Olahraga untuk Manajemen Hipertensi

Oleh :
dr.Eva Naomi Oretla

Strategi utama dalam pencegahan dan terapi gangguan metabolik seperti hipertensi adalah intervensi gaya hidup, yang meliputi pengaturan diet dan olahraga. Intervensi olahraga sering disarankan sebagai terapi pada pasien dengan hipertensi resisten dengan bukti yang masih terbatas. Hipertensi resisten merupakan keadaan peningkatan tekanan darah (TD) > 140/90 mmHg meskipun telah mendapatkan farmakoterapi ≥ 3 jenis obat anithipertensi yang berbeda (termasuk diuretik) dengan dosis yang maksimal.[1-3]

Respon yang rendah terhadap terapi farmakologi pada pasien hipertensi resisten, menyebabkan berkembangnya pemahaman dan penelitian tentang manfaat olahraga sebagai terapi. Penelitian menunjukkan bahwa intervensi olahraga dapat meningkatkan konsumsi energi, memperkuat otot, menurunkan tekanan darah, meningkatkan kepadatan tulang, serta berperan dalam regulasi keseimbangan neurotransmitter.[2-4]

Olahraga untuk Manajemen Hipertensi-min

Olahraga juga merupakan modalitas yang dapat mengurangi efek dari faktor predisposisi hipertensi, seperti kadar natrium yang lebih tinggi, kelebihan berat badan, stres, kadar kolesterol darah yang lebih tinggi, disfungsi endotel, dan aterosklerosis. Terapi olahraga juga dianggap sebagai sebuah metode terapi dengan efek samping yang minimal, aman, dan hemat biaya dibandingkan dengan strategi manajemen farmakologi untuk hipertensi.[1,4-7]

Mekanisme Penurunan Tekanan Darah Terkait Olahraga

Patofisiologi yang mendasari terjadinya hipertensi adalah aktivitas berlebihan dari saraf simpatis, aktivasi sistem renin angiotensin, kelebihan asupan natrium, gangguan vasodilator dan vasokonstriksi, serta remodeling arteri yang menyebabkan penurunan fleksibilitas dari arteri. Aktivitas berlebihan dari saraf simpatis berperan dalam regulasi peningkatan tekanan darah dan menjadi salah satu elemen yang dapat menjelaskan terjadinya resistensi obat pada kondisi hipertensi.[2,4,5]

Beberapa penelitian yang dilakukan pada subjek normotensi dan hipertensi memberikan bukti adanya penurunan resistensi perifer total dengan aktivitas fisik sedang yang dilakukan dengan teratur. Olahraga juga berperan dalam meningkatkan produksi dan bioavailabilitas nitric oxide (NO) melalui reduksi dari stres oksidatif. Mekanisme vasodilatasi yang terjadi dikaitkan juga dengan pembentukan arteriol baru serta penurunan tonus vasokonstriktor simpatis pada vaskular.[5,8,9]

Mekanisme peningkatan endothelium-dependent relaxation melalui NO menjadi kontributor penting dalam peningkatan fungsi endotel yang terkait dengan olahraga. Mekanisme lain yang terkait dengan pengaruh olahraga terhadap penurunan tekanan darah adalah homeostasis kadar dan ekspresi sitokin pro-inflamasi yang dapat menurunkan bioavailabilitas NO dan menstimulasi produksi reactive oxygen species (ROS). Olahraga juga berperan dalam penurunan aktivitas saraf simpatik serta mendukung keterlibatan neuronal pada kardiovaskular untuk menurunkan tekanan darah.[8-10]

Jenis Olahraga pada Pasien Hipertensi Penurunan Tekanan Darah

Setiap jenis olahraga memiliki karakteristik, mekanisme, dan efek  yang berbeda. Jenis dan intensitas olahraga yang tepat untuk mengontrol tekanan darah belum diketahui secara pasti. American College of Sports Medicine (ACSM) merekomendasikan jenis olahraga yang menggabungkan latihan ketahanan dan kekuatan otot sebagai pencegahan, pengendalian, dan terapi non-medikamentosa pada kondisi hipertensi.[6,10]

Olahraga Aerobik (AE)

Olahraga aerobik (AE) merupakan olahraga teratur dengan karakteristik repetisi yang banyak dengan resistensi yang rendah selama kontraksi otot rangka berlangsung. Jenis olahraga aerobik meliputi berjalan, berlari, yoga, Tai Chi, pilates, dan bersepeda. Jenis olahraga tersebut dapat dilakukan dengan intensitas ringan, sedang, maupun berat. Olahraga aerobik pada pasien dengan hipertensi dapat meningkatkan efisiensi fungsi kardiopulmonal, memperlancar aliran darah, meningkatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh, serta meningkatkan elastisitas vaskular.[6,10]

Suatu tinjauan sistematik yang melibatkan 37 penelitian dengan 847 partisipan yang menderita hipertensi melaporkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah yang diukur dengan teknik ambulatori setelah pasien melakukan latihan aerobik. Dalam tinjauan ini didapatkan perbedaan rerata tekanan darah sistolik 4,06 mmHg dan tekanan darah diastolik 2,7 mmHg.[11]

Pedoman ACSM menyarankan pasien hipertensi untuk melakukan olahraga aerobik sebanyak ≥2-3 sesi per minggu, ≥20-30 menit per sesi, dengan intensitas moderat. Tipe olahraga aerobik yang disarankan adalah aktivitas ritmik yang menggunakan kelompok otot besar, misalnya berjalan, bersepeda, dan berenang.[12]

Resistance Training (RE)

Resistance training (RE) merupakan latihan ketahanan untuk meningkatkan kekuatan, daya tahan anaerobik, dan ukuran otot rangka dengan membuat otot bekerja (berkontraksi) melawan suatu beban. Jenis olahraga RE sangat bervariasi, antara lain beban bebas yang menggunakan alat latihan kekuatan klasik seperti dumbell atau barbel; medicine balls yang menggunakan bola atau kantong dengan beban; resistance bands yang memberikan resistensi saat diregangkan; serta menggunakan berat badan personal, misalnya squat, push-up, dan chin-up.[6,10,13]

Sebuah meta analisis mengevaluasi data dari 64 studi (N=2344) untuk mengetahui efikasi efikasi RE dalam manajemen hipertensi. Hasil analisis menunjukkan bahwa RE dinamik menghasilkan penurunan tekanan darah bermakna pada pasien dengan hipertensi. Penurunan tekanan darah didapatkan semakin tinggi sejalan dengan semakin tinggi tekanan darah istirahat pasien.[14]

Pedoman ASCM menyarankan pasien hipertensi menjalankan RE sebanyak ≥2-3 sesi per minggu, intensitas sedang. RE dilakukan sebanyak 2-4 set dengan 8-12 repetisi dari 8-10 RE dari kelompok otot mayor per sesi hingga total > 20 menit per sesi, diselingi hari istirahat.[12] Beberapa contoh yang dapat dipilih  adalah chest pressshoulder presstriceps extensionbiceps curlpull-down (upper back), lower-back extensionabdominal crunch/curl-upquadriceps extension atau leg pressleg curls (hamstrings), serta calf raise.[6,10,15,16]

Pengaruh Intervensi Olahraga VS Obat Antihipertensi Terhadap Tekanan Darah Sistolik

Sebuah meta-analisis dari 391 uji klinis terkontrol secara acak membandingkan pengaruh rejimen olahraga dan obat-obatan terhadap tekanan darah. Dalam meta analisis ini, 197 uji klinis mengevaluasi intervensi olahraga (N=10.461) dan 194 mengevaluasi obat antihipertensi (N=29.281). Hasil dari meta-analisis ini melaporkan bahwa obat antihipertensi menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik awal yang lebih tinggi dibandingkan dengan intervensi olahraga (perbedaan rata-rata 3,96 mmHg). Namun, semua jenis intervensi olahraga dan semua kelas obat antihipertensi efektif dalam menurunkan tekanan darah sistolik.[17]

Aplikasi Klinis Peresepan Intervensi Olahraga pada Pasien Hipertensi

Peresepan latihan (olahraga) pada pasien dengan hipertensi harus bersifat individual. Peresepan latihan harus mencakup frekuensi, intensitas, waktu, dan jenis latihan. Terapi awal dengan olahraga dianjurkan pada pasien hipertensi stadium 1 tanpa faktor risiko penyakit jantung koroner dan tidak ada bukti penyakit kardiovaskular lainnya; serta pada pasien dengan faktor risiko lain, tetapi bukan diabetes. Pada pasien dengan diabetes, penyakit kardiovaskuler, atau hipertensi stadium 2 atau 3, medikamentosa sebaiknya dimulai terlebih dahulu sebelum memulai program latihan.[5,8,15]

Beberapa aspek yang harus diperhatikan sehubungan dengan olahraga pada pasien hipertensi, yaitu:

  • Kemajuan latihan harus bertahap, menghindari peningkatan yang besar, terutama pada variabel intensitas
  • Jangan memulai program olahraga jika pasien tersebut menunjukkan nilai tekanan arteri 180/105 mmHg atau lebih tinggi
  • Pantau tekanan darah selama (atau di akhir set) latihan
  • Gunakan fase pendinginan minimal 5-10 menit, untuk menghindari efek hipotensi pasca latihan yang berlebihan
  • Jika respons hipotensi terjadi saat latihan, maka olahraga harus dihentikan
  • Hindari olahraga dengan posisi ketinggian kepala di bawah pinggul (declined exercises)
  • Hindari jumlah repetisi yang tinggi dalam latihan RE[13,16]

Latihan RE dengan intensitas tinggi tidak boleh dimulai pada pasien yang belum pernah menjalani latihan RE dengan intensitas sedang, terlepas dari usia, status kesehatan, atau tingkat kebugaran. Kontraindikasi absolut untuk program latihan AE dan RE meliputi infark miokard yang baru terjadi, perubahan EKGatrioventricular blockgagal jantungangina tidak stabil, dan hipertensi berat yang tidak terkontrol.[15,18,19]

Dalam peresepan latihan, disarankan untuk menambahkan aktivitas peregangan yang tepat untuk semua sendi utama setelah pemanasan (warm up) secara menyeluruh dan selama periode pendinginan (cool-down) untuk mencapai dan mempertahankan fleksibilitas tubuh.[15,16,18,19]

Kesimpulan

Intervensi olahraga sering disarankan sebagai terapi pada pasien dengan hipertensi. Olahraga merupakan modalitas yang dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi faktor predisposisi hipertensi. Peresepan olahraga yang efektif pada pasien hipertensi harus mencakup frekuensi, intensitas, waktu, dan jenis latihan. Evaluasi pasien hipertensi sebelum menjalani program latihan sangat penting untuk mengkaji tanda dan gejala hipertensi, risiko kardiovaskular, kondisi klinis terkait, serta penggunaan obat antihipertensi.

Pada peresepan jenis olahraga, klinisi juga harus memperhatikan kontraindikasi dari setiap jenis olahraga. Aplikasi intervensi olahraga pada pasien harus memiliki kemajuan yang bertahap, dan menghindari peningkatan yang besar, terutama pada variabel intensitas. Pemantauan tekanan darah juga perlu dilakukan selama latihan atau di akhir set latihan.

Referensi