Efikasi dan Aspek Keamanan Minyak Eucalyptus pada COVID-19

Oleh :
dr. Anastasia Feliciana

Akhir-akhir ini, pengobatan alternatif termasuk minyak eucalyptus marak diperbincangkan karena diklaim dapat mencegah coronavirus disease 2019 atau COVID-19. Sampai saat ini, belum ada bukti ilmiah yang mendukung efikasi dan keamanan minyak eucalyptus sebagai tata laksana COVID-19.

Kemenkes ft Alodokter Alomedika 650x250

Pandemi coronavirus disease 2019 atau COVID-19 telah menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dan menimbulkan kematian pada ratusan ribu orang. Sampai saat ini, belum ada vaksin yang dapat mencegah COVID-19. Berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan agen yang berpotensi dalam mengobati COVID-19.[1-3]

Sekilas tentang Eucalyptus dan Manfaatnya

Eucalyptus atau Eucalyptus globulus Labill (E. globulus) yang termasuk dalam famili Myrtaceae dipercaya mempunyai manfaat dalam berbagai aspek kesehatan. Beberapa literatur menyebutkan bahwa minyak herbal ini telah digunakan untuk mengurangi gejala neuralgia dan sakit kepala serta meningkatkan sistem imun dalam melawan common cold, cacar air, dan campak.

shutterstock_636242354-min

Selain itu, minyak eucalyptus dipercaya dapat mengurangi keluhan pada infeksi tenggorokan, bronkitis, asthma, dan sinusitis. Selain itu, minyak ini dilaporkan memberi efek baik pada berbagai masalah kulit, seperti luka bakar, herpes, gigitan serangga, dan luka gores. Namun, belum ada uji klinis kuat yang mendukung efikasinya untuk penggunaan kondisi-kondisi di atas.[1–3]

Minyak esensial eucalyptus terdiri dari beberapa komponen, yaitu 1,8-cineole (eucalyptol), limonene, α-pinene, γ-terpinene, and α-terpineol. Komponen aktif yang memiliki peran penting adalah eucalyptol (49,07–83,59%). The European and British Pharmacopoeia menyebutkan bahwa eucalyptus dapat bermanfaat secara medis jika kandungannya eucalyptolnya minimal 70%.[4,5]

Efikasi Minyak Eucalyptus terhadap Infeksi Virus

Minyak esensial eucalyptus memiliki aktivitas melawan virus, bakteri dan jamur. Dalam penelitian in-vitro, minyak eucalyptus yang mengandung 88% eucalyptol dapat secara aktif melawan herpes simpleks tipe 1 (HSV-1), menghambat multiplikasi virus tersebut sebanyak >96% dan secara langsung mematikan partikel virus dan menghancurkan envelope virion yang berguna saat virus masuk ke sel host.

Minyak dari E.globulus menunjukkan sedikit aktivitas melawan virus mumps secara in-vitro. Selain itu, minyak herbal ini dapat menginhibisi virus influenza A1/Denver/1/57 (H1N1) setelah pemaparan 10 menit pada konsentrasi 3,1 µL/mL.[4,6]

Dalam suatu penelitian in-vivo, eucalyptol menunjukkan efek antiinflamasi dengan melemahkan respons interleukin-1 dalam infection-induced pathway pada makrofag alveolar. Makrofag ini memiliki peran penting dalam proses peradangan dan infeksi pernapasan.[7]

Astani et al meneliti secara in-vitro beberapa minyak esensial, termasuk eucalyptus, yang dilarutkan dalam etanol dan ditambahkan ke media kultur sel yang terinfeksi virus HSV-1 secara in-vitro. Sebagai kontrol, peneliti menggunakan sel terinfeksi HSV-1 yang tidak diberikan intervensi. Hasilnya, eucalyptol ditemukan dapat mereduksi virus dalam kultur sel, tetapi selektivitasnya lebih rendah daripada minyak esensial lain.[8]

Usachev et al secara lebih spesifik meneliti minyak eucalyptus dan aktivitas antivirusnya terhadap virus influenza tipe A yang dievaluasi dalam percobaan aerosol. Suspensi virus dipaparkan ke uap minyak esensial selama 3 hari. Cawan patri diletakkan dengan jarak tertentu dan ketebalan plak dievaluasi setelah minyak esensial dan suspensi virus didistribusikan.

Hasilnya, nebulisasi minyak eucalyptus selama 15 detik ditemukan dapat menginaktivasi 99% virus. Akan tetapi, secara umum, efektivitas minyak eucalyptus masih lebih rendah daripada minyak tea tree. Keterbatasan utama dari semua penelitian di atas adalah metode pengujian minyak hanya dilakukan terhadap kultur sel, sehingga hasilnya tidak dapat diekstrapolasikan ke manusia.[9]

Efikasi Eucalyptus terhadap COVID-19

Oleh karena beberapa aktivitas antimikroba yang dimiliki oleh minyak eucalyptus dan minyak esensial lainnya, beberapa peneliti berhipotesis bahwa komponen minyak esensial mungkin dapat berpotensi sebagai antivirus melawan SARS-CoV-2.

Investigasi in-silico (simulasi eksperimen biologi menggunakan komputer) yang dilakukan oleh da Silva et al meneliti kemampuan pengikatan molekul minyak esensial terhadap enzim, protein utama, dan RNA virus SARS-CoV-2.

Peneliti menyimpulkan bahwa kekuatan pengikatan antara komponen minyak eucalyptus dan komponen molekul virus SARS-CoV-2 relatif lemah dan tidak memungkinkan untuk terjadinya interaksi. Namun, komponen-komponen yang ada pada minyak esensial dianggap dapat bekerja secara sinergis dan berpotensi sebagai agen antivirus, atau setidaknya menurunkan gejala COVID-19.[10]

Di lain sisi, Sharma et al menemukan bahwa parameter yang menilai energi pengikatan, antara lain energi pengikatan dan kesamaan situs pengikatan antara eucalyptol dan SARS-CoV-2, dapat menghasilkan pengikatan yang efektif antara kedua komponen tersebut.

Selain itu, terdapat ikatan kuat antara eucalyptol dan SARS-CoV-2 Mpro. Oleh karena itu, peneliti menyatakan bahwa eucalyptol mungkin berpotensi sebagai terapi COVID-19 karena dapat menginhibisi SARS-CoV-2 Mpro.[11]

Sayangnya, penelitian-penelitian di atas masih bersifat in-vitro dan in-silico saja, sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk menyelidiki potensi eucalyptus terhadap COVID-19 yang sesungguhnya.

Potensi Toksik Minyak Esensial Eucalyptus

Di balik berbagai manfaat minyak esensial, kejadian toksisitas ekstrem setelah konsumsi telah dilaporkan. Toksisitas eucalyptus lebih sering ditemukan pada anak-anak daripada orang dewasa.

Seorang anak berusia 6 tahun dilaporkan mengalami status epileptikus setelah 10 menit menelan 10 mL minyak eucalyptus tanpa disengaja.

Seorang anak berusia 3 tahun juga pernah dilaporkan mengalami status epileptikus setelah 10 menit menelan 5 mL minyak eucalyptus. Dari 109 anak yang tidak sengaja menelan minyak eucalyptus, 59% bersifat simtomatis. Sebanyak 30% menunjukkan gejala ringan (ataksia, muntah, nyeri perut), 25% menunjukkan gejala sedang (penurunan kesadaran dengan Glasgow coma scale 8-14), dan 4% menunjukkan gejala berat (Glasgow coma scale 3-7).[12,13]

Rekomendasi terkait Intoksikasi Eucalyptus

Pedoman dari The Royal Children’s Hospital Melbourne menyebutkan bahwa minyak Eucalyptus sangat toksik, bahkan jika tertelan ≥5 mL saja (dalam bentuk minyak murni) dapat mengarahkan ke gejala yang berat, seperti depresi sistem saraf pusat dan pernapasan.

Dalam dosis 2–3 mL, minyak eucalyptus dapat menyebabkan depresi SSP yang ringan, seperti kebingungan, pusing, dan ataksia. Gejala biasanya timbul dalam onset cepat, yaitu dalam 30 menit, tetapi dapat timbul secara lambat sampai 4 jam setelah paparan.

Selain itu, minyak eucalyptus juga dapat menimbulkan takikardia disertai hipotensi, bronkospasme, pneumonitis aspirasi, mual muntah, nyeri epigastrik, dan dermatitis kontak pada kulit.[14]

Kesimpulan

Dari berbagai studi in-vitro dan in-silico, minyak esensial eucalyptus menunjukkan efek antiviral. Namun, sampai saat ini, belum ada studi in-vivo (pada binatang percobaan atau manusia) yang menilai efektivitas minyak eucalyptus.

Studi lebih lanjut dalam skala besar masih dibutuhkan untuk memastikan efektivitas, mekanisme, dan relasi dosis-efek eucalyptus sebagai terapi COVID-19.

Di balik manfaatnya pada aspek kesehatan, perlu menjadi perhatian juga bahwa minyak eucalyptus dapat menimbulkan efek toksik terutama bila tertelan, walaupun dalam jumlah sedikit (≥5 mL).

Mengingat anak-anak memiliki risiko untuk menelan minyak eucalyptus tanpa disengaja, penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati. Selain itu, penyimpanan minyak eucalyptus dan minyak esensial lain harus jauh dari jangkauan anak-anak.

Kedepannya, studi yang meneliti tentang minyak eucalyptus dan COVID-19 juga sebaiknya menilai potensi toksisitas yang diakibatkan oleh penggunaan minyak eucalyptus.

Referensi