Pedoman Praktik untuk Mengurangi Utilisasi Berlebih Penghambat Pompa Proton

Oleh :
dr. Nurul Falah

Suatu pedoman praktik untuk mengurangi utilisasi berlebih dari penghambat pompa proton, atau dalam bahasa Inggrisnya proton pump inhibitor (PPI) sangat dibutuhkan. Hal ini karena PPI adalah obat yang sering diresepkan secara luas pada pasien dengan gejala lambung maupun asimptomatik.

PPI seringkali diberikan pada kelainan lambung seperti dispepsia, gastritis, ulkus gaster, ulkus duodenum, gastroesophageal reflux disease (GERD), dan esofagitis. Selain itu PPI juga sering digunakan sebagai pendamping obat-obatan lain seperti asam salisilat (aspirin), obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dan steroid.[1,2]

Sumber: Pexels, Pixabay, 2016. Sumber: Pexels, Pixabay, 2016.

Peresepan PPI yang berlebihan terjadi baik dari segi indikasi yang tidak sesuai maupun durasi dan dosis pemakaian yang sudah melebihi indikasi. Selain itu, mayoritas penggunaan PPI adalah swamedikasi yaitu diperoleh tanpa anjuran dan pengawasan dokter.

Bila PPI digunakan dalam jangka panjang maka akan memicu terjadinya efek samping, kesalahan pengobatan, interaksi obat, dan peningkatan angka rawatan. Selain itu utilisasi PPI yang berlebihan juga akan memicu peningkatan beban biaya pengobatan yang tinggi.[3,4]

Suatu algoritma harus dijalankan untuk membantu dokter agar selalu konsisten dan berhati-hati dalam mempertimbangkan utilitas PPI terutama untuk penggunaan jangka panjang dalam berbagai kondisi pasien, termasuk deprescribing PPI.

Deprescribing adalah proses yang terencana dan tersupervisi untuk mengurangi dosis atau menghentikan penggunaan suatu obat yang mungkin merugikan atau sudah tidak lagi memberikan manfaat.[5,6]

Bukti Ilmiah Utilisasi Berlebihan dari Penghambat Pompa Proton

Studi observasi prospektif single-centre oleh Yap et al mencoba mengevaluasi kesesuaian penggunaan PPI pada pasien rawat inap di General Medical Unit (GMU). Dari 440 pasien rawat inap, 198 pasien (45%) diberikan PPI. Dari 198 pasien ini, 66.2% diantaranya tidak sesuai indikasi, dosis maupun durasi terapi. Kategori terbesar dari ketidaksesuaian penggunaan PPI adalah durasi terapi yang berlebihan (43.4%).[7]

Studi retrospektif oleh Chan et al mencoba mengevaluasi kesesuaian penggunaan PPI di antara pasien di fasilitas perawatan rumah di British Columbia, Kanada. Studi ini menemukan bahwa di antara 407 resep PPI untuk 331 pasien, 43.7% diantaranya tidak memiliki indikasi berbasis bukti untuk digunakan, seperti gangguan refluks gastroesofagus atau ulkus peptikum.[8]

Rekomendasi Pemberian Penghambat Pompa Proton

Suatu pengobatan dapat dikatakan sesuai apabila tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, tepat dosis. Tepat indikasi adalah obat yang diberikan diresepkan oleh dokter sesuai dengan diagnosis dokter pada rekam medik berdasarkan keluhan dan gejala yang timbul pada pasien.[3,9]

Tepat pasien adalah obat yang diresepkan tidak kontraindikasi dengan kondisi pasien. Tepat  obat adalah obat yang diresepkan sesuai dengan drug of choice untuk kondisi pasien. Tepat dosis adalah obat yang diresepkan oleh dokter sesuai dalam rentang besaran terapi, frekuensi, rute dan durasi pemberian obat. Terdapat beberapa rekomendasi untuk pemberian PPI yang sesuai, diantaranya sebagai berikut.[3,9]

Rekomendasi Pemberian Penghambat Pompa Proton dari Kanada

Choosing Wisely dari Kanada pada tahun 2019 mengeluarkan pedoman untuk deprescribing PPI yang lebih sesuai. Algoritme deprescribing dapat dilihat pada Gambar 1. Beberapa poin rekomendasinya antara lain:

  • Jangan mempertahankan terapi PPI jangka panjang untuk gejala gastrointestinal tanpa upaya untuk menghentikan atau mengurangi PPI setidaknya sekali setahun untuk kebanyakan pasien
  • Jangan memperbaharui terapi PPI jangka panjang untuk gejala gastrointestinal tanpa upaya menghentikan atau mengurangi PPI setidaknya sekali setahun untuk kebanyakan pasien
  • Jangan melanjutkan terapi PPI yang telah dihentikan kecuali ada alasan yang kuat untuk melanjutkan terapi[3]

Beberapa panutan dapat dilakukan untuk mengurangi peresepan PPI pada pasien, yaitu:

  • Berdasarkan rekomendasi ini, langkah awal adalah mengenali indikasi serta risiko penggunaan PPI jangka panjang. Indikasi penggunaan PPI jangka panjang (di atas 8 minggu) antara lain perdarahan saluran gastrointestinal, Barret’s esophagus, esofagitis berat dengan kriteria Los Angeles Grade D, penggunaan OAINS, penggunaan antiplatelet, kondisi hipersekretorik
  • Pastikan selalu untuk membentuk tim dokter, perawat hingga apoteker untuk memberikan informasi dan promosi kesehatan mengenai risiko penggunaan PPI jangka panjang. Setiap komponen tim dapat memberikan tindak lanjut melalui telepon secara berkala dalam jangka waktu tertentu untuk pasien yang mengonsumsi PPI. Pertimbangkan tindak lanjut selama 2 atau 4 minggu melalui telepon sebagai bagian dari standar intervensi yang dilaksanakan oleh tim non-dokter. Lakukan pencatatan dan pengelolaan data untuk meningkatkan kualitas
  • Langkah berikutnya adalah memilih pendekatan untuk intervensi deprescribing pada pasien yang tidak memiliki indikasi. Beberapa strategi yang digunakan seperti Flag charts of patients booked for upcoming periodic health exams dan Electronic Medical Record (EMR)
  • Deprescribing yang direkomendasikan terdiri dalam beberapa metode yaitu turunkan ke dosis rendah, stop and use on-demand, atau hentikan sama sekali[3]

Stop and use on-demand yaitu konsumsi obat setiap hari dengan durasi yang cukup untuk mengatasi gejala yang berhubungan dengan refluks, jika gejala sudah teratasi maka konsumsi obat dihentikan. Apabila gejala timbul kembali, maka obat dikonsumsi lagi setiap hari sampai gejala tersebut hilang. Beberapa pasien akan mengalami gejala rebound dan penjelasan mengenai keadaan ini perlu disampaikan kepada pasien.[3]

Pada pasien yang tidak diketahui indikasi dan secara objektif tidak ada indikasi pemberian PPI dianjurkan untuk menurunkan dosis PPI maupun stop use on-demand. Sedangkan pasien dengan GERD dalam tatalaksana dengan gejala ringan, esofagitis ringan-sedang, ulkus peptikum dalam terapi, gejala saluran cerna bagian atas tanpa endoskopi, profilaksis stress ulcer di ICU, dan uncomplicated H.pylori dalam terapi pikirkan deprescribing PPI.

Tabel 1. Dosis Standar dan On Demand dari PPI

PPI Dosis Standar (Healing)(satu kali/hari) Dosis Rendah (Maintenance)(satu kali/hari)
Omeprazol 20 mg 10 mg
Esomeprazol 20 mg tidak tersedia
Lansoprazol 30 mg 15 mg
Pantoprazol 40 mg 20 mg
Rabeprazole 20 mg 10 mg

Sumber: Choosing Wisely Canada, 2019[3]

Pemberian PPI hanya dilanjutkan pada pasien dengan Barrett’s esophagus, penggunaan OAINS kronis dengan risiko perdarahan saluran cerna, esofagitis rendah dan riwayat perdarahan saluran cerna yang tercatat secara objektif (rekam medis).[3]

Evaluasi dilakukan pada minggu ke-4 dan ke-12 setelah PPI deprescribing. Jika timbul gejala verbal yakni heartburn, regurgitasi, dyspepsia, atau epigastric pain anjurkan kepada pasien untuk menghindari makan berat 2-3 jam sebelum tidur, meninggikan posisi kepala saat tidur, menghindari makanan yang merangsang gejala, makan dengan porsi kecil dan menyarankan untuk mengurangi berat badan untuk pasien obesitas.[3]

Untuk mengatasi gejala yang terkadang timbul dapat digunakan antasida, H2RA, PPI atau alginate prn yang dijual bebas. Pemberian H2RA seperti ranitidine, famotidine harian merupakan rekomendasi yang lemah karena 1 dari 5 pasien akan mengeluhkan gejala berulang.[3]

Jika gejala timbul dan bertahan selama 3-7 hari sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari maka diperlukan tes untuk kemungkinan infeksi H.pylori, dilanjutkan dengan perawatannya. Jika gejala timbul bukan karena infeksi pylori maka pertimbangkan untuk kembali ke dosis awal.[3]

Algoritma Deprescribing Penghambat Pompa Proton (PPI)-min (2)

Gambar 1. Algoritma Deprescribing Penghambat Pompa Proton (PPI). Sumber: Choosing Wisely Canada, 2019.[3]

Rekomendasi Pemberian Penghambat Pompa Proton dari Australia

Pada April 2015, NPS Medicinewise yang merupakan bagian dari Australia National Medicines Policy mengeluarkan rekomendasi untuk pemberian PPI yang sesuai, yaitu:

  • Jangan meresepkan PPI dalam jangka panjang untuk pasien dengan penyakit tanpa komplikasi tanpa upaya berkala untuk mengurangi atau menghentikan obat.
  • Jangan melanjutkan peresepan PPI jangka panjang untuk pasien tanpa upaya untuk mengurangi ke dosis terkecil yang efektif atau hentikan terapi sama sekali. [10]

Secara umum pedoman dari NPS Medicinewise memiliki beberapa rekomendasi kapan memulai, kapan stepping down, atau kapan menghentikan terapi PPI pada kasus GERD. Jika indikasi GERD sangat kuat, mulai PPI dengan dosis standar selama 4-8 minggu. [10]

Ingatkan pasien bahwa PPI bukan terapi jangka panjang dan tetap harus dinilai pasca 4-8 minggu pengobatan. Jika gejala tidak berkurang coba cek tingkat kepatuhan pasien serta pertimbangkan pemeriksaan lanjutan atau rujukan ke spesialis. Jika ada gejala darurat seperti nyeri saat menelan, adanya hematemesis dan melena, penurunan berat badan berlebih, tanda anemia segera rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam untuk endoskopi.[10]

Stepping down dapat dilakukan bila gejala terkontrol dengan terapi awal dengan beberapa cara yaitu menurunkan dosis ke dosis terkecil atau hanya dikonsumsi saat gejala kambuh (on-demand PPI). Bila keluhan tidak membaik dalam 3 sampai 4 minggu, maka lanjutkan PPI dengan dosis dan frekuensi terkecil yang efektif.[10]

Hentikan terapi PPI bila gejala membaik dan terkontrol pada saat stepping down. Beberapa pasien mengalami gejala rebound GERD samar saat menghentikan terapi PPI. Antasida atau histamine 2 receptor antagonists  (H2RA) dapat ditambahkan untuk membantu meredakan gejala.[10]

Cara Pemberian Penghambat Pompa Proton yang Aman

Pemberian PPI sebaiknya secara per oral 30 sampai 60 menit sebelum makan, adapun untuk indikasi pemberian PPI secara intravena yang disetujui oleh Food and Drug Association (FDA) adalah hanya GERD dengan komplikasi esofagitis erosif berat (tidak memungkinkan diberikan secara per oral) dan sindrom Zollinger-Ellison. [10,11]

Kondisi lain pemberian PPI secara intravena adalah pencegahan perdarahan berulang ulkus peptikum pasca terapi endoskopi, perdarahan masif (hematemesis dan melena) yang membutuhkan endoskopi segera, dan pencegahan perdarahan mukosa terkait stress.[10-12]

Risiko Pemberian Penghambat Pompa Proton

Dengan semakin meningkatnya penggunaan PPI, sangat penting untuk memahami risiko dari efek samping yang mungkin muncul. Penelitian terkini membuktikan adanya risiko kanker pada penggunaan PPI kronis. Sedangkan beberapa risiko yang pernah dilaporkan dan berhubungan dengan penggunaan PPI adalah risiko fraktur, hipomagnesium, penyakit infeksi (seperti pneumonia komuniti dan infeksi Clostridium difficile), hipersekresi asam lambung (rebound acid secretion), dan defisiensi vitamin B12.[13,14]

Kesimpulan

Mengurangi utilisasi penghambat pompa proton adalah sangat penting mengingat penggunaannya yang sangat luas serta risiko yang muncul terutama pada penggunaan jangka panjang.

Risiko yang mungkin muncul seperti fraktur, hipomagnesium, penyakit infeksi (seperti pneumonia komuniti dan infeksi Clostridium difficile), hipersekresi asam lambung (rebound acid secretion), dan defisiensi vitamin B12.

Utilisasi PPI yang berlebihan terjadi baik dari segi indikasi yang tidak sesuai maupun durasi dan dosis pemakaian yang sudah melebihi indikasi. Sehingga hal ini turut meningkatkan anggaran pengobatan yang tidak perlu. Dibutuhkan suatu pedoman untuk mendukung utilisasi PPI yang berlebihan.

Indonesia bisa mengadopsi pedoman dari Kanada maupun Australia dalam menjalankan program deprescribing PPI. Sebelum memulai program ini, diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lainnya memahami indikasi untuk melanjutkan PPI maupun memutuskan untuk deprescribing PPI. Selain itu, penting pula untuk mengupayakan mencegah terjadinya gejala rebound seperti heartburn, regurgitasi dan dispepsia.

Studi juga menunjukkan bahwa metode tata laksana nonmedikamentosa seperti pernapasan diafragma mungkin dapat mengurangi kebutuhan obat PPI.

 

 

Penulis pertama: dr. Hunied Kautsar

Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja

Referensi