Pola Makan Sehat untuk Menjaga Produktivitas Dokter

Oleh :
dr. Hunied Kautsar

Pola makan yang sehat diperkirakan dapat menjaga produktivitas kerja dokter. Hal ini penting diperhatikan karena banyak dokter menjalani jadwal kerja yang sangat padat, sehingga sering kali dokter tidak sempat makan dan minum secara teratur. Selain itu, tingkat stres yang tinggi di tempat kerja juga sering membuat preferensi diet dokter jatuh pada opsi yang instan dan kurang sehat.

Beberapa studi pernah melaporkan bahwa nutrisi yang tidak adekuat bisa berhubungan dengan gangguan fungsi neurologis, misalnya kemampuan motorik halus, kemampuan memproses informasi, dan memori. Selain itu, studi juga pernah menunjukkan bahwa pemberian nutrisi yang optimal dapat meningkatkan konsentrasi selama periode stres fisik dan mental yang tinggi.

lima-makanan-yang-dianjurkan-ahli-gizi-alodokter

Pemilihan diet yang sehat dan pengaturan pola makan yang baik diharapkan dapat membantu menjaga kesehatan fisik dan kemampuan kognitif dokter, terutama karena dokter sering dihadapkan dengan tuntutan fisik dan tuntutan kognitif yang tinggi, seperti jadwal jaga yang panjang dan proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam waktu yang singkat.[1]

Hubungan Stres, Preferensi Makanan, dan Gangguan Kesehatan

Beban kerja yang berat dan durasi kerja yang panjang merupakan stressor yang tidak dapat dihindari oleh mayoritas dokter. Stressor dapat memengaruhi asupan nutrisi dan komposisi tubuh. Paparan stressor yang terus menerus dilaporkan berkaitan dengan peningkatan preferensi untuk makanan yang kaya gula dan lemak, misalnya makanan ringan manis dan junk food.[2]

Jika dibiarkan, preferensi diet yang tidak sehat ini bisa berujung pada obesitas. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko inflamasi kronis dan stres oksidatif. Stres oksidatif terjadi ketika produksi spesies oksigen reaktif melebihi kemampuan tubuh mengeliminasinya, sehingga terjadi kerusakan komponen sel, seperti DNA, lipid, dan protein.[3]

Anjuran Pilihan Makanan untuk Mengurangi Stres Oksidatif

Hal yang telah terbukti bermanfaat untuk mengurangi stres oksidatif adalah antioksidan. Contoh antioksidan adalah vitamin C, vitamin E, dan karotenoid, yang umum ditemukan dalam buah, sayur, kacang-kacangan, dan minyak tertentu. Misalnya, kacang almond dan minyak bunga matahari merupakan sumber vitamin E, sementara sayuran atau buah yang berwarna jingga atau kuning mengandung banyak karotenoid.

Asam lemak tertentu juga merupakan nutrisi yang penting untuk mengurangi inflamasi dan stres oksidatif. Ikan tuna dan salmon mengandung eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA). EPA dan DHA dikenal juga sebagai omega-3 polyunsaturated fatty acids. Studi membuktikan bahwa konsumsi dua porsi (85 gram per porsi) ikan tiap minggu efektif untuk menurunkan inflamasi.[4]

Konsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran tiap hari juga terbukti meningkatkan kadar antioksidan dan menurunkan respons stres oksidatif. Selain itu, konsumsi lebih banyak sayur dan buah memberikan rasa kenyang, sehingga mengurangi konsumsi makanan yang kurang sehat.

Konsumsi karbohidrat sebaiknya dalam bentuk whole grain yang lebih kaya akan serat, contohnya roti gandum, nasi merah, atau whole grain pasta. Untuk susu, sebaiknya pilih susu rendah lemak atau yogurt yang dibuat dari susu rendah lemak.

Konsumsi daging merah secara berlebihan dapat meningkatkan inflammatory marker dalam darah. Oleh karena itu, daging merah bisa diganti dengan sumber protein lain, seperti ikan atau ayam. Hal ini bukan berarti daging merah tidak boleh dikonsumsi. Hal yang penting adalah mengonsumsi beragam jenis sumber protein.[5,6]

Hubungan Nutrisi dan Kemampuan Kognitif Dokter

Selain preferensi makanan yang kurang sehat akibat stres, dokter juga cenderung tidak memiliki waktu yang cukup untuk makan atau minum di sela-sela jadwal kerjanya. Hal ini membuat dokter mungkin mengalami gejala hipoglikemia ataupun dehidrasi.

Suatu studi pernah melibatkan 20 dokter di mana masing-masing dokter dipelajari pada hari biasa (hari baseline) dan hari intervensi. Pada hari baseline, dokter-dokter tersebut menjalani pola makan mereka seperti biasa. Namun, pada hari intervensi, dokter diberi asupan nutrisi yang sehat sesuai Canada’s Food Guide pada interval yang terjadwal.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa pada hari intervensi, para dokter menunjukkan skor komposit akurasi dan kecepatan (statistik Tput) yang lebih superior daripada hari biasa. Selain itu, ada kecenderungan tren gejala hipoglikemik yang lebih rendah pada hari intervensi, meskipun hal ini tidak signifikan secara statistik. Studi ini berkesimpulan bahwa pemberian nutrisi yang baik dapat mendukung kemampuan kognitif dokter.[1]

Tips untuk Menjaga Pola Makan Sehat Dokter

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga pola makan sehat di sela-sela kesibukan dokter, contohnya adalah membawa makanan yang telah disiapkan terlebih dahulu, makan dalam porsi sedikit tetapi frekuensi lebih sering, dan menetapkan waktu makan yang terjadwal.

Membawa Makanan yang Telah Disiapkan Sebelumnya

Tidak semua fasilitas kesehatan menyediakan makanan untuk staf yang bertugas. Untuk menjaga asupan nutrisi dokter agar sehat dan seimbang, dokter dapat membawa makanan yang dimasak sendiri dari rumah. Salah satu cara yang mudah untuk mempersiapkan makan siang adalah memasak porsi yang lebih pada malam hari dan memisahkan setengah porsi tersebut untuk makan siang di hari selanjutnya.

Jika makanan tidak disiapkan sendiri melainkan didapatkan dari sumber lain, pastikan bahwa pilihan makanan sudah ditentukan beberapa jam sebelum jadwal makan siang atau makan malam. Hal ini dikarenakan pilihan makanan yang dibuat saat sedang lapar cenderung jatuh pada makanan yang mengenyangkan dan mudah didapat tanpa terlalu memperhatikan nutrisi yang terkandung dalam makanan tersebut.[7]

Makan dengan Porsi Sedikit tetapi Frekuensi Sering

Sering kali seseorang mengonsumsi makanan dalam jumlah besar dalam satu waktu dengan harapan tidak akan merasa lapar dalam waktu lama, sehingga waktu bekerja tidak terganggu. Namun, makan dalam porsi yang terlalu besar akan mengurangi produktivitas karena sirkulasi darah akan terpusat pada sistem pencernaan. Makanlah dalam porsi secukupnya dan konsumsi makanan ringan sehat seperti buah-buahan di antara waktu makan utama.

Masukkan potongan buah, biskuit gandum, atau kacang-kacangan ke dalam kemasan kecil yang mudah diakses ketika terdapat waktu luang untuk makan. Jadwal makan yang teratur dapat membantu utilisasi nutrisi yang diserap tubuh dengan lebih maksimal daripada konsumsi makanan yang banyak di satu waktu.[7]

Menjadwalkan Waktu Makan

Dokter sering merasa tidak punya waktu untuk berhenti sejenak dan mengonsumsi makan siang atau makan malam, sehingga makan sering dilakukan sambil berjalan dari satu ruangan ke ruangan lain. Studi menunjukkan bahwa implementasi jadwal istirahat untuk makan dan minum (nutrition breaks) yang teratur dapat membantu menjaga kinerja kognitif dokter yang bertugas.[1]

Kesimpulan

Pola makan yang sehat dapat membantu menjaga produktivitas dokter. Pilihan jenis diet yang bergizi seimbang dapat membantu menjaga kesehatan fisik dokter, sementara penjadwalan interval makan yang teratur dapat menjaga kemampuan kognitif dokter.

Konsumsi nutrisi yang tidak adekuat dihubungkan dengan gangguan fungsi neurologis, seperti gangguan motorik halus, memori, dan kemampuan memproses informasi. Oleh karena itu, dokter disarankan untuk mengatur waktu makan dengan interval terjadwal (nutrition breaks) di sela-sela kesibukan. Dokter tidak dianjurkan untuk mengonsumsi makanan dalam porsi besar sekaligus melainkan untuk mengikuti nutrition breaks yang telah ditetapkan.

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi