Pendahuluan Melanoma
Melanoma merupakan kanker kulit ketiga yang paling sering ditemukan dan merupakan penyebab utama kematian akibat kanker kulit. Patofisiologi melanoma dihubungkan dengan faktor herediter dan radiasi ultraviolet (UV) yang kemudian menyebabkan perubahan genetik melanosit dan transformasi maligna. Mutasi tumor supresor p16 dan mutasi gen BRAF berperan penting dalam terjadinya melanoma.[1,2]
Orang dengan riwayat melanoma sebelumnya, riwayat kanker kulit nonmelanoma, dan imunosupresi umumnya memiliki risiko melanoma lebih tinggi. Penderita umumnya mengeluhkan perubahan karakteristik pada tahi lalat (nevi) atau ditemukannya tahi lalat baru, yang dapat disertai gatal persisten, perdarahan spontan, atau pengeringan.
Diagnosis melanoma ditegakkan dari karakteristik lesi berupa bercak berpigmen yang progresif, asimetris, tepinya tidak rata, warnanya tidak homogen, dan lebarnya lebih dari 0,635 cm. Biopsi merupakan pemeriksaan penting dalam menegakkan diagnosis melanoma. Pemeriksaan laboratorium lain dan pencitraan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi metastasis.[2,3]
Penatalaksanaan melanoma tergantung pada stadiumnya. Pada melanoma stadium I hingga IIIB, umumnya pembedahan dapat menjadi terapi definitif. Namun, bila terdapat kemungkinan keterlibatan getah bening atau metastasis, terapi sistemik dapat dilakukan dengan/tanpa eksisi. Beberapa terapi sistemik yang dapat diberikan adalah kemoterapi, imunoterapi, targeted therapy, dan terapi radiasi.[4,5]