, imunisasi, dan menjaga pola hidup sehat.[1]

Keterbatasan APBN dalam investasi di sektor kesehatan menuntut pemerintah untuk menggunakan skema kerjasama pembangunan yang melibatkan pihak swasta atau dikenal sebagai Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).[3]

Pemerintah juga perlu mengajak non-governmental organizations (NGO) untuk berperan dalam menunjang pelayanan kesehatan primer di masyarakat seperti Klinik Pratama, Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi.[1,2,10]

Berdasarkan penelitian, NGO dapat membantu meningkatkan jumlah dan pemerataan distribusi tenaga kesehatan (sumber daya manusia) sehingga meningkatkan health equity dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat.[1,2,10]

Dengan goal yang sama yaitu “health for all”, pemerintah dan NGO bergerak bersama untuk meningkatkan efektivitas PHC melalui program-program kesehatan, sistem informasi kesehatan, inovasi baru di bidang kesehatan, serta memberdayakan masyarakat untuk ikut serta bertanggungjawab terhadap kesehatan diri.[1,2,10]

Dukungan Fasilitias Kesehatan Tingkat Lanjut / Spesialis terhadap PHC

Rujukan dari PHC ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut/spesialis dapat dilakukan sebagai konsultasi sewaktu (short-term) untuk diagnosis atau manajemen penyakit, rujukan lanjutan (long-term) untuk manajemen penyakit spesifik, atau konsultasi berulang untuk manajemen penyakit secara periodik.[1]

Setelah rujukan, fasilitas kesehatan tingkat lanjut/spesialis hendaknya merujuk balik ke PHC untuk follow up, pemeliharaan, dan/atau perawatan lebih lanjut. Rujukan balik ke PHC akan mempermudah akses pelayanan kesehatan bagi pasien sehingga penanganan dan pengelolaan penyakit menjadi lebih efektif. Rujukan balik juga berperan dalam efisiensi waktu dan kendali biaya kesehatan. Oleh sebab itu, sangat penting bagi dokter spesialis untuk melakukan komunikasi yang baik dan mendukung peran dokter di PHC.[1,11]

Dukungan rujukan balik dari fasilitas kesehatan lanjut/spesialis dapat meningkatkan peran PHC sebagai penjaga gerbang dalam sistem pelayanan kesehatan, dengan demikian fasilitas kesehatan lanjut/spesialis dapat lebih fokus pada penanganan kasus spesialistik/subspesialistik.[1]

Kesimpulan

Pelayanan kesehatan primer (primary health care/PHC) adalah landasan awal yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan dan bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan kesehatan holistik dan komprehensif pada pasien. PHC  bekerjasama dengan tim multidisiplin dalam sistem rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut.[1,2]

PHC yang efektif dapat meningkatkan sistem pelayanan kesehatan dengan memberikan manfaat terhadap luaran status kesehatan masyarakat, menurunkan biaya kesehatan, memberikan akses pelayanan kesehatan yang merata ke seluruh lapisan masyarakat, mengedepankan kualitas pelayanan kesehatan, pencegahan dan manajemen awal penyakit, continuity of care, serta sistem rujukan yang sesuai indikasi dan kompetensi.[1,6,7]

Dukungan rujukan balik dari fasilitas kesehatan lanjut/spesialis diperlukan demi meningkatkan peran PHC sebagai penjaga gerbang dalam sistem pelayanan kesehatan. Adanya spesialis DLP di Indonesia diharapkan dapat menjadi penyelenggara layanan kesehatan paripurna di tingkat primer dengan pendekatan kedokteran keluarga yang lebih asertif, komunikatif, dan holistik.[1,5,9]

Referensi